Magnet Kulkas dan Sekelumit Kisah mengenang Prof. Rina Oktaviani


Image and video hosting by TinyPic

Ini bukan hanya cerita tentang magnet kulkas, ada cerita…alasan… dan kenangan di balik ini semua. Ada kenangan yang mengingatkan saya pada salah seorang dosen saya: Ibu Rina Oktaviani

Satu kali pernah saya berkesempatan mengunjungi rumah Beliau. Saya yang memang dulu masih alay dan norak hanya bisa takjub dengan koleksi pernak pernik Beliau dari berbagai belahan dunia.
“Hehehe…Lucu ya, Mon?” Kata Beliau kemudian memecah ketakjuban saya dengan tawanya yang khas dan saya yakini membuat rindu siapapun yang pernah mengenal Beliau.
“Wah! Iya, Bu… kapan ya saya punya hahhahaha. Magnet kulkas lah ya at least. Magnet kulkas di rumah saya itu bonus Chiki coba, Bu hahahhaa”.
“Oh come on, mon! Jangan putus asa gitu lah. There’ll be your time. Waktu kamu masih panjang and the world will someday demand your skill and knowledge. There’ll be your time to start your own adventure. Dan kamu harus bisa melalui itu.Percaya deh!” Saya dulu hanya bisa tersenyum simpul dan berpikir
“Duh masa iya sih” tapi kata-kata Beliau membekas. Hingga saat ini.

Beberapa tahun kemudian, yes! I started my adventure. Saya yang biasanya malas belanja jadi girang membeli pernak-pernik kecil untuk mengingatkan saya pernah kemana saya sejauh ini. Yang paling gampang dikumpulkan ya si magnet. Tidak bermaksud koleksi, hanya untuk senyum-senyum sendiri mengingat apa yang pernah Beliau katakan pada saya. Selalu terpikir kelak berbagi cerita kepada Beliau. Mungkin sedikit pamer sambil ketawa kecil “Akhirnya saya beneran liat luar negeri loh, Bu.”

Belum sempat petualangan ini selesai,
belum sempat cerita-cerita itu terucap…Beliau berpulang.
Sedih? Jelas! Namun mengetahui Allah sudah terlanjur begitu cinta pada Beliau…. saya toh bisa bisa apa? Kelak, saya akan bagi kata-kata Beliau tersebut kepada anak-anak lugu yang nyaris putus harapan melihat dunia, yang nyaris hilang percaya diri untuk stand-out di bidang mereka. Lalu biar mereka tahu bahwa ini kata-kata dari seseorang yang hebat: Ibu Rina.
Ya… karena orang sehebat Beliau layik selalu hidup dalam kenangan setiap orang.
Terima kasih, Ibu 🙂 Bumi boleh kehilangan jasadmu, namun bukan pemikiranmu. Lagipula semua toh akan berpulang bukan? Saat kita jumpa, semoga bisa berkelakar mengenai sudah seberapa tangguh kita menghadapi dunia.

Terima kasih.

Belajar menjadi manusia seutuhnya: Catatan seorang PhD newbie


Tidak pernah terlintas dalam hidup saya bahwa saya akan menjadi seorang PhD candidate. Sampai bisa sekolah master di luar negeri saja sudah begitu “Wah” untuk saya. Wong saya ini anak ndeso kok! Lahir boleh di Jakarta, tapi sekolah SD di Leuwiliang… namanya saja tidak bonafid!
Setelah itu pindah dan tinggal di kawasan Ciomas… lagi-lagi namanya kok ya agak ndeso gitu ya, dan memang ndeso karena pizza h*t saja enggan delivery ke kampung ini :’) untungnya sekarang sudah ada g*jek dkk… jadi tidak terpencil-pencil banget lah. Tapi tetap angkot 32 hanya mau mengantar sampai ke “dusun” saya pada jam kerja. Jangan harap dapat angkot yang mengantarkan Anda ke area dusun saya jika sudah lewat jam 6 sore.

