Cekrek!!! Memotret slide ketika kuliah, etis kah?


“Jadi kalau kalian foto itu semua slide, kalian beneran baca?” #tanyaserius

Image and video hosting by TinyPic

Mungkin jika saya kelak jadi dosen, hal pertama yang akan saya lakukan adalah: TURN OFF PROJECTOR! karena lama-lama kasus potret memotret slide itu semakin menyebalkan. Apalagi dengan hp jepang! Ya HP jepang, yang pasti bunyi ketika shutter ditekan =.=
CEKRIK!
CEKlek!
CEKROK!
JEPREEEET!
Wooooi! berisik!

Sebenarnya saya tidak bermasalah-masalah banget sih dengan orang-orang yang mengeluarkan hp mereka dan memotret seluruh slide. Mungkin ingin menyalurkan hobi fotografi atau memang sangat antusias dan ingin segera pulang ke rumah mencetak si foto dengan ukuran A0 dan memajang foto itu di kamar agar ngelotok di otak 😀 Semua kemungkinan bisa terjadi kan? Nah, masa iya menyalurkan minat dan bakat dilarang :’D Jangan iri dengki kamu, Mon!

Tapi kok saya lama-lama risih ya? Ini murni personal opinion loh ya… jadi tidak bermaksud mendiskriditkan siapapun.
Kata sensei saya, kalau mau mengkritisi sesuatu harus menjabarkan alasannya terlebih dahulu. Yo wis! Manut ae kalau ke Cencei mah.

1. Is that the way “today’s students” appreciate their teacher?
Saya pernah jadi mahasiswa nakal! Pernah sampai dikeluarkan dari kelas. Dibandingkan kalian, mungkin saya pernah jadi mahasiswa yang lebih buandel. Namun kemudian saya belajar, seiring dengan bertambahnya usia dan uban ya hahahhaha, bahwa bukan begitu cara menghargai orang lain. Setidaknya menurut saya.

Atau mungkin, ini sih saya saja yang “baper” karena sudut pandang saya sudut pandang introvert.

Image and video hosting by TinyPic

Saya sih jujur saja, jika saya mengajar di depan kelas… kemudian terdengar bunyi CEKLAK! CEKLEK! CAKRUK! aduuh saya kan jadi gak enak, jadi kalian merasa saya ini Kim Kadarshian?
karena saya jadi mikir kalian teh merhatiin gak? Ngerti gak? Bukan slide yang perlu kalian pahami, tapi pemaparan dan penjelasan yang disampaikan oleh orang yang sudah berbusa ngomong di depan kalian semua.

Yah mungkin hak kalian sih “Ih dosen sama guru tuh ngomong di gaji tau!”
Iya, betul… saya pikir kalau dosen mau kejam sih pamer muka aja…pajang slidenya terus bilang “Yak bocaaaah! foto nih, puas-puasin. Besok kuis!” selesai! Semua pun senang! Hahahahaha.
Saya ingat pernah suatu kali salah satu dosen saya bilang “Saya itu gak butuh kalian, kalian yang membutuhkan saya” sedikit mmmm… well agak manasin kuping sih, tapi yaaa emang iya sih hahhaa. We attend a lecture to absorb something that more than we can absorb just from read books or handouts, itulah fungsinya ada tenaga pengajar di depan hidung kita.

Kemudian saya berpikir dari sudut pandang guru. Sakit gak sih kalau udah berkoar-koar di depan kelas eh point of focus murid-muridnya adalah “menyalurkan hobi fotografi”. Nah… nah… pernah belajar TEORI KEBUTUHAN MASLOW? dua puncak tertinggi kebutuhan manusia itu adalah: Aktualisasi diri dan Penghargaan. Saya pikir menjadi pengajar itu bentuk aktualisasi diri yang bisa ditempuh seseorang, namun untuk sampai si puncak ini, seseorang harus mendapatkan “Penghargaan” terlebih dahulu… saya pikir penghargaan dari seorang pengajar salah satunya adalah penghargaan dan pengakuan dari murid-murid mereka.

Nah, kita kan murid-murid nih… iya gak sih? Katakan pada saya standar penghargaan kita terhadap guru itu yang benar seperti apa sih? Saya tidak tahu, mungkin standar saya terlalu old school.

Huuuuuu…. kuno lo, Mon!

Then, ok! let’s move on to another reason

2. BERISIK!!!!!!!! dan sorry to say MENGGANGGU!
Ya udah deh, saya ngalah… memfoto slide kuliah itu memang mahapenting. Namun saya tidak tahan dengan bunyi berisik gadgetnya. Apalagi handphone Jepang…. aduuuh itu bunyinya bisa satu kelurahan dengar. Mungkin beberapa orang tidak tidak masalah ya, tapi sayangnya saya ini manusia yang mudah terdistraksi, jadi yaaaa annoyed lah. Kadang saya sampai hitung loh berapa kali bunyi CEKREK handphone yang saya dengar pada saat kuliah.

Yah gitu doang… cupu sekali Anda Marissa.

Oh, bukan itu saja, Anda tentu paham jika Anda ingin mengambil foto slide, Anda harus mengangkat tangan Anda. Dan saya, si pendek ini, yang sukanya duduk di pojokan kelas, yang lebih suka mencatat, harus sabar menunggu lambaian tangan para fotografer. CEKREK CEKREK CEKRET. Yak! Selesai sudah kalian memotret, tangan turun…. dan yak! Slide pun berpindah halaman :’)

No prob…. sudah biasa~hiks.

Begini…
Ketika kita pergi ke Masjid saja, kita diminta mematikan atau at least silent mode si telepon. Kenapa? Kan handphone juga handphone kita… suka-suka kita dong!
Perlu saja jelaskan kenapa? Karena DIKHAWATIRKAN MENGGANGGU KONSENTRASI JAMAAH!
Siapa tau juga kan, Imamnya sudah sepuh… lagi mimpin shalat baca Ar-Rahmaan, eh tiba-tiba ada handphone bunyi, waaah…. bisa aja imamnya jadi buyar terus lupa “Waduuuh, ini Fabiayyi Ala Irobbikuma Tukadziban yang ayat keberapa nih?”
Bisa aja kan?

