Membongkar cinta-cinta dalam kardus *)


Dan perlukah kita mengungkapkan cinta?

Waduh… pertanyaan macam apa ini. Kalau gw ditanya, jujur gw jawab: tidak, setidaknya itu jawaban seorang wanita gengsian seperti gw. Tapi perjalanan selalu membuat kita berpikir lebih baik, dengan perspektif yang berbeda. Ketika gw bertemu salah satu sohib gw di kyoto gw jadi berpikir, mungkin in some cases kita perlu mengungkapkan cinta, namun bagaimana cara yang baik dan waktu yang baik itu semua masih diproses dalam otak gw yang masih semrawut dan perlu dibersihin pakai vacuum cleaner ini.

Mulai dari mana ya?

Mulai dari mmm….

Pernah gak sih waktu kalian masih keciiiiil banget, terus mama kalian tanya “Sayang gak sama Mama?”, “Sayang gak sama ayah?”, “Hayooooo anak Mama atau anak Papa”, dan sejenisnya.
Percayalah gw ingat ketika gw masih balita mama gw pernah tanya itu sambil gendong gw. Mungkin mama di seluruh dunia melakukan itu. Jawaban standarnya pasti “Sayang dong” atau jawaban sejenis itu. Lalu semakin gw menua… *haish* gw merasa bahwa pertanyaan seperti itu sudah tidak perlu dipertanyakan lagi, itu kayak nanya “Apakah matahari bersinar” oh come on…. how stupid. Tapi semakin usia gw bertambah juga, semakin banyak orang yang gw sayang meninggalkan gw. Tragisnya, gw belum sempat bilang dengan lafal yang jelas dan tegas “I love you, so much” not a big deal, tapi ada saat ketika lu teringat dan “Auwch… I miss you so much, and do you know how much I love you. I wish you know it”

Tapi pengalama itu toh tidak membuat gw kapok, gw tetap merasa…. “Apa yang sudah gw lakukan ini belum menunjukan kalau gw…. gw, Marissa Malahayati, sayang banget ke kalian”
Gw gak pernah bilang sayang ke adik gw, mama gw, keluarga gw, temen-temen gw, bahkan cowok yang gw suka. Lagi-lagi itu bukan masalah, apaan juga sih… kalau baik yaaaa baik aja, kalau sayang ya sayang aja, kalau cinta ya cinta aja….pamrih banget sih sampai harus diungkapkan segala? COME ON!

Lalu ting….whatsapp dari adik gw. Dia baru baca tulisan gw di salah satu buku. Awalnya cuman saling ledek seperti biasa. Tapi setelah itu “Kiki sayang sama kakak, belajar yang bener ya kak, oleh-oleh jangan lupa” kalian tau rasanya? Mungkin harus ada kata di atas kata bahagia untuk menggambarkan itu. Mungkin super mega combo happy. Dan rupanya hal sesederhana itu bikin gw bener-bener bahagia.

Lalu ting… whatsapp dari mama gw, “Mama juga sayang ke kakak dan kiki” of course….itu sih gw tau, seperti tau kalau matahari terbit dari timur. Without any doubt. Tapi entah kenapa ketika itu semua terucap, it cheers you up…more than anything else in this world.

Ketika ayah masih ada, setiap gw ulang tahun ayah selalu ngasih kado ke gw, I love presents. Tapi yang lebih gw suka lagi adalah membaca notes yang selalu Beliau tinggalkan di dalam bungkus kado itu. When you know someone you love, love you back…. don’t you think it’s awesome?

Tapi lagi-lagi karena gw ini cewek gengsian  ya… kalo kata temen gw yang dodol,  “watashi wa watashi desu” alias gw ya gw…. style gw, sok cool, mencintai segalanya diam-diam. Untuk keluarga sih mungkin gak terlalu masalah ya, mereka selalu jadi orang nomer satu yang tau style dan segala keanehan gw. Tapi ke sahabat, temen, atau orang yang lu taksir, aaaah… it such a big deal. Ketika kalian menyembunyikan cinta-cinta kalian dalam kardus, kalian selotip, lalu ditimpa sama tumpukan koran, maka dia tetap tersimpan di dalam kardus.

Orang yang gak kenal-kenal banget ke gw pasti berpikir gw ini jutek *iya sih… itu gak salah-salah banget*, berdarah dingin *alhamdulillah gw belum jadi amfibi kok*, suka menggigit *errrr….-.-*. Tapi gw gak sejahat itu *ngaku-ngaku*. Gw sebenarnya mau jaim aja sih jadi cewek sok cool gitu :p, namun daya kebablasan. Mungkin cara gw yang berbeda untuk mendekripsikan itu. Gw memang aneh…. aneh banget.

Kalian tahu kenapa gw gak pernah pake ojek payung? Karena gw gak tega saat gw pake payung dia dan dia kehujanan.
Kalian tahu kenapa kalau gw lagi sedih gw gak jarang bilang? Karena gw tidak mau menambah masalah buat orang lain dengan masalah gw.
Kalian tahu kenapa gw ketika ketemu teman gw, gw hanya sekadar menyapa terus langsung pergi? Karena gw berpikir mungkin mereka punya agenda lain yang jauh lebih penting dari sekadar chit-chat basa basi sama gw
Kalian tahu kenapa kalau naik angkot gw selalu memilih paling pojok walau itu tempat paling panas sekalipun? Karena gw terlalu malas buat geser, dan gw gak mau orang lain repot masuk jauh-jauh sampai ke pojok saat naik angkot.
Gw lalu jadi kayak bocah pelit, ansos, introvert, dan gaje. Emang bener sih… tapi errrr… sebenarnya gw tidak bermaksud seperti itu. Itu membuat gw tidak punya terlalu banyak teman, tapi ketika gw punya sahabat, mereka orang-orang terbaik yang pernah ada di planet ini.