Kuliah pun di kampus IPB Dramaga. Wuaduuuh rek! Boleh lah kampus ini jadi salah satu kampus terbaik di Indonesia,tapi posisi si Dramaga ini jauh dari peradaban. Sungguh, kami para mahasiswa kere ini sesungguhnya memendam keirian mendalam pada kampus diploma dan pasca sarjana yang punya posisi lebih elit. Namun kami pun sadar, kalau toh kampus kami dipindah ke daerah yang lebih elit, sesungguhnya uang jajan kami yang hanya cukup untuk beli nasi uduk plus telor penyet (itu pun masih mencari warung yang paling murah) tentu tidak akan sanggup menggapai kemewahan pusat kota. Yo wis lah mau bagaimana lagi.

Belum lagi saya ini orangnya kuper. Hobi: Tidur, makan, dan uwel-uwel kucing.
Bahasa Inggris saya juga yaaaah gitu-gitu aja. Bahasa Jepang cuman bisa kore-kore. Bahasa perancis, cuman bisa baca, listening dan speaking sih wassalam  :’D.
Kemampuan matematis so-so
Kemampuan menghapal lebih parah
Loooh, mau jadi apa toh, Nduk?

Ketika saya terbang dan menempuh studi di Jepang,di Tokyo Institute of Technology pula, banyak pesan yang masuk ke mailbox saya. Beberapa tentu memberi selamat. Beberapa ada yang keceplosan “Kok bisa, Mon?” sampai “Lo beneran sekolah? Bukan exchange? pasti pake uang lo sendiri kan?”
Saya kok paham kenapa banyak yang bilang begitu hahahhahaa.

Saya berangkat bukan serta merta membawa senyuman loh kawan-kawan. Saya membawa beban berat. Mungkin Allah menyeret saya dengan cara yang cukup ekstrim. Sebelum saya berangkat, saya sudah menuai banyak kontroversi (Hish! Bukan Pak Super aja yang bisa menuai kontroversi, gw juga!). Saya dianggap cukup “durhaka” meninggalkan mama saya yang memang kondisi kesehatannya tidak se-fit dulu dan meninggalkan adik kecil saya yang masih sekolah. Saya dianggap sombong… dan jangan salah, ada juga loh yang sampai bilang saya bakal “seret jodoh” itu agak sedih sih.

Di tengah konflik batin itu, tiba-tiba Dosen saya menawarkan saya untuk studi di luar negeri. Tiba-tiba juga LPDP mengabulkan permohonan perpindahan universitas saya yang sebelumnya sudah ditolak mentah-mentah. Dan pada puncaknya adik saya yang dingin, tidak romantis, garing, dsb dsb dsb “datang dan bilang “Kak, you should go! Study hard there, and I want to see you happy”
Karena sesungguhnya tiada hal paling romantis selain kata-kata sweet dari orang yang dingin!
Pernah suatu saat adik saya membawa celengan kesayangannya “Kak, tell me how much you should pay to go abroad?”
Mungkin… ini mungkin… jika saya tidak memiliki adik seperti adik saya, saya tidak akan ada di sini. Di posisi ini.

Saya… si anak “biasa-biasa” ini kemudian terbang ke Jepang. Sekolah lagi! Di Tokyo Institute of Technology hahahaha asa keren ada technology-nya hahahah anak dusun jadi lebih “melek” teknologi

Image and video hosting by TinyPic

Menempuh jenjang master di luar negeri itu pun tidak semudah yang kalian bayangkan. Selfie mungkin cantik dan ceria, namun di balik itu? Saya shock karena saya merasa otak saya kosong!  Saya shock dengan kendala bahasa, saya putus asa karena mata kuliah yang ingin saya kuasai dalam bahasa Jepang, saya kaget dengan budaya kerja di negeri ini yang tidak kenal ampun. Saya lelah… saya lapar… dan sesampainya di rumah? Di apato mungil saya hanya ada kulkas kosong. Ketika emosi, saya menjadi garang dan membunuh para kecoa dengan membabi buta. Pernah suatu hari petugas dari Tokyo Gas sampai datang ke rumah karena alarm gas saya berbunyi… padahal itu hanya efek saya menghabiskan satu kaleng insektisida untuk memusnahkan para kecoa hingga ke anak, cucu, dan cicit.
Yah tapi  alhamdulillah lulus juga :’D