Maka saya pribadi berkesimpulan, kode etik itu sesungguhnya jadi latihan untuk kita semua dalam menghadapi the real life.
Bukankah hal seperti itu seharusnya membuat kita berpikir “Eh iya ya, kita itu harus meminimalisir kelakuan kita yang mengganggu orang lain” iya gak sih?
Karena tidak semua orang memiliki kondisi sebaik kita. Mungkin kita memang jenius, awesome, luar biasa, punya konsentrasi tinggi. Tapi di samping kita? di depan kita? belum tentu lagi.

Aduh saya jadi ingat kakek saya pernah bilang “In your life, jika kamu tidak bisa membantu orang lain, setidaknya jangan mengganggu atau merepotkan orang lain”

3. Are you really READ your photos?
Saya ini pencatat yang buruk. Catatan saya hanya saya yang paham. Di S1, tidak ada yang mau meminjam catatan saya karena 1.) tulisan saya jelek, 2.) catatan saya itu lebih berbentuk gambar dari pada tulisan. Alhamdulillah sih jadi gak ada yang minjem AHAHAHAHAHAHAA. Masih ingat kah kalian nasib para manusia dengan tulisan bak mesin tik? Catatan mereka selalu berakhir di tukang fotokopi :’P

Image and video hosting by TinyPic

Namun apapun ceritanya, mencatat itu lebih baik untuk mengingat apa yang sudah kita pelajari. Saya misalnya, walaupun seringkali FAIL, tapi saya pasti ingat “Eh iya itu loooh…. aduuuh yang pake stabilo ijo! Aduh yang minggu lalu, gw nulis kok kalau gak salah ini deh *lalu nulis random dan mengarang bebas* ”

Tapi foto? Mau kalian apain? di pajang di Path?
Pernah suatu hari, ketika saya masih menjadi asisten dosen, murid saya curhat “Kak, catatan saya hilang”
“Hah, kenapa? kok bisa? Kehujanan?”
“Bukan, Kak…. hp saya di reset ulang gitu”
Zzzzzzzz….. =.=

Saya sih yakin beberapa di antara kalian memang by default pintar dan rajin, jadi si foto itu kalian pelajari. Tapi, ingat jika kalian ingin ngiket itu ilmu, pengen gak mau ilang, maka CATAT. Foto mah, sekali reset ilaaaaang!
Ingat deh Ikatlah Pengetahuan dengan menuliskannya”  begitu kata Sayyidina Ali bin Abi Talib.
jadi if it is possible, at least catet apa aja lah hahahhaaha :’D

demikian alasan saya.
Namun saya menyadari ini juga bukan sepenuhnya kesalahan para murid sih. Beberapa memang terpaksa karena gurunya kadang pelit berbagi literatur atau handout yang perlu dipelajari lebih lanjut. Jadi mmmm… punten loh ini Pak…. Bu….
jika boleh, izinkan kami memperoleh seluruh bahan material kuliah sebelum masuk kelas.

“Lha, emangnya kamu baca, Mon?”

hehe… gak juga sih :p kan saya kadang bandel. Tapi setidaknya itu mengurangi alasan pembenaran diri bagi kami para murid yang kadang suka keterlaluan males dan bandelnya ini :’)
Sungkem saya untuk semua guru-guru yang saya hormati  😀

 

Belajar menjadi manusia seutuhnya: Catatan seorang PhD newbie


Tidak pernah terlintas dalam hidup saya bahwa saya akan menjadi seorang PhD candidate. Sampai bisa sekolah master di luar negeri saja sudah begitu “Wah” untuk saya. Wong saya ini anak ndeso kok! Lahir boleh di Jakarta, tapi sekolah SD di Leuwiliang… namanya saja tidak bonafid!
Setelah itu pindah dan tinggal di kawasan Ciomas… lagi-lagi namanya kok ya agak ndeso gitu ya, dan memang ndeso karena pizza h*t saja enggan delivery ke kampung ini :’) untungnya sekarang sudah ada g*jek dkk… jadi tidak terpencil-pencil banget lah. Tapi tetap angkot 32 hanya mau mengantar sampai ke “dusun” saya pada jam kerja. Jangan harap dapat angkot yang mengantarkan Anda ke area dusun saya jika sudah lewat jam 6 sore.

Kuliah pun di kampus IPB Dramaga. Wuaduuuh rek! Boleh lah kampus ini jadi salah satu kampus terbaik di Indonesia,tapi posisi si Dramaga ini jauh dari peradaban. Sungguh, kami para mahasiswa kere ini sesungguhnya memendam keirian mendalam pada kampus diploma dan pasca sarjana yang punya posisi lebih elit. Namun kami pun sadar, kalau toh kampus kami dipindah ke daerah yang lebih elit, sesungguhnya uang jajan kami yang hanya cukup untuk beli nasi uduk plus telor penyet (itu pun masih mencari warung yang paling murah) tentu tidak akan sanggup menggapai kemewahan pusat kota. Yo wis lah mau bagaimana lagi.

Belum lagi saya ini orangnya kuper. Hobi: Tidur, makan, dan uwel-uwel kucing.
Bahasa Inggris saya juga yaaaah gitu-gitu aja. Bahasa Jepang cuman bisa kore-kore. Bahasa perancis, cuman bisa baca, listening dan speaking sih wassalam  :’D.
Kemampuan matematis so-so
Kemampuan menghapal lebih parah
Loooh, mau jadi apa toh, Nduk?

Ketika saya terbang dan menempuh studi di Jepang,di Tokyo Institute of Technology pula, banyak pesan yang masuk ke mailbox saya. Beberapa tentu memberi selamat. Beberapa ada yang keceplosan “Kok bisa, Mon?” sampai “Lo beneran sekolah? Bukan exchange? pasti pake uang lo sendiri kan?”
Saya kok paham kenapa banyak yang bilang begitu hahahhahaa.