Lalu ketika gw suka sama seseorang, hal yang gak jauh beda terjadi. kalaupun kelepasan gw kan jago nulis dan berkelit gw bisa nulis atau bilang “Hahahaha…. becanda lagi” gw kayak gak pernah nonton film pocong juga pocong aja hahahahahaha. Ini juga salah, karena gw terlalu “minder” untuk banyak hal. Gimana gak minder ya -.- stereotype gw di mata beberapa orang kan udah terlanjur “aneh” jadi gw takut orang yang gw suka juga menganggap hal yang serupa. Mungkin dia lebih baik gw tinggal, menemukan orang yang gak seaneh gw lalu have a happy-normal life. Gw juga agak trauma ketika gw ditinggal ayah dan kakek gw dalam waktu yang berdekatan, man I love…leave me so fast, why should I love the other one except my brother. Itu juga alasan kenapa sebenarnya gw gak excited banget buat nikah, gw cuman mau mama bahagia…liat adik gw punya pekerjaan yang baik dan keluarga yang bahagia and I think my tasks in this world just finish. Tapi mungkin gw salah.

Gw butuh orang lain yang bisa menemani gw…
Ketika mama nanti gak ada, adik gw udah punya keluarga, semua teman-teman gw udah punya kehidupan dan keluarga masing-masing, ketika gw makin tua dan menua. Harus ada orang yang bisa selalu ada di samping gw dan jadi orang yang ngingetin gw banyak hal dan jadi teman gw bertukar pikiran, yang akan ada untuk gw dan gw ada untuk dia. Yang seiring dengan keriput gw nambah, gw bisa bersama dia dan denger cerita dia sampai tiap lembar rambutnya berubah warna. Gw bisa sih piara kucing, tapi kucing gak bisa telpon 911 kalau ada apa-apa sama gw.

Terpisah jarak ratusan kilometer dari Indonesia, gw membawa cinta gw dalam beberapa kardus. Beberapa cinta retak, dan sudah gw perbaiki dengan lakban dan selotip kardus plus sedikit lem besi, it is stronger now. Tapi tetap gw simpan di dalam kardus, membiarkannya berdebu. Mungkin sekarang saatnya, gw unpacking kardus-kardus itu, bersihin semua cinta yang udah berdebu, beberapa harus digosok minyak kayu putih biar semakin mengkilat… lalu membungkusnya lagi dalam kemasan yang lebih cantik, mengirimkan cinta itu kepada orang-orang yang seharusnya menerimanya, membiarkan mereka tahu… dan membiarkan mereka berpikir apa yang seharusnya mereka lakukan setelah menerima itu. Ini sudah bukan masalah lagi jika kemudian mereka reject paket cinta yang gw kirim, atau lupa siapa nama gw yang tertulis di space “pengirim”, tapi sebelum semuanya terlambat. Karena gw gak mau mati sesak  napas tertimpa kardus-kardus.

 

—————————————————————-

*) Judul terinspirasi dari film “Cinta dalam Kardus” Raditya Dika

Tips [kacau] Jika Kalian ingin melanjutkan studi di Jepang… Part 1


Mendadak saya kebanjiran message yang menanyakan tips lanjut sekolah ke Jepang. Ya ampuuuun…. kalian harus tahu ya, saya ini mempertaruhkan 2 tahun untuk bisa lanjut sekolah lagi, so I’m not such a right person to be asked. Ada yang lebih canggih dari saya, dan mereka lebih layak ditanya. But well.. pertanyaan sudah dilontarkan, tidak sopan jika saya tidak menjawab. Sakali lagi, saya ini orangnya ngaco, asal jawab, dsb…dsb…dsb…. jadi jangan menyesal membaca posting ini.

1. Tentukan tujuan kamu sekolah lagi dan tentu tujuan Universitas kamu ya -.-
Ini penting, karena jangan kalian kira sekolah di luar negeri apalagi di negara yang bukan penutur bahasa Inggris macam Jepang ini kalian bakalan selalu bahagia damai sentosa, PfffffTTT! Jika kalian udah punya karir yang baik, apa benar kalian mau jadi mahasiswa lagi? Apa otak kalian sudah siap dijejali aneka filosofi ilmu pengetahuan lagi? dan yang terpenting apa mental kalian sudah siap untuk belajar di negeri lain? Jauh dari keluarga, jauh dari makanan kesukaan, dari kucing piaraan, dari pacar ataupun gebetan (yang mungkin setelah 1-2 bulan ditinggal akhirnya dia berpaling hahahhaa dan ketika dia lagi asik jalan bareng gandengan barunya, kamu lagi jedotin kepala karena stuck mikir penelitian)?

Apa sih yang mau kamu cari dengan sekolah lagi? Apaaaa? Karir yang lebih baik? Iya… kalau pas pulang ke Indonesia kalian langsung secara beruntung berhasil langsung dapat pekerjaan yang lebih baik, mungkin iya, tapi ingat ada juga peluang tidak kan?
Mau cari jodoh yang lebih wah? Hahhahaa.. kalo kalian jomblo apalagi cewek…. nyari cowok made in Indonesia di kampus di luar negeri…sorry to say biasanya udah sold out. Pria lebih sulit menahan kesepian kata buku psikologi, jadi kalau mereka lanjut sekolah ke luar negeri biasanya mereka udah punya pasangan hidup or at least calonnya. Bisa sih cari yang made in Japan, tapi 1st. apa dia mau sama kamu, 2. apa kamu mau sama dia, 3. gimana mentolerir masalah budaya, keyakinan, bahasa, dan tentu jarak. Hal serupa jika kalian nyari jodoh made in negara-negara lain.
Atau biar keren? Saya kasih tau aja… lebih keren kuliah di Indonesia. Ekomet sama statistiknya aja lebih susah di Indonesia. Tapi di sini kalian bener-bener dilatih logika berpikirnya, jawaban boleh apa aja asal logika berpikir kalian make sense, saya gak tau di kampus lain tapi di kampus saya begitu, mungkin karena kampus teknik. Wallahu’alam.

Jadi mulai dari hari ini nih, kalo mau ke jepang, pikirin deh motivasi terbesar kamu apa. Ini yang bakal bikin kamu bertahan dan kuat di Jepang soalnya. Yang bisa bikin kamu gak terlalu cengeng ketika menghadapi permasalahan.

Oiya cari juga info tentang kampus tujuan. Semuaaaaaanyaaaaaa…. apa udah ada kerjasama antara kampus kamu dengan kampus tujuan, gimana sifat Senseinya, gimana tempatnya, bla…bla…bla…. dengan pertimbangan biar kalian semangat dan nanti gak terlalu kaget dengan dunia kampus.