Image and video hosting by TinyPic

Namun di balik itu semua, saya menemukan hidup yang baru.
Saya bekerja sama dengan Sensei-sensei yang humble dan bijaksana.
Saya menemukan teman-teman baru.
Saya melihat tempat-tempat baru.
Saya jatuh cinta.
dan yang pasti saya mulai menemukan diri saya yang sebenarnya. Sebuah sisi manusiawi yang paling nyaman saya “kenakan” saat ini.

Lalu kemudian saya sampai di titik yang sekarang. Saya menempuh jenjang doktoral.
Sungguh tidak ada yang mahakeren dari ini semua. Menjadi seorang PhD mungkin hanya sebuah cara yang tidak biasa untuk menjadi lebih manusiawi dan rendah hati.

Marissa, si PhD candidate ini toh masih jadi orang yang wara-wiri ke semua orang hanya untuk revisi proposalnya yang masih busuk (dan ditolak LPDP hahaha #curhat).
masih menjadi orang yang kikuk ketika bicara tentang orang asing,
masih menjadi orang yang bermasalah dengan percaya diri namun kemudian berusaha untuk lebih menerima diri sendiri, untuk tidak terlalu keras kepala terhadap diri sendiri.
Masih menjadi mahasiswa bloon yang kena omel sensei “Loh… ini loooh kok ndak dibaca. Udah berapa kali saya bilang” hehe
Masih bodoh di matematika dan pada akhirnya semakin muka tebal mengunjungi anak bachelor dan master untuk di ajari matematika :’D ini kisah nyata loh.
Saya tetap mahasiswa ngirit yang pergi ke toko sayur pun hanya jelalatan melihat sayuran diskon.

Beberapa kali saya katakan kepada setiap orang, sungguh tidak pantas pendidikan yang tinggi membuat kita menepuk dada terlalu keras. Pertama, karena itu kan sakit ya, Bok. Pertama, karena sesungguhnya pendidikan yang semakin tinggi membuat kita semakin sadar bahwa kita ini yaaa belum tau apa-apa. Kedua, pendidikan yang semakin tinggi membuat kita sadar bahwa kita butuh bantuan orang lain. Pada intinya, pendidikan membuat kita sadar bahwa kita adalah MANUSIA.

Kepada kalian pembaca blog ini, terutama yang masih muda-muda, adik-adik saya….
Kalian masih muda, you are still young! Jadi berkelanalah jemput impian-impian kalian. Bumi Allah ini luas, maka explore bumi ini. Temukan pengalaman dan teman-teman baru. Jangan takut dengan kelemahan-kelemahan yang kalian punya. Saya toh bukti nyata dan hidup kalau si manusia dusun yang biasa-biasa saja ini bisa lohhh sampai ke level ini. Kalian mungkin akan ragu, minder, takut, tapi jangan lupa tetap maju…hanya dengan melangkah maju kita bisa tahu apakah kita bisa mengatasi setiap kelemahan kita. Semoga setiap langkah itu membuat kalian, kita semua, menjadi manusia yang jauh lebih kuat dan lebih mengenal diri kita sendiri. Insha Allah 🙂 * Kalau udah umur segini emang omongannya lebih emak-emak*

Kepada teman-teman yang sedang melanjutkan studinya semoga Allah melimpahkan kekuatan dan berkah dari ilmu yang kalian tuntut. Hingga kelak kalian bisa memastikan ilmu kalian berguna bagi khalayak banyak. Dan semoga Allah juga melindungi kita dari sifat sombong. Seperti ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk 🙂 Okay.

Terima kasih kepada keluarga dan guru-guru saya, saya tidak bisa membalas apa-apa namun semoga setiap jerih payah saya kali ini dan kelak akan menjadi alasan kecil untuk membuat mereka semua tersenyum

Terima kasih kepada teman-teman saya, hidup ini sepi loh tanpa kalian… dan apapun alasannya, tetap perlakukan seorang Marissa seperti Marissa yang biasa 😀 seorang pecinta kucing sejati.