Saya berangkat bukan serta merta membawa senyuman loh kawan-kawan. Saya membawa beban berat. Mungkin Allah menyeret saya dengan cara yang cukup ekstrim. Sebelum saya berangkat, saya sudah menuai banyak kontroversi (Hish! Bukan Pak Super aja yang bisa menuai kontroversi, gw juga!). Saya dianggap cukup “durhaka” meninggalkan mama saya yang memang kondisi kesehatannya tidak se-fit dulu dan meninggalkan adik kecil saya yang masih sekolah. Saya dianggap sombong… dan jangan salah, ada juga loh yang sampai bilang saya bakal “seret jodoh” itu agak sedih sih.

Di tengah konflik batin itu, tiba-tiba Dosen saya menawarkan saya untuk studi di luar negeri. Tiba-tiba juga LPDP mengabulkan permohonan perpindahan universitas saya yang sebelumnya sudah ditolak mentah-mentah. Dan pada puncaknya adik saya yang dingin, tidak romantis, garing, dsb dsb dsb “datang dan bilang “Kak, you should go! Study hard there, and I want to see you happy”
Karena sesungguhnya tiada hal paling romantis selain kata-kata sweet dari orang yang dingin!
Pernah suatu saat adik saya membawa celengan kesayangannya “Kak, tell me how much you should pay to go abroad?”
Mungkin… ini mungkin… jika saya tidak memiliki adik seperti adik saya, saya tidak akan ada di sini. Di posisi ini.

Saya… si anak “biasa-biasa” ini kemudian terbang ke Jepang. Sekolah lagi! Di Tokyo Institute of Technology hahahaha asa keren ada technology-nya hahahah anak dusun jadi lebih “melek” teknologi

Image and video hosting by TinyPic

Menempuh jenjang master di luar negeri itu pun tidak semudah yang kalian bayangkan. Selfie mungkin cantik dan ceria, namun di balik itu? Saya shock karena saya merasa otak saya kosong!  Saya shock dengan kendala bahasa, saya putus asa karena mata kuliah yang ingin saya kuasai dalam bahasa Jepang, saya kaget dengan budaya kerja di negeri ini yang tidak kenal ampun. Saya lelah… saya lapar… dan sesampainya di rumah? Di apato mungil saya hanya ada kulkas kosong. Ketika emosi, saya menjadi garang dan membunuh para kecoa dengan membabi buta. Pernah suatu hari petugas dari Tokyo Gas sampai datang ke rumah karena alarm gas saya berbunyi… padahal itu hanya efek saya menghabiskan satu kaleng insektisida untuk memusnahkan para kecoa hingga ke anak, cucu, dan cicit.
Yah tapi  alhamdulillah lulus juga :’D

Image and video hosting by TinyPic

Namun di balik itu semua, saya menemukan hidup yang baru.
Saya bekerja sama dengan Sensei-sensei yang humble dan bijaksana.
Saya menemukan teman-teman baru.
Saya melihat tempat-tempat baru.
Saya jatuh cinta.
dan yang pasti saya mulai menemukan diri saya yang sebenarnya. Sebuah sisi manusiawi yang paling nyaman saya “kenakan” saat ini.

Lalu kemudian saya sampai di titik yang sekarang. Saya menempuh jenjang doktoral.
Sungguh tidak ada yang mahakeren dari ini semua. Menjadi seorang PhD mungkin hanya sebuah cara yang tidak biasa untuk menjadi lebih manusiawi dan rendah hati.

Marissa, si PhD candidate ini toh masih jadi orang yang wara-wiri ke semua orang hanya untuk revisi proposalnya yang masih busuk (dan ditolak LPDP hahaha #curhat).
masih menjadi orang yang kikuk ketika bicara tentang orang asing,
masih menjadi orang yang bermasalah dengan percaya diri namun kemudian berusaha untuk lebih menerima diri sendiri, untuk tidak terlalu keras kepala terhadap diri sendiri.
Masih menjadi mahasiswa bloon yang kena omel sensei “Loh… ini loooh kok ndak dibaca. Udah berapa kali saya bilang” hehe
Masih bodoh di matematika dan pada akhirnya semakin muka tebal mengunjungi anak bachelor dan master untuk di ajari matematika :’D ini kisah nyata loh.
Saya tetap mahasiswa ngirit yang pergi ke toko sayur pun hanya jelalatan melihat sayuran diskon.

Beberapa kali saya katakan kepada setiap orang, sungguh tidak pantas pendidikan yang tinggi membuat kita menepuk dada terlalu keras. Pertama, karena itu kan sakit ya, Bok. Pertama, karena sesungguhnya pendidikan yang semakin tinggi membuat kita semakin sadar bahwa kita ini yaaa belum tau apa-apa. Kedua, pendidikan yang semakin tinggi membuat kita sadar bahwa kita butuh bantuan orang lain. Pada intinya, pendidikan membuat kita sadar bahwa kita adalah MANUSIA.

Kepada kalian pembaca blog ini, terutama yang masih muda-muda, adik-adik saya….
Kalian masih muda, you are still young! Jadi berkelanalah jemput impian-impian kalian. Bumi Allah ini luas, maka explore bumi ini. Temukan pengalaman dan teman-teman baru. Jangan takut dengan kelemahan-kelemahan yang kalian punya. Saya toh bukti nyata dan hidup kalau si manusia dusun yang biasa-biasa saja ini bisa lohhh sampai ke level ini. Kalian mungkin akan ragu, minder, takut, tapi jangan lupa tetap maju…hanya dengan melangkah maju kita bisa tahu apakah kita bisa mengatasi setiap kelemahan kita. Semoga setiap langkah itu membuat kalian, kita semua, menjadi manusia yang jauh lebih kuat dan lebih mengenal diri kita sendiri. Insha Allah 🙂 * Kalau udah umur segini emang omongannya lebih emak-emak*

Kepada teman-teman yang sedang melanjutkan studinya semoga Allah melimpahkan kekuatan dan berkah dari ilmu yang kalian tuntut. Hingga kelak kalian bisa memastikan ilmu kalian berguna bagi khalayak banyak. Dan semoga Allah juga melindungi kita dari sifat sombong. Seperti ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk 🙂 Okay.