2. Belajar Bahasa Jepang

Ya Allah…. ini penting banget! PENTING BANGET! apalagi kalau di kampus kamu jarang ada orang Indonesia. Apalagi kalau rupanya di lab kamu isinya orang jepang semua. Please…. bahasa resmi negara ini adalah Bahasa Jepang, bukan bahasa Inggris, bahasa Sunda, bahasa Sansekerta, apalagi bahasa kalbu. Tulisannya juga ada hiragana, katakana, dan kanji…bukan pakai huruf latin apalagi huruf pallawa. Dan itu bertebaran di semuaaaaaa tempat.

Ada saat darurat ketika kalian sendirian dan butuh sesuatu, misalnya nyari toilet… atau nyari jalan…. bayangkan ketika kamu gak bisa bahasa Jepang sama sekali. “Yaelah, Mon… pake bahasa Inggris dong” hahhhahaha silakan aja -.- kalian cuman akan dapet senyuman hahahhaha.

3. Uang…. lagi lagi uang….!


Yaph… uang… kalau kalian kaya raya sih gak masalah ya hahhaha. Tapi kalau kalian pas-pas-an, dan yang lebih spesifik lagi udah gak mau ngerepotin orang tua lagi, think again about money. Matrealistis abis emang, tapi jujur aja kalian gak bisa bertahan hidup cuman modal Bismillah ke negeri orang, apalagi Jepang. Di sini harga mahal, terus kalian start your life from zero jadi harus beli keperluan sehari-hari (which is mahal), dan maaf aja di sini gak ada barang KW :p jadi kalau mau nyari barang murah KW-an waduuuh gak buka lapak mereka. Alternatifnya beli baju bekas dan manfaatin toko 100 yen (yang belum termasuk pajak). Kalau gengsi-gengsi ya abislaaaaah sudah :’D

Oiya biaya paling mahal di jepang especially Tokyo, adalah akomodasi (e.g apartemen). Itu bisa ngabisin 40-50 ribu yen! Dorm saya misalnya, karena dekat kampus, dekat stasiun, dan fasilitas cukup lengkap habis sekitar 45 ribu yen. Karena saya pelit dan mendadak suka masak sama beli baju yang bekas-bekas aja di flea market bulan ini saya abis sekitar 50 ribu yen ++ untuk hidup (agak tinggi karena harus beli macem-macem di bulan pertama). Jadi kalian harus sedia 80-100 ribu yen ++ untuk bertahan hidup selama satu bulan di Jepang. Mamam kan…

Ah cuman segitu. Oh cuman segitu, mari kita convert ke rupiah. Dengan asumsi 1 yen=100 perak aja, berarti dalam satu bulan kalian harus punya uang IDR 8-10 juta/ bulan. Kalau gak ada…. ini nasib kalian:
Image and video hosting by TinyPic

Maka alternatif kalian adalah cari beasiswa. Saya sendiri pakai beasiswa LPDP…. ya ampun bageur pisan deh beasiswa yang satu ini, dengan segala kekurangan yang mereka miliki, mereka terus memperbaiki diri, dan saya sebagai awardee jadi merasa makin bangga sama si LPDP. Kadang awardee sama staf LPDP suka saling greget… kadang seneng bareng-bareng…. pokoknya beasiswa ini bikin antara sesama awardee dan para staff LPDP udah ngerasa kayak keluarga, which is unique. Dan hebatnya ini Indonesia punya. Jadi… huhuhuhu please ikutan LPDP hahahaha.

Alternatif lain ada beasiswa MEXT, Panasonic, Hitachi (ini paling gede…. please coba juga hahha), dsb dsb dsb dsb dsb. Pokoknya kalau ke Jepang mah banyak beasiswa lah. Tinggal dicari. Cuman namanya disekolahin gretong ya, pasti ada syarat dan ketentuan berlaku. Nilai gak boleh terjun bebas, ada beberapa yang mewajibkan bikin presentasi atau laporan kemajuan belajar, dsb…dsb…dsb…dan mohon maaf ini harus dilaksanakan without excuse. Ada beberapa yang sampai stress, terpukul, dsb…dsb… waduh jangan lah. Ingat kalau kalian down, jangan lama-lama… kalau kalian jatuh terpuruk dan gak bangkit-bangkit kalian gak memecahkan masalah malah membuat masalah baru. Dan please….please…please…. jangan sakiti kuping gw lagi dengan alasan “Aduh TOEFL gw gak cukup”, “Aduh gw gak bisa bahasa Jepang”, sama kok saya juga dulu begitu. Tapi tekad yang akan jadi batu loncatan untuk berusaha melewati kendala.

Saya kerja serabutan 2 tahun kawan hanya buat ikut tes iBT TOEFL… buat ngirim berkas kesana kemari… buat beli buku, lainnya buat Mama atau buat nraktir orang rumah. Makanya poin pertama pada posting ini saya tulis “Perjelas apa tujuan kamu” tanpa itu kalian udahlah lewat aja.  Ketika saya memutuskan sekolah lagi, saya tahu secara karir mungkin saya akan tertinggal dengan teman-teman saya yang sudah lebih dahulu membangun karir dan membangunnya secara konsisten, saya sadar saya harus meninggalkan keluarga saya terutama Mama dan adik saya, saya bahkan sadar jangan-jangan ke-single-an saya akan menetap lebih lama karena beberapa orang ngeri denger cewek, lanjut sekolah di luar negeri, teknik pula (padahal mah pret… sama aja. Saya tetep super absurd di sini) dan parahnya saya ini rada penyendiri jadi oh well, it’s gonna be hard. Tapi sejak awal saya sudah secara mantap ingin sekolah lagi karena saya pikir I’m stupid… saya ini bodoh banget, jadi saya harus belajar. Saya juga punya misi, kelak orang-orang harus bisa lebih gagah berani dan tegar dalam menjalani hidup dan meraih impian mereka, saya harus perlihatkan pada dunia kalau “Hei look… I’m not such a perfect person, nor come from perfect and rich family…. but I can do it” Tujuan yang gak jelek-jelek banget kan? Dan itu bikin saya bertahan apapun yang terjadi.

Naaaah karena saya capek dan lapar… lanjut lagi di posting selanjutnya, entah kapan :p

 

Memilah dan Memilih Kebahagiaan…


Tiga hari lagi, tepat saya satu bulan di Jepang. Suhu semakin dingin… beberapa hari ini Tokyo hanya berkisar antara 19-13 derajat Celcius, itupun hujan sehingga real feel-nya bisa mencapai hanya 8 derajat Celcius. Bagi manusia yang menghabiskan lebih dari dua puluh tahun hidupnya di sebuah negara kepulauan di sekitar khatulistiwa suhu itu sudah terlalu dingin, setidaknya untuk saya yang tidak suka dingin sejak dulu. Tapi itu semua dapat ditutupi karena rupanya menjadi saksi hidup perubahan warna daun adalah hal yang sangat menyenangkan. Tempat baru, teman baru, budaya baru, pelajaran baru, semuanya luar biasa…ah tapi tidak semuanya berjalan begitu lancar.

Dari sad stories dulu, hal paling menyedihkan terjadi di bulan ini adalah saya diusir dengan hormat dari kelas statistika karena tidak bisa bahasa Jepang. That’s not that hurt, tapi si dosen bilang “You can see that everyone in this class are Japanese, you also must know that statistic is such basic knowledge and everyone here should have comprehensive understanding for it, moreover mathematics also a language. I can’t teach this class with english, because if I do majority students here will not gain comprehensive understanding and also the should learn another language again: english…, beside in this semester I don’t have time to provide any materials in english” jujur hati saya sebenarnya hancur hahhahaa…butuh satu minggu untuk kemudian totally happy lagi. Tapi sahabat saya datang dari Kyoto and we do sooooo many ridiculous things, bahkan ketemu sohib dari Tsukuba juga jadi happy lagi.

Tiada juga yang lebih menyedihkan selain kendala bahasa, oh yes… jadi di negeri secanggih dan semaju jepang orang-orang pada gak bisa ngomong bahasa inggris.Padahal tahun 2022 ini negara mau jadi tuan rumah olimpiade, hahahhaa selamat menikmati aja deh para turis kalau gak bisa boso jepang.  Bogor, gitu-gitu masyarakatnya lebih berani angkat bicara dalam bahasa Inggris walau belepotan. Hadeuuuh… rempong pokoknya. Lainnya… kangen Mama, kiki, pingku, mpus, semuanya di tanah air.  Tapi biarlah yang sedih-sedih itu berlalu.

Bahagianya… gak macet, transportasi di sini nyaman, masyarakat Jepang sangat rapi dan teratur jadi kayaknya gak ada masalah birokrasi yang belibet di sini, mmmm untuk muslim ikan juga banyak jadi buat saya sih gak masalah-masalah banget sama makanan, cuman kangen sama masakan mama. Oiya… jalan kaki di Jepang walau capek tapi nyaman, terus… taman-tamannya mungkin tidak seheterogen di Indonesia tapi semuanya tertata rapi dan bersih banget.

Bahkan taman deket dorm aja rapiiiii banget, gak ada sampah sama sekali, dan semua orang bisa secara leluasa menikmati secara graaaatissss

Walau udah maju banget, di jepang juga banyaaaaak banget festival budaya. Dari yang kecil-kecilan sampai yang besar-besaran. Pokoknya kalau kalian suka fotografi udah lah abis satu rol deh.

Kalo udah mau ada festival, semua kendaraan lain harus ngalah :p tapi itu gak terlalu masalah karena jumlah kendaraan pribadi sedikit jadi yo wis lah ya

Di sini, kuil-kuil juga dijaga dengan baik. Walau kata Sensei saya orang Jepang itu tidak jelas agamanya karena terlahir sebagai Shinto, menikah sebagai Kristiani, dan wafat dengan upacara keagamaan Budha. Tapi semua fasilitas keagamaan sejauh ini sangat dihargai. Bahkan pengalaman terakhir ke Masjid Camii Tokyo, ada beberapa orang Jepang yang datang ke dalam masjid untuk menghayati kesyahduan dan kekhusyuan di dalam masjid. Jadi TOP banget lah.

Kuil sekecil apapun…. dijaga selaras dengan alam… gak tau kenapa, tapi sejauh ini kalau saya perhatiin di sekitar kuil pasti selalu ada pohon-pohon rimbun. Ada kakek-kakek yang cerita, tapi sayang saya gak paham nihongo

Komunitas muslim di Jepang juga makin berkembang, jadi muncul beberapa masjid di beberapa daerah. Dan itu menyenangkan banget. Walau masih jadi minoritas [banget] tapi insya Allah muslim dan Islam sudah semakin familiar bagi masyarakat Jepang. Hopefully, semua muslim bisa bertindak dan berlaku baik biar semakin mengangkat nama Islam ke posisi yang lebih baik 🙂

Pokoknya kalau masalah public facility, aman tenteram dan nyaman banget deh. Oiya sebagai penggemar kereta, hidup di Tokyo sebenarnya lumayan asyik karena semua spot-spot seru terhubung dengan kereta. Keretanya juga nyaman, yaaaaah kalau udah kegencet di kereta jabodetabek mah mau masuk kereta api di Jepang pas rush hour juga sepele banget lah.

Dengan kenikmatan public facility ini, tiba-tiba Sensei saya kemarin bertanya “Japan is very nice isn’t it? Which one do you like Japan or Indonesia” That’s simple question… tapi otak saya yang memang dari dulu agak tumpul ini mikir juga untuk pertanyaan sesedehana itu. Iya ya… apa coba enaknya Indonesia, kalau ke Bogor… macet, kotor, berantakan, mmmm…. yang diliat angkot lagi angkot lagi. Tapi terjadi konflik dan perdebatan yang sangat seru antara otak dan hati nurani. Secara logis saya mengakui pemerintah Jepang cukup memanjakan masyarakatnya dengan sistem yang ada dan yaaa… masyarakat Jepang sangat mudah diatur. Mungkin karena mayoritas masyarakatnya golongan darah A.