Terima kasih kepada keluarga dan guru-guru saya, saya tidak bisa membalas apa-apa namun semoga setiap jerih payah saya kali ini dan kelak akan menjadi alasan kecil untuk membuat mereka semua tersenyum

Terima kasih kepada teman-teman saya, hidup ini sepi loh tanpa kalian… dan apapun alasannya, tetap perlakukan seorang Marissa seperti Marissa yang biasa 😀 seorang pecinta kucing sejati.

Dan mungkin terima kasih kepada semesta dan Sangpencipta semesta… karena caranya untuk mengajarkan saya tentang banyak hal begitu Indah.

Karena kita menggali ilmu untuk mendewasakan pemikiran kita: Membongkar salah kaprah dalam melanjutkan studi


Jadi kalian kuliah itu ingin apa? -Saya-

Setiap menuju akhir pekan, saya mengecek blog saya… dan saya tertarik dengan search terms yang banyak muncul di blog saya… eng ing eng take a look!
Image and video hosting by TinyPicBahkan kalau di scroll kebawah lagi ada:
“IPB bubar”
“apa IPB bagus”
dsb….

Cieeee… pada nyari tentang IPB ya? Baiklah akan saya paparkan apa yang menjadi rasa penasaran kalian. Saya, walau alumni… tapi saya akan paparkan segalanya dengan seobjektif mungkin.

Masuk IPB susah? Gak kok, tinggal naik angkot 05 jurusan Dramaga bilang turun di IPB, terus masuk deh. Oh seriously, Marissa.
Yaaa layiknya masuk ke PTN ya, susah-susah gampang. Saingan kalian manusia-manusia pintar dan juga manusia-manusia dengan tekad baja. Pintar aja gak cukup harus banyak puasa sunnah dan tahajud :p

Kuliah di IPB susah? Jujur susah… susah buaaaaaangggeeeet…. kampret sekampret-kampretnya. IPB itu tega! Kalau kalian ngulang, bakal ada tanda bintang di transkrip yang mengindikasikan kalian ngulang. Jangan tanya kuliahnya… beuuuh, selalu ada mata kuliah killer di setiap fakultas. Karena saya anak yang biasa-biasa aja, yaaaah kenalan lah sama rantai karbon C, awalnya shock lama-lama sujud syukur karena Alhamdulillah lolos. Tapi yang dapat IPK 4.00 juga buaaaanyaaaak… jadi apakah kuliah dan dapat nilai bagus di IPB susah? tergantung kalian sendiri sih.

Apakah alumni IPB mudah mendapatkan pekerjaan yang layak? So far yang karirnya lebih bright dibanding saya buanyaaak banget. Kementerian, bank, jurnalistik, bisnis, semuanya ada….! complete!

Hal yang kayak begini sebenarnya bukan sesuatu yang perlu disearch di google, tapi ditelisik ke dalam diri sendiri, diajukan dalam setiap doa ke Tuhan. Yaaaah guys! Blog emonikova ini apa coba? yang ada saya malah mau ngomel-ngomel, nah nyesel kan…

Memangnya kenapa kalau kuliah itu susah?
Memangnya kenapa kalau jurusan yang kalian minati itu “Aneh” dan kayaknya kurang “hits”?
Kenapa? kalian mau mundur? Oh mundurlah karena dunia tidak butuh manusia cemen dan lembek.
Hei! Mana ada pelaut yang handal karena berlayar di sungai air tawar? Itu sih ternak ikan di karamba…. Pelaut handal itu handal karena mereka berani berlayar melawan ombak seganas apapun itu! Majuuuu! Serbuuuuu! Seraaaang! Terjaaaaang!

Jujur sebenarnya saya diterima di beberapa PTN di Indonesia, namun saya memilih IPB kemudian. Jangan pikir saya tidak tertekanya awalnya ketika saya masuk IPB…. ada banyak komentar miring
Ih… kok yang dipilih IPB sih, itu kan buangan aja buat anak SMAtop1 (menyamarkan nama sebuah SMA hits di Bogor)”
Ih kok yang dipilih IPB sih, kan susah dapet kerja sama beasiswa” Dan saya ingat betul yang mencetuskan ini adalah guru saya sendiri di SMP.
Kalau gw sih ya, Mon… gak ada hasrat sama sekali dengan tuh dengan IPB
dan ratusan hal lainnya…
Iya sih, saya kan biasa-biasa aja ya, garis rakyat jelata di SMA, mungkin jika saya masuk Oxford pun standar Oxford akan turun karena “Ih emon aja bisa masuk.” Waduh! kalau begini saya harus sungkem ke kampus….
But I study abroad now, nothing is wrong with my university, my teacher, everything! Everything are fine.

Kampus saya mungkin tidak perfect,
Nilai saya di kampus juga aduuuh gak usah tanya deh… :’D standar
Saya tertawa, menangis, jungkir balik, gila, bahagia, dan merasakan aneka perasaan nano-nano lainnya.

Namun, saya akan tulis hal penting ini denga ukuran jumbo dan bold:

Kesuksesan kalian adalah hasil tekad dan kerja keras kalian sendiri!

stop blaming the university,  the teachers, the subjects, your parents, your friends, your God. Satu-satunya orang yang perlu kalian marahi adalah orang yang wajahnya muncul di kaca ketika kalian bercermin. Oh yes! you.. just yourself.

Apa kalian akan lebih keren dibandingkan teman-teman kalian yang kuliah di univ.X ketika kalian diterima kuliah di univ. Y?
Apa kalian akan lebih jenius dengan kuliah di univ Y dibandingkan X?
dsb
dsb
dsb

Lupakan semua pemikiran mahadangkal dan bodoh itu. Jangan merendahkan diri kalian sendiri dengan menganggap kalian lebih hina ketika terdampar di suatu universitas bukan di universitas lain yang lebih “wah”. Jangan pula terlalu angkuh ketika kalian diterima di univ.impian yang luar biasa berat dan top and think that nobody in this universe can beat you! Think that you are the best and the smartest people in this blue planet. Bukan berarti saya menyuruh kalian untuk leyeh-leyeh gak berjuang ke univ unggulan, aduuuuh gak lah… kalian malah harus berjuang gila-gilaan untuk itu.