Kalau masalah ketertiban, Indonesia harus belajar mati-matian ke Jepang. Di sini orang gak ada yang nekad nerobos rel kalau udah ada suara sirine, bahkan lampu merah pun masih diturutin walaupun udah gak ada kendaraan di kiri kanan depan belakang…. such an amazing things buat saya hahahha.

Tapi hati ini…. hati ini yang paling gak bisa bohong, dan dengan tegas dan pasti dia menjawab “INDONESIA! karena aku lebih bahagia di Indonesia” Otak mengalah, ok fine… tapi karena sudah sifatnya yang selalu ingin tahu maka otak terus mencari alasan, alasan paling rasional yang menentukan level kebahagiaan.

Kini otak ini mulai menemukan jawabannya…
Setidaknya menurut pengamatan saya, Jepang khususnya Tokyo, mungkin memang kota yang megah, semua ada, semua lengkap, cantik, rapi, for me… almost perfect selain jumlah tangganya yang kebanyakan di beberapa stasiun dan jujur kadang bikin kaki kayak mau copot. Tapi bahagia bukan hanya masalah kesempurnaan rupanya. Di kota sebesar ini, ramai… tapi sepi. Setiap orang menjadi sangat mandiri dan sangat sibuk dengan urusan mereka masing-masing, kadang bertegur sapa tapi hanya sekenanya, setelah itu semua berlalu. Di Jepang, komposisi penduduknya adalah piramida terbali, jadi jumlah orang tua lebih banyak dibandingkan generasi mudanya. No wonder, di sini orang sehat-sehat karena pada rajin olah raga, dan kalo gak suka olah raga karena gak ada angkot jadi kemana-mana pakai sepeda atau jalan kaki. Makanan di sini juga bersih dan sehat-sehat, susu murah, jus murah, teh hijau dan minuman sehari-hari…. yaaaa jarang lah ya yang mati muda kecuali sakit parah atau bunuh diri. Tapi di masa tua mereka, mereka sendiri… melakukan hobi sendiri, jalan-jalan sendiri, kadang nyasar di suatu tempat dan gak ada yang nganter mereka, ada juga yang udah sepuh banget dan tinggal sendiri untuk jalan pun susaaaaaah banget dan saya amaze karena tidak ada satu orang pun yang seakan-akan melihat hal itu!

Jepang itu indah… sempurna… tapi kurang hangat. Setidaknya menurut saya.

Di Indonesia, seruwet apapun Indonesia… seruweeeeet apapun itu… sebuah keluarga yang bahagia saling bercengkrama. Orang tua bisa melihat anaknya dari saat mereka lahir hingga kemudian menikah dan punya anak, menimang cucu mereka bahkan seringkali merawat cucu mereka karena anak mereka harus bekerja. Di suatu lingkungan, semua orang saling bercengkrama dari hal yang sebenarnya gak penting hingga pergulatan politik tanah air yang sebenarnya gak ngerti-ngerti banget juga sih. Bahkan di Indonesia, percakapan dalam sekelompok orang di sekitar tukang sayur pun bisa begitu menyenangkan.

Di Indonesia, semua orang mudah tertawa lepas. Kesal dengan tagihan listrik yang naik terus tapi tetap byar pret dan ketika mati listrik semua di rumah kemudian tertawa “Ya ampuuuun…. please deh nih Perusahaan Lilin Negara, udah abis stok lilin niiiih”. Bahkan kita bisa tertawa lepas ketika melihat ada kucing kampung yang kemudian jatuh cinta dengan kucing angora dan kemudian membuat aneka kebisingan sehingga membuat anjing di komplek jengkel dan terus menggonggong tapi tidak digubris oleh si kucing yang sedang kasmaran. Begitu hangatnya Indonesia, sehingga kita semua mudah tersenyum dan tertawa.

Dalam kelas filosofi ada yang bertanya seberapa penting agama dan Tuhan dalam pendidikan dan kehidupan. Ah… mereka belum bertandang ke Indonesia…Ketika ada seorang pria lusuh begitu lelah sepulang dari kantor, lalu bercerita kepada istrinya “Aku hari ini kacau banget di kantor”, lalu dengan senyum hangat si istri bilang “Ya udah, nanti aja ceritanya, makan dulu ya terus shalat biar Allah yang selesaikan semuanya”. Atau ketika seorang anak menangis “Maaaaa…. besok ujian, saya belum bisa deh kayaknya” lalu dengan senyum hangat Mamanya menjawab “Udah belajar kan? Ya udah sekarang shalat, terus istirahat…. nanti malam tahajud, biar Allah bantu ujiannya besok” dan seketika hati terasa lebih tenang. Tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah, tapi menenangkan hati, dan ketenangan hati ada modal awal menyelesaikan masalah.

Maka wajar bukan, jika majalah TIME pernah menyebut bahwa Indonesia bukan salah satu negara yang paling makmur, tapi jelas salah satu negara yang paling bahagia.

Terpisah ruang dan waktu dengan orang-orang yang saya cintai sepenuhnya mengasah tiap lipatan otak saya semakin menemukan jawaban bahwa bahagia bukan masalah memperoleh kesempurnaan tapi masalah mensyukuri dan menikmati apa yang kita miliki.

Sulit dicerna maksud saya?
Ah… begini.
Mengapa kita mencintai seseorang? Karena dia sempurna? Oh tidak kawan…
Ada banyak alasan… tapi salah satu alasannya adalah karena orang tersebut bisa menerima kita apa adanya dan kita tetap bersyukur dalam menjalani berbagai kondisi bersamanya.
Saya tidak sempurna, saya gendut, pemalas, dan suka tidur… Nobody will love me kalau semua orang mencintai orang lain karena kesempurnaan. Saya ingin dihargai bukan karena fisik namun karena ada gagasan di balik timbunan lemak ini. Dan saya bersyukur ada orang-orang yang bisa menghargai dan menerima saya sebagaimana saya apa adanya. Accepted me as a whole package.
Saya juga tidak memilih bergaul atau menyukai seseorang karena dia sempurna, tapi lebih  karena saya menyukai orang-orang yang mengakui kekurangannya secara rendah hati, menyelipkan sedikit humor dalam setiap hal, namun kemudian dengan kepala tegak mengakui “Well, I’m not perfect… but life goes on, so I’m moving on” Ketika saya bertanya kepada ayah saya kenapa mau menikah dengan mama saya, he answered “Ayah menyukai mama dan menerima mama dari negatif tak hingga sampai positif tak hingga, Mama bukan yang paling sempurna, tapi mau menerima ayah dan menyempurnakan ayah”

I love my country…
I love my family…
I love my teachers…
I love my friends…
Not because they are perfect, but because they are perfect me.