Oh please… please… please…
Jangan merendahkan harkat “pendidikan” dengan perspektif yang sempit….

Dalam Islam saja, sampai ada hadist (aduh masa’ harus gw yang ingetin):
The Prophet Muhammad (peace be upon him) said:  “The seeking of knowledge is obligatory for every Muslim.” – Hadist Al-Tirmidhi

Kenapa sih, kenapa mencari ilmu itu wajib? Kerena pengetahuan yang akan membijaksanakan kalian… membuat pola perilaku kalian tidak “kosong”

Ketika saya kuliah di IPB misalnya, lebih dari sekadar nilai… saya bertemu dengan orang-orang dari berbagai daerah di Indonesia, dengan berbagai latar belakang sosial, ekonomi, dan kultur. Setiap orang kemudian punya cerita mereka masing-masing,punya masalah dan kompleksitas hidup mereka masing-masing. Sebagai jembatan dari masa labil ala anak SMA menjadi dewasa, level S1 lebih menjadi sebuah media yang mengajarkan bagaimana kita harus bersikap menghadapi orang dengan latar yang berbeda-beda tersebut.

Saya juga belajar mata kuliah yang lebih kompleks dibandingkan ketika SMA, menghadapi dosen dengan aneka karakter dan aneka rupa cara mengajar yang tentu lebih beragam daripada ketika SMA. Nah, disitu kita berlatih untuk mencerna berbagai informasi dari beragam cara penyampaian.

Bahkan ketika nanti kalian lanjut ke jenjang yang lebih tinggi (S2/S3 misalnya), kita bisa nangis loh liat persoalan di depan mata kita… air mata terkuras. Selfie sih dengan senyum tapi hati teriris meringis. Lalu kita sadar “Oh dalam hidup ada yang permasalahan yang kompleks buanget” lalu kalian akan belajar how to solve itu semua. Di kelas mikroekonomi misalnya, waaaah jangan tanya susahnya macam apa (pakai nihongo pula), ada equation yang puaaaaanjaaaaaang banget… dan kemudian untuk dipecahkan, rupanya equation itu harus dipecah jadi beberapa equation… lalu pecahkan satu persatu. Nilai mungkin pecah-pecah, tapi itu kemudian melatih pola pikir kalian “Wah ada hal yang rumit nih! Oh baiklah mari runut satu per satu dan pecahkan semuanya step by step.” Bukankah pendidikan semacam itu sesungguhnya lebih mendidik kita untuk jadi orang yang gak ngotot dan lebih humble?

Kita belajar sesuatu dengan lebih fokus terhadap satu permasalah. Kita dilatih untuk memilah fact and hoax dengan cara yang lebih scientific. Memilah mana yang penting untuk dianalisa lebih lanjut di sel abu-abu dan mana yang tidak.

Beberapa dari kita juga mungkin akan tinggal jauh untuk pertama kalinya dari orang tua. Kita belajar untuk bertanggung jawab, memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Belajar bertanggung jawab dengan amanah dan doa orang tua kita yang pastinya gila-gilaan menyekolahkan kalian agar kelak kalian menjadi orang yang lebih baik.

Ketika kalian memutuskan untuk menjadi MAHAsiswa, maka camkan dalam benak kalian bahwa kalian punya tanggung jawab yang MAHAbesar.
Jika mental kalian terlalu cemen untuk mengemban tanggung jawab itu, silakan mundur…

Jika kalian punya impian, jika kalian benar-benar ingin belajar sesuatu, jika kalian ingin menjadi manusia yang lebih baik… detik ini tetapkan kalian mau masuk univ apa, jurusan apa, dan bertekadlah untuk berusaha luar biasa di bidang itu. Jika kelak kalian dapat nilai yang jelek, sedih… nangis… luapkan… tapi jangan terlalu lama, segera bangkit setelah itu! Belajar! cari dimana kesalahan kalian… jangan batasi ilmu kalian sebatas nilai di transkrip.
Jika kemudian kalian lulus, dan kemudian kalian ingin mencari pekerjaan dan membahagiakan orang tua kalian… carilah… sejauh mungkin! Kalian mungkin aka gagal ratusan kali, tapi ingat orang tua kalian tidak pernah menyerah ketika menyekolahkan kalian. Sebelum kalian menyerah, ingatlah untuk selalu mencoba lagi sebelum menyerah.

Kalian hanya perlu melakukan hal terbaik untuk hal yang benar-benar kalian suka dan kalian yakini.
It is like fall in love, no matter how hard it will be… no matter how crazy it will be… you’ll never give up on it.

And NEVER LISTEN ANY NEGATIVE THINGS AROUND!
Please juga untuk para “motivator” di kampus-kampus terutama motivator wirausaha biasanya… stop talking “Bill Gates juga dulunya drop out dari sekolah” are you stupid or what? Dia drop out dari Harvard! HARVARD!!!! bukan sekolah abal-abal! Kalian tau persaingan masuk Harvard itu macam apa? Aduuuuh…. by default otak dia sudah bright ya adek-adek sekalian. Lagian apa salahnya sih kalau kalian pintar, punya track record pendidikan yang baik, lalu punya bisnis? Oh come on don’t be stupid. Memotivasi orang tuh mbok ya yang membawa hikmah… otak pas-pasan lulus kuliah aja dapet kerja susah, apalagi kalau drop out? rezeki memang di tangan Allah tapi yaaaa kan semua juga gak cuman modal bismillah lalu life goes on dengan lancar.

Tuhan dan semesta ini sudah mendukung kita untuk melakukan hal yang baik, and the ace is on your hand now. Kalian mau sukses… mau gagal…. mau cupu… mau keren… itu semua kalian yang memutuskan.
Hei kalian, jangan menyerah ya kalau kalian merasa hal yang akan kalian lalui adalah yang terbaik untuk kalian dan untuk orang-orang sekitar kalian.
Seperti motto boneka Daruma: 七転び八起き (Nana korobi yaoki):Fall seven times, stand eight times…
Dan ah, bertanggungjawablah pada Tuhan yang sudah mengizinkan untuk mengabulkan doa kalian dan doa orang-orang terdekat kalian.

Dear para pemalas… tahukah kamu apa itu “googling”?: Omelan untuk yang masih malas berjuang


Mbak syarat buat S2 itu apa ya?”
“Syarat buat S3 itu apa ya?”
“Kalau TOEFL itu tesnya dimana”
“Kalau jurusan x di univ A ada gak ya?”
Dan jutaan pertanyaan *maaf* para pemalas lainnya bertebaran di dunia nyata dan dunia maya.

Apa, mon? Pemalas kata lu?
Itu sudah diperhalus…jadi terima aja.
Jujur gw kagum pada orang2 yg pada sabar menjawab pertanyaan2 seperti itu. Kalau gw? Beuh….. udah ngamuk-ngamuk.

Mungkin gw judes ya, buaaaaangeeeeet. Tapi kalian harus tahu… ketika gw memutuskan sekolah lagi. Dari gw lulus sampai gw dapat beasiswa gw memakan waktu 2 tahun! Gw berjuang 2 tahun! gw korbankan waktu gw 2 tahun! Usia gw ilang gitu aja selama 2 tahun! Gw berjuang mati-matian, kerja serabutan buat nambah2 uang, ikut tes iBT, beli buku, cari info sana-sini, selama 2 tahun gw juga bertahan dengan omongan orang yang bilang gw tukang ngehayal dsb.

Lalu sekarang bayangkan betapa mengkel dan jengkelnya gw ketika ngeliat di sosial media atau dimanapun ada yang nanya “Tolong dong saya minta info syarat masuk univ A gimana. Kira-kira saya sesuai gak ya?” Excuse me dan dengan segala hormat… kamu mau sekolah lagi dengan mental setempe itu? Kamu mau mencoba tantangan baru dengan perjuangan semurah itu? Go home you’re drunk!

Bukannya saya pelit ya saudara-saudara. Tapi bukankah kalian wahai manusia-manusia intelektual yang sudah dilahirkan dari berbagai universitas di tanah air, sudah menghadapi stage menjadi mahasiswa…. menghadapi banyak persoalan yang lebih kompleks daripada ketika kalian di SD, SMP, dan SMA? Bukankah kalian seharusnya sudah bisa terlatih berusaha memecahkan pertanyaan-pertanyaan kalian terlebih dahulu secara mandiri?

sudah menghadapi ujian ekonometrika misalnya…
ganasnya kalkulus….
menegangkannya sidang….
dan sebagainya….
dan apakah intelegensia yang sudah dilatih sedemikian rupa itu tidak bisa mengetik di google “Syarat beasiswa X” atau “Syarat masuk universitas ABC”
Tidak bisa? Jika tidak bisa…. jangan coba-coba deh sekolah atau berkarir di luar negeri. Sorry to say.

Kalian tahu? Hidup sendiri… jauh dari keluarga…. apalagi di luar negeri, itu gak gampang.
Gw aja, minggu ini udah hampr gak tidur selama seminggu hanya untuk menaklukan game theory. Ada puluhan jurnal yang harus gw search sendiri dan gw baca sendiri untuk memecahkan soal-soal ujian dan PR gw. Sendiri! Ya….. kalian punya teman, exactly! Tapi teman gw juga sibuk dengan persoalan mereka masing-masing, dan jikapun ada yang ngambil course serupa mereka juga mengalami kesulitan yang gw alami, yang berarti apa? Yang berarti kemampuan yang harus paling kalian andalkan adalah kemampuan kalian sendiri!

Percayalah…. semuanya pasti ada jika kita mau mencarinya

Jika kalian, bahkan untuk sekadar meluangkan waktu 1-2 jam untuk mencari informasi mengenai bagian dari impian kalian aja gak sanggup, apa kalian mampu jika kelak harus menembus perjalanan udara berjam-jam lalu menghadapi PR-PR dengan bahasa yang berbeda, dengan tingkat kompleksitas yang jauh lebih tinggi, dan dengan kondisi psikologis yang berbeda? Gak! Kalian cuman akan nangis. Dan siapa yang mau bantu orang yang cengeng? Semua orang bergerak…. terburu-buru mengejar target mereka, terlalu sibuk untuk mengurus orang yang bahkan tidak bisa memotivasi dirinya sendiri.

Kalian harus menjadi orang-orang yang bukan hanya cerdas, tapi tangguh….
Kalian harus perjuangkan yang kalian impikan, sesulit apapun itu. Dan awal perjuangan ini dimulai dari sekadar berjuang mencari informasi. Jika kalian sudah googling lalu “Ah…. stuck!” ya mungkin kalian akan stuck, tapi pada titik itu kalian akan tahu “Apa sih sebenarnya yang perlu gw perdalam dan perjelas”

Gw kesal sekali ketika ada yang kemudian menge-mail saya “Kak, syarat masuk Tokodai apa ya?”
Gw mencoba bersabar “Ada, Nak…. di websitenya” lalu saya kasih webnya.
Terus dibales lagi, “Oh… bisa daftar beasiswa juga ya. Daftarnya gimana ya?”
Dan gw  jawab “Kalau kamu benar-benar mau sekolah… kamu…. ya! kamu! seharusnya sudah lebih banyak tahu dibandingkan saya. Nak, saya bukan pendiri Tokodai apapun pekerja di rektoratnya. Ini webnya.. ini web alternatif beasiswanya… jika ada yang belum jelas di setiap link ada contact person dan jika kamu teliti membaca kamu akan tahu siapa saja contact personnya.”

Sewot banget kan.
Jadi buat yang mau ngechat atau nge e-mail gw. Sekarang kalian tahu pertanyaan terlarang macam apa yang gak perlu kalian tanyakan ke gw dan menyulut emosi gw.