Terima kasih, semuanya 🙂
Dari pelosok Tokyo yang makin dingin, 20.57 JST

Pamit…


Pamit: /pa·mit/ v permisi akan pergi (berangkat, pulang); minta diri;

Saya bertanya-tanya mengapa definisi pamit pada KBBI salah satunya adalah “minta diri”
Bukankan diri kita adalah hak kita, untuk apa kita meminta diri kita sendiri? Eits…tidak… tidak seperti itu.

Saya pernah membaca bahwa mungkin setiap orang, berada di suatu tempat…di suatu waktu… karena mereka dipercaya Tuhan untuk menyelesaikan sesuatu di saat itu, di tempat itu, tentu dengan orang-orang yang ada pada waktu dan tempat tersebut. Jika tugas sudah diselesaikan, maka mereka akan dipercaya Tuhan untuk meloncat ke ruang dan waktu yang lain, bertemu orang-orang yang berbeda pula… begitu seterusnya…. seterusnya… seterusnya… hingga seluruh tugas selesai maka Tuhan akan memanggil mereka satu per satu.

Ada dua implikasi jika hal tersebut [mungkin] benar. 1. Seseorang tidak akan pernah melompat, mengambil level yang lebih lanjut dalam stage kehidupannya jika dia belum menyelesaikan stage sebelumnya. Maka terima saja terjebak di ruang dan waktu tersebut. 2. Jika tugas di suatu ruang dan waktu sudah selesai, maka bersiaplah jika harus dipercaya untuk mencicipi ruang dan waktu yang lain dan bertemu orang-orang baru.

24 tahun saya hidup… saya sudah terikat dengan orang-orang yang begitu berarti untuk saya. Mama… adik saya… keluarga saya… guru-guru saya…. teman-teman saya… semuanya. Kalian tahu? selama 24 tahun saya belajar untuk bangkit berkali-kali ketika jatuh, saya belajar untuk tidak terlalu cengeng menjalani sesuatu, saya menyaksikan betapa banyak orang demi seorang Marissa Malahayati sudah melakukan dan mengorbankan banyak hal.

Saya melihat Mama saya sejak Beliau masih sehat, hingga kini jalannya yang sedikit pincang karena pernah terkena stroke. Rambutnya yang tebal semakin banyak yang rontok dan sedikit demi sedikit mulai menjadi abu dan putih.

Saya melihat adik saya, sejak dia masih bayi… saya bermain bersama dia, belajar beberapa hal bersama, ngomel-ngomel ketika dengan puppy eyes dia meminta saya mengerjakan tugas keseniannya [dan tetap saya kerjakan juga], hingga kini dia sudah kelas 2 SMA… sedikit lagi mengecap bangku kuliah… sebentar lagi menghadapi dunia yang saya hadapi saat ini.

Saya mengenal ayah saya… mendengar cerita-cerita Beliau… dimarahi habis-habisan karena salah tajwid ketika membaca Al-Quran, hingga Beliau akhirnya meninggalkan saya dan saya yang sekarang hanya berusaha mengingat-ngingat apa yang pernah Beliau katakan, membaca ulang buku-buku koleksinya, dan berjuang menjadi anak perempuan baik yang selama ini Beliau idamkan

Selama 24 tahun saya hidup, saya melihat segala sesuatu banyak yang berubah.
Saya sendiri berjuang untuk mengubah diri saya menjadi lebih baik, membuat orang-orang bisa menjadi bangga pada saya yang sepertinya tidak melakukan hal luar biasa yang begitu signifikan untuk mereka. Saya berjuang… kadang menangis… tapi setiap saya menyadari bahwa orang lain mungkin telah berjuang lebih keras untuk saya, rasanya terlalu tidak sopan untuk menyerah terlalu dini.

Hingga akhirnya Allah merestui saya untuk meloncat ke ruang dan waktu lain bertemu orang-orang baru, saya diizinkan untuk melanjutkan studi saya ke JEPANG.

Untitled

Sesungguhnya, saya sudah berusaha untuk melakukan yang terbaik untuk setiap orang yang berarti yang akan saya tinggalkan sementara di tanah air, akan tetapi saya tidak tahu apakah segala usaha tersebut juga dirasa baik untuk mereka. Maka izinkan saya, melalui tulisan ini “minta diri” untuk melakukan perjalanan jauh kali ini. Genapkan kesempatan yang diberikan Allah ini dengan doa dan izin dari kalian semua.

Marissa akan tetap menjadi orang yang sama.
Masih menjadi pecinta kucing, masih akan senang menggambar, masih akan menjajal rasa penasarannya terhadap fotografi, masih malas untuk membuka selimut dan bangkit dari kasur setiap kali bangun tidur, masih tidak suka melihat anak-anak kecil yang memberi jasa ojek payung harus kehujanan karena meminjamkan payungnya untuk orang lain, masih suka lagu-lagu jadul, masih suka bicara sendiri dengan boneka, masih suka memeluk Mama setiap kali ingin dimasakan sesuatu, masih suka jadi Ms. complain, dsb… dsb… dsb…

Yang seharusnya berubah adalah kedewasaannya, kemandiriannya, dan pola pikirnya.

Sekali lagi, terima kasih untuk kalian semua, dan sekali lagi pula… izinkan saya berpamitan dengan kepala tegak kepada kalian semua.
Biarkan perjalanan ini membuat saya bisa menghargai sesuatu lebih baik dari sebelumnya,
biarkan pelajaran yang saya peroleh menjadikan saya seseorang yang memiliki gagasan dan pemikiran yang lebih lugas dan cerdasbiarkan semua hal yang akan saya hadapi nanti membuat saya tertawa dan meringis dan kemudian menjadi saya menjadi seseorang yang lebih kuat dalam menghadapi segala hal.

Rasanya tidak tahu terima kasih sekali jika perjalanan ini saya sia-siakan.

ketika saya pulang nanti, ketika tiba waktu kalian menggerinyitkan dahi dan berpikir beberapa menit “Ini siapa ya? perasaan kenal” lalu mengingat saya sepersekian menit berikutnya “Oiyaaaa…. inget….inget!”, saya harap ketika hari itu tiba saya memang menjadi seseorang yang pantas untuk kalian ingat dan kalian kenal…

Sebagai satu partikel kecil diantara jutaan bahkan milyaran partikel-partikel lainnya di planet ini yang setiap saat berdoa dan memuji Sang Pencipta, saya tentu harus tahu diri bahwa jika tidak melakukan apa-apa maka saya hanya sekadar membuat sesak planet ini dan huuuftttt… apa yang bisa saya banggakan pada Allah nanti. Maka dengan ini, dengan rasa terima kasih yang teramat sangat, saya berjanji untuk melaksanakan tugas-tugas saya dengan sebaik-baiknya. Terima kasih Ya Allah…

dan untuk semuanya yang saya kenal… saya mohon doa kalian semua dan tentu saya mohon pamit beberapa waktu dari tanah air tercinta ini. Sekali lagi, terima kasih.

 

Karena berjuang tidak sebercanda itu…*


Image and video hosting by TinyPic

“Blackbird singing in the dead of night
Take these broken wings and learn to fly
All your life…..
You were only waiting for this moment to arise.

– Blackbird, The Beatles- “

Saya mulai melihat kalender dan wew… sebentar lagi September aja. Lalu saya bolak-balik kalender itu, lalu dengan senyum simpul saya melihat tahun akan berganti dari 2014 menjadi 2015. Karena pekerjaan, saya selalu ke kampus saya… lalu melihat mahasiswa baru sedang menjalani Masa Perkenalan Fakultas dan Masa Perkenalan Departemen. Kerennya lagi, saya disapa mantan murid saya yang sedang mengurus wisuda S1-nya, itu sih belum terlalu jleb… di sampingnya ada teman-temannya, ada yang bilang dalam waktu dekat dia akan segera sidang untuk S2-nya… bahkan ada juga yang bilang “Kak, nanti datang ya aku mau nikah insya Allah bulan depan” huhuhuhuhuhuhu….. ada gelitik-gelitik geli ngilu gitu kan di hati, oh come on pasti ada yang tahu perasaan macam itu.

“Kakak sekarang kerja dimana?”
Saya jawab singkat “Biasa aja di kampus lah yang deket-deket rumah hehehe…”
“Saya kira kakak sekolah lagi”“Iya doain aja… bulan depan kakak berangkat”
Dan DHUAAAR heboh deh, respon paling mainstream adalah “Whoaaaa…. keren banget, gimana sih kak caranya? Aku mau nih…”, “Ih enak banget ya…. jalan-jalan… gratis pula”

Well, terima kasih. Tapi mmmm… mungkin semua tidak semudah yang terlihat ya 🙂
Ah kalian… kalian harus melihat apa yang seringkali tersembunyi di balik layar.

——————————-

Kembali ke masa bertahun-tahun yang lalu, ketika saya masih kuliah… dengan sangat PD-nya saya bilang kepada seorang teman saya “Liat deh, gw mau kasih liat ke dunia. Bukan berarti gw gak kaya…. gak pinter… gak cantik… gak langsing… dan dengan segala kekurangan gw, gw gak bisa lanjut sekolah lagi. Gw mau kasih liat kalau keterbatasan kita bukan halangan kita buat berjuang dan maju. Gw pasti bisa, dunia harus tau itu.” dulu sih cuman omongan dua remaja labil yang imajinasinya selangit dan setelah itu kami ketawa aja sambil menertawakan dompet yang lebih mahal dari isinya hahahaha :’D tapi semua semakin serius… serius… dan serius.

Kita bisa secara mudah bermimpi, menginginkan sesuatu, merencanakan sesuatu… tapi untuk mengapai ridha Tuhan itu perjuangannya tidak semudah yang bisa kita bayangkan. At least untuk saya…

Saya sudah nyaris putus asa berkali-kali. Lebih banyak dari yang bisa kalian bayangkan.

Untuk meraih impian saya sekolah lagi ini, saya sudah mengorbankan masa 2 tahun pasca saya kuliah S1. Jadi saya sudah cukup kebal melihat teman-teman saya yang sudah lulus S2 bahkan mau lanjut S3, yang udah dapat karir yang bagus, dan sebagainya-dan sebagainya-dan sebagainya. Berat? Biasa aja… itu mainstream, tapi dunia kemudian menjadi sedikit lebih sadis ketika kamu adalah wanita, anak yatim, mama kamu sakit, adik kamu masih “kecil”, kamu gak kaya, ndut, dsb…dsb…dsb…

Hal paling membuat sedih adalah ketika banyak yang berpikir betapa sadis dan egoisnya saya karena tidak mengejar karir. “Idih… buat apa sekolah tinggi, sombong banget… kekayaan banget ya” Waaaah udah kenyang deh. Keluarga saya mementingkan akademik tapi society di sekitar saya? Oh itu lain cerita. Tapi mungkin karena setengah hati, sepertinya saya tidak pernah benar-benar lama dalam suatu pekerjaan atau benar-benar serius dalam apply pekerjaan. Pikiran saya masih melayang-layang “Yaaah, masa gak jadi nih sekolah lagi”

Pergolakan logika dan nurani itu luar biasa loh, saya sih ceria-ceria aja keliatannya… but when you know me a lot, I cried aloud too hahaha tapi di balik layar.

Baiklah lupakan masalah kisah tragis yang satu itu. Yang pasti, bukan berarti saya tidak peduli dengan keluarga saya ketika saya memutuskan sekolah lagi. Hahahaha…. kalian pikir saya dua tahun ini ngapain aja? Main bola bekel? Saya sudah persiapkan segalanya sebaik yang saya bisa. Saya sudah buka tabungan pendidikan untuk adik saya supaya kami tidak terlalu kaget pas dia masuk universitas nanti, saya sudah punya asuransi karena sama seperti kata salah satu teman saya yang kece, Tiko, “Kita gak pernah tau, Mon apa yang akan terjadi sama kita”, saya punya tabungan untuk saya sendiri dan tentu tabungan untuk Mama saya. Tidak banyak sih, tapi itu saya perjuangkan bertahun-tahun. Saya sudah bilang ke Allah untuk menjaga semua orang yang saya cintai dengan penjagaan terbaik.