Begini….
Di Islam, kalian tahu kan ayat pertama itu apa? “IQRA”  yang artinya: Bacalah!
Maka bisakah prinsip sekeeeeeeeciiiiiiiiilllllll itu diterapkan dalam kehidupan kita, ketika kita tidak mengerti maka first to do is “Baca”
Ketika kalian mau ngerebus mie dan kalian gak tau cara bikinnya maka baca cara memasaknya
Ketika kalian gak tau cara bikin omelet, baca resepnya
Ketika kalian gak tau cara ngerakit lemari dan di depan kalian ada seonggok rangka lemari, pastikan ada manual perakitan di situ dan kalian hanya perlu membacanya.
Ketika kalian sakit dan harus minum obat, baca aturan pemakaiannya biar kalian gak mati over dosis.

Lalu apa saya salah jika mengatakan, jika kalian misalnya ingin sekolah ke Jepang, untuk jurusan ekonomi misalnya. Maka pertama kalian harus membaca dan membandingkan universitas-universitas incaran kalian, membaca publikasi calon profesor kalian agar kalian tau tujuan kalian match atau tidak dengan impian kalian, sreg atau gak, lalu baca syarat masuknya, lalu baca kalau butuh beasiswa harus bagaimana.
Yaaaaa…. lama sekali…lamaaaaa sekali….
Tapi itu yang akan membentuk kepribadian kalian. Membentuk kalian menjadi orang dengan pemikiran yang taktis, optimis, tangguh, tahan banting, punya rasa ingin tahu.
Kalau di awal aja kualitas kalian loyo, maka maaf saja di dunia ini ada banyak orang yang mungkin tidak sepintar kalian tapi lebih tangguh dan lebih gigih dari kalian. Dan kalian yang loyo-loyo dan malas berjuang lebih jauh ini siap-siap aja ketinggalan dengan mereka yang tangguh-tangguh ini.

Kalian sadar gak, bumi ini berotasi dan berevolusi…. waktu berlalu…. semua bergerak.
Jika kalian hanya diam… pikirkan lagi apa kalian masih bangga menjadi makhluk planet ini?

Ya Allah…tolong, jangan biarkan para mahasiswa lapar Ya Allah :(


Sebagai omnivora sejati yang Mamanya jago banget masak dan punya orang-orang terdekat yang gak pernah ngelarang saya mau makan apa, kayaknya saya gak pernah ngerasa kelaparan deh apalagi sampai kurang gizi. Kelebihan iya hwahahahaha….
Nyam… nyam…nyam… semua dilahap.
Itupun kadang masih protes ke Mama, “Maaaa… masakin ini dong… saya pengennya ABCDEFGHIJ….Z” muacem muacem… sampe Mama pusing.

Kurang bersyukur banget yak, di sudut lain dunia ceritanya beda-beda lagi.

Beberapa waktu yang lalu saya membaca berita, ada mahasiswa yang sampai tidak makan berhari-hari karena uang beasiswanya tidak keluar.

Ini nih beritanya

Jika itu tidak cukup mengharu biru, beberapa kali saya juga mendapat berita ada mahasiswa yang kuliah di luar negeri meninggal dunia karena kelelahan dan tidak memperoleh asupan gizi yang cukup, lagi-lagi karena beasiswanya tidak kunjung cair dan untuk bertahan hidup dia harus bekerja sambilan gila-gilaan.
Ketika saya masih menjadi asisten dosen di kampus dulu, ada seorang mahasiswa yang meninggal dunia karena maag akut. Semua orang di kost-an anak itu panik setengah mati karena mendadak mahasiswa tersebut ambruk dengan muka pucat, mereka membawa temannya itu ke rumah sakit terdekat, namun malang…. semua terlambat. Semua teman kost anak tersebut terisak-isak bahkan hingga naik angkot, kebetulan saya naik angkot yang sama dengan beberapa dari mereka lalu sempat mencuri dengar…. rupanya mahasiswa yang meninggal tersebut memang cukup tertutup, dia tidak pernah bilang pada temannya bahwa dia belum memperoleh kiriman uang dari keluarganya. Anak daerah juga kadang terlalu lugu dan polos sehingga sungkan bercerita pada dosennya. Ah… semua sudah terlambat.

Jika itu masih belum mengiris-iris hati kalian…. mungkin kalian harus dengan cerita yang satu ini.
Pernah ada kasus mahasiswa yang akhirnya memutuskan untuk bunuh diri hanya karena dia sudah kehabisan akal untuk membayar kuliah dan juga untuk makan sehari-hari. It sounds tragic and a little bit stupid… yeph saya akui itu, tapi si anak ini niatnya tidak mau merepotkan orang lain dan tidak mau orang lain kasihan pada dirinya. Tapi terlalu introvert juga tidak baik, seandainya dia cerita saja pada temannya maka pasti ada jalan keluar… namun ah lagi-lagi itu semua sudah terlambat.

Ketika saya masih di asrama dulu, bahkan ada temannya teman saya yang menanyakan apakah ada pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga di sekitar kampus… lagi-lagi karena masalah ekonomi.

Iseng-iseng saya tanya pada teman-teman kantor saya, dan rupanya! Di setiap fakultas… di setiap angkatan… selalu ada kasus yang serupa! Selalu ada mahasiswa yang pasang poker face kemudian menolak kalau diajak makan oleh teman-temannya. Ada jutaan alasan! Ada yang bilang puasa Daud (Subhanallah… keren kan), ada yang bilang masih kenyang padahal temen-temennya gak liat dia makan seharian, ada yang bilang ada janji setiap diajak makan, dan sebagainya…. dan sebagainya… dan sebagainya…

Jika kalian membaca ini sambil asik browsing internet…
Jika kalian mahasiswa atau mantan mahasiswa yang bahagia, damai, sentosa…
Jika kalian suka tiba-tiba jutek ke teman kalian dan bilang “Ihhhh…lo kok kayak orang miskin banget sih”
THINK AGAIN! Jangan-jangan lingkungan sekitar kalian tidak “seindah” yang kalian lihat… oh ya! mungkin saja.

Dunia kemudian seakan-akan semakin kejam dan ketika kasus seperti ini semua saling menyalahkan, loh memang yang salah siapa? Semuanya salah lagi…. gw aja? lu aja? oh gak… kita bareng-bareng hahahahhaa… selamat ya. Sip deh nanti pas lapor ke Allah kita bareng-bareng aja #salahfokus.