Ketika beberapa orang yang mau lanjut sekolah ke luar negeri, asik dengan euphoria mereka masing-masing, mau belanja ABCDE, mau jalan-jalan ke XYZ… otak saya lebih sibuk berpikir bagaimana dengan keluarga saya ketika saya tidak ada… siapa orang-orang yang saya bisa percaya. Pokoknya ala emak-emak rempong banget hahahaha. Tapi saya bahagia karena fase ini membuat saya semakin percaya betapa luar biasanya dukungan keluarga saya, terutama Mama yang sudah tahan kuping dan hati denger komentar macem-macem tentang anak perempuannya yang satu ini. Saya juga bisa menemukan teman-teman yang benar-benar tulus membantu dan menolong saya. Ini menjadi fase dimana saya bisa berpikir secara lebih tenang dan dewasa, tidak semeledak-ledak dulu. Saya bisa lebih tenang karena semuanya terlihat sudah dipersiapkan dengan baik, semoga Allah meridhai segalanya.

Masalah itu boleh lah ditinggal sebentar, lalu sampailah pada masalah lain. Love life….
Tentu saja kisah horornya adalah “Kamu keasikan sekolah, nanti gak nikah… single terus… atau nikah tapi udah tua terus susah dapet anak…lalallala” huhuhuhuhu… itu lebih menyedihkan daripada dibilang gendut loh, huhuhuhuhuhuhuhuhu *peluk bantal galau*
Seperti yang sudah saya tulis pada posting sebelum-sebelumnya, “Impian saya lebih lama saya kenal dan mengenal saya dibandingkan pria manapun, maka saya harus perjuangkan impian saya terlebih dahulu” dan seperti yang saya bilang pria manapun yang akhirnya ikhlas mendampingi saya nanti entah deh pasti sabar banget dan mungkin sebenarnya dia lagi asah golok di kolong kasur dan memelihara king cobra cuman kita gak tau aja.

Siapa sih yang gak mau menikah, waaaah saya sih mau-mau aja, apalagi kalau dia jago masak dan jago nyetrika ahahahaha jackpot banget *mulai salah fokus*, but to be honest apa salahnya juga sih single? Bukan dosa besar lagi hahaha…. sebagai wanita yang berjiwa bebas saya lagi happy-happynya menikmati masa ke-single-an saya hahahaha.

Well, gak sih… gak se”kejam” itu.
Saya ingin konsenstrasi dengan studi saya. Bayangkan! Udah dua tahun nunggu, udah bikin Mama pusing, udah mengorbankan banyak hal, udah dibantuin banyak orang, punya Sensei baik hati, masa saya gak all out sih untuk masalah ini. No way! Ini serius… bentuk terima kasih dan syukur saya adalah melakukan yang terbaik yang saya bisa apalagi otak kuotanya terbatas  udah faktor-U pula yaaaa mau gak mau kan harus serius.Gak ada waktu deh pajang foto selfie sama pacar, update status  makan dimana,masak apa, untuk si ayang setiap saat, oh come on gw udah makin tua nih yang pasti-pasti dan praktis-praktis aja deh.

Last but not least, saya suka pria yang keren banget… yang keliatan perjuangan hidupnya. Biarkan saja dia berjuang untuk keluarganya terlebih dahulu yang sudah berjuang untuk dia selama bertahun-tahun. Biarkan juga dia menyelesaikan tanggung jawabnya yang pasti seabrek-abrek sebelum dia memulai tanggung jawab baru. Lagipula saya kan matrealistis gitu deh, saya mau menikah dengan pria yang punya paham pernikahan kami harus merupakan hasil kerja keras kami, widiiiiw…simple aja tapi harus mengena. Biarkan aja pria yang entah siapa ini bahagia dulu menikmati masa lajangnya sebelum rambutnya rontok satu per satu karena memikirkan KPR… tagihan listrik… tagihan air… sekolah anak…tingkat inflasi… harga BBM yang naik… dsb…dsb…dsb… HAHAHAHAHAHAAHA *sumpah gw jahat banget :p*

Kalau kata sastrawan mah:

If you love someone, set them free. If they come back they’re yours; if they don’t they never were.
-Richard Bach-

Saya ini orangnya gak bisa diatur… jadi saya ingin pria yang bisa membebaskan saya tapi tetap bisa menasehati saya ketika saya salah. Sama seperti itu, begitu pula kelak saya akan menghargai orang yang saya cintai… apapun pilihan dalam hidupnya, selama itu baik maka akan saya dukung. Taraaaa so simple, saya pusing kalau ribet-ribet. Cuman segitu aja, Mon? Ahahahaha… iya ya…kok cuman segitu aja, kasian banget padahal udah rela menerima cewek gempal-gempal imut yang gak mau diet ini. Yaaaah sementara tentatifnya gitu dulu lah. Sabar ya, sayang :’D

Yang pasti, semua pasti ada waktunya.

Huft… sudah lebih dari 24 tahun hidup, rupanya hidup itu capek ya.
Seperti layaknya atlet bulutangkis Indonesia, udah keringetan… capek loncat-locat, lari-lari ngejar shuttlecock, masiiiiiiih ajaaaaaa dikomentarin macem-macem sama penonton yang sebenarnya sejak awal tugasnya sebagai supporter. Tapi bayangkan ketika kemudian bisa menang! Semua tepuk tangan riuh di lapangan, capek hilang, dapat hadiah pula! Huwaaaa sensasinya itu loh!

Namanya juga perjuangan…. yang penting menghadapi semuanya dengan kepala tegak 🙂

*) terinspirasi dari kata-kata Sudjiwo Tedjo; “Jangan sengaja pergi agar dicari. Jangan sengaja lari biar dikejar. Berjuang tak sebercanda itu”