Kalau dari sudut pandang saya, saya manusia yang super cuek… parahnya lagi saya tidak terlalu mau dipanggil wanita baik hati, saya lebih suka dikira wanita yang rada dingin dan jahat hahahahahahha. Kan keren dan cool-cool gimana gitu kayak di film-film [emooooon -.- zzz banget]. Jujur saja ketika saya kuliah saya tidak tahu keseluruhan kondisi sosial ekonomi teman-teman saya.

Setiap orang terlihat baik-baik saja dan seperti manusia manapun di muka bumi ini mereka sedang bermain di ruang dan waktu mereka masing-masing. Oh well, kita semua punya kebahagiaan dan masalah kita masing-masing. Sebagai manusia kuper yang kebetulan pernah ambil mata kuliah psikologi sosial (sebenarnya waktu itu cap cip cup sih milihnya hahahaha) saya hanya bisa menebak-nebak kondisi sosial ekonomi mereka masing-masing dari penampilan dan gerak-gerik mereka. Saya tahu jika ada teman saya yang bermasalah ketika ada dari mereka yang bercerita pada saya. Oh maafkan saya dengan segala kecuekan saya, tapi alibi saya kuat…. saya bukan mahasiswa yang belajar metafisika, ilmu membaca pikiran, apalagi ilmu kebatinan…sungguh. Ketika tahu juga gak bisa bantu banyak sih errrr… bener kan wanita berdarah dingin banget, but I try my best. Saya tidak pernah setengah-setengah dalam melakukan sesuatu, tapi apalah seonggok Marissa Malahayati, hanya rakyat jelata yang kemampuannya terbatas. Rasanya ingin melakukan hal yang lebih baik tapi gak bisa. Mau ngadu ke dosen atau kemana gitu tapi pasti yang curhat ke saya amanahnya “Jangan bilang siapa-siapa ya” huwaaa kalau kau tau rasanya kayak gimana, mau nangis tau gak… sedih tapi gak bisa apa-apa. Loser banget deh gw. oh well, masa lalu. Tapii saya jadi berpikir, apa jangan-jangan saya terlalu cuek ya… terlalu masa bodoh dengan orang lain… ah segala sesuatu yang berlebihan itu memang tidak baik. Maka sensitivitas kita terhadap lingkungan sekitar mungkin harus diasah, jangan terlalu rendah tapi jangan terlalu lebay juga.

Tapi saya juga gak habis pikir kenapa sih manusia bahkan masih ada aja yang bilang “Udah jangan bilang siapa-siapa, jangan ngerepotin orang lain” dan saat dia ngomong itu dia udah di ujung tanduk? Kenapa???? Kenapa???? dan Kenapaaaa???? Jika mau terbuka sedikit aja… mungkin kasus mahasiswa yang sampai sakit parah bahkan sampai meninggal hanya karena masalah ekonomi bisa diminimalisir. Setidaknya dua kepala lebih baik daripada satu… setidaknya kalau ada apa-apa, masih ada orang yang ngeliat “Wah ini gak beres nih” lalu rela lari ke seluruh penjuru dunia buat cari pertolongan. Oh come on… ketika kalian sedih, ketika kalian butuh pertolongan, ketika kalian butuh manusia lain, jika sudah lapor pada Tuhan maka sampaikan juga kepada orang lain yang kalian percaya. Apalagi kalau masih mahasiswa kan, masih panjaaaaaaang jalannya. Jika kalian keseleo ketika lomba lari, kalian harus lapor ke medis dan minta tolong ke tukang urut sampai pulih kan? That’s life! Kita butuh bantuan orang lain.

Peran institusional juga kadang bikin miris juga. Kadang kita menemukan fakta bahwa yang dapat beasiswa itu orang yang sudah mampu. Yang tidak mampu malah gak dapet beasiswa karena nilai IPnya kurang memuaskan misalnya. Tapi setelah dipikir-pikir, kalau yang kurang mampu wajar-wajar saja kalau ada yang IPnya rendah, mungkin dia kurang gizi… jangankan mikir buat kuliah yang ada perut krucuk-krucuk dan cacing di perut udah disko-disko minta makan. Kalau gak lapar mungkin mereka kerja sambilan terus capek, udah sayup-sayup sampai lah seluruh materi kuliah. Mungkin hal ini disadari oleh pemerintah sehingga ada beasiswa buat yang berprestasi dan yang tidak mampu. Naaaah alhamdulillah kan… eh sayangnya masih ada juga kasus beasiswa telat. Yang mampu sih mungkin cuman ngomel aja, tapi yang benar-benar tidak mampu bisa memperpanjang masa puasa. Bayangkan kalau sampai ada yang putus sekolah, ada yang sakit, bahkan sampai ada yang meninggal… yah orang-orang di institusi bersangkutan itung aja deh dosanya, kayaknya malaikat juga bisa rusak kalkulatornya buat ngitung tumpukan dosa itu saking banyaknya. Tapi ini kan masalah sistem juga, huuuufttttt…..gak gampang ngurus orang Indonesia yang muacem-muacem ini. Mari berdoa semoga segala sistem pembiayaan sekolah dan kuliah di Indonesia Raya ini bisa semakin baik dan baik dan baiiiiik.

Setiap kali saya pergi dari rumah untuk sekolah dari saya kecil sampai saya lulus kuliah, Mama saya pasti bilang “Hati-hati yaaaaa… sekolah yang bener dan pinter ya” dan sambil lalu saya bilang “Iya, Maaaa…. udah apal” Saya membayangkan mungkin orang tua di seluruh dunia punya harapan dan doa yang sama dengan Mama saya, ingin anak mereka baik-baik saja dan “semakin baik” setelah sekolah. Semoga doa dan harapan mereka bisa tercapai, dan setiap mereka buka pintu rumah mereka bisa ngeliat wajah anak mereka yang cerah ceria, ngeliat anak mereka yang sudah bisa membanggakan mereka.

Please…. don’t die before you make your parents happy.