Dan mungkin terima kasih kepada semesta dan Sangpencipta semesta… karena caranya untuk mengajarkan saya tentang banyak hal begitu Indah.

Karena kita menggali ilmu untuk mendewasakan pemikiran kita: Membongkar salah kaprah dalam melanjutkan studi


Jadi kalian kuliah itu ingin apa? -Saya-

Setiap menuju akhir pekan, saya mengecek blog saya… dan saya tertarik dengan search terms yang banyak muncul di blog saya… eng ing eng take a look!
Image and video hosting by TinyPicBahkan kalau di scroll kebawah lagi ada:
“IPB bubar”
“apa IPB bagus”
dsb….

Cieeee… pada nyari tentang IPB ya? Baiklah akan saya paparkan apa yang menjadi rasa penasaran kalian. Saya, walau alumni… tapi saya akan paparkan segalanya dengan seobjektif mungkin.

Masuk IPB susah? Gak kok, tinggal naik angkot 05 jurusan Dramaga bilang turun di IPB, terus masuk deh. Oh seriously, Marissa.
Yaaa layiknya masuk ke PTN ya, susah-susah gampang. Saingan kalian manusia-manusia pintar dan juga manusia-manusia dengan tekad baja. Pintar aja gak cukup harus banyak puasa sunnah dan tahajud :p

Kuliah di IPB susah? Jujur susah… susah buaaaaaangggeeeet…. kampret sekampret-kampretnya. IPB itu tega! Kalau kalian ngulang, bakal ada tanda bintang di transkrip yang mengindikasikan kalian ngulang. Jangan tanya kuliahnya… beuuuh, selalu ada mata kuliah killer di setiap fakultas. Karena saya anak yang biasa-biasa aja, yaaaah kenalan lah sama rantai karbon C, awalnya shock lama-lama sujud syukur karena Alhamdulillah lolos. Tapi yang dapat IPK 4.00 juga buaaaanyaaaak… jadi apakah kuliah dan dapat nilai bagus di IPB susah? tergantung kalian sendiri sih.

Apakah alumni IPB mudah mendapatkan pekerjaan yang layak? So far yang karirnya lebih bright dibanding saya buanyaaak banget. Kementerian, bank, jurnalistik, bisnis, semuanya ada….! complete!

Hal yang kayak begini sebenarnya bukan sesuatu yang perlu disearch di google, tapi ditelisik ke dalam diri sendiri, diajukan dalam setiap doa ke Tuhan. Yaaaah guys! Blog emonikova ini apa coba? yang ada saya malah mau ngomel-ngomel, nah nyesel kan…

Memangnya kenapa kalau kuliah itu susah?
Memangnya kenapa kalau jurusan yang kalian minati itu “Aneh” dan kayaknya kurang “hits”?
Kenapa? kalian mau mundur? Oh mundurlah karena dunia tidak butuh manusia cemen dan lembek.
Hei! Mana ada pelaut yang handal karena berlayar di sungai air tawar? Itu sih ternak ikan di karamba…. Pelaut handal itu handal karena mereka berani berlayar melawan ombak seganas apapun itu! Majuuuu! Serbuuuuu! Seraaaang! Terjaaaaang!

Jujur sebenarnya saya diterima di beberapa PTN di Indonesia, namun saya memilih IPB kemudian. Jangan pikir saya tidak tertekanya awalnya ketika saya masuk IPB…. ada banyak komentar miring
Ih… kok yang dipilih IPB sih, itu kan buangan aja buat anak SMAtop1 (menyamarkan nama sebuah SMA hits di Bogor)”
Ih kok yang dipilih IPB sih, kan susah dapet kerja sama beasiswa” Dan saya ingat betul yang mencetuskan ini adalah guru saya sendiri di SMP.
Kalau gw sih ya, Mon… gak ada hasrat sama sekali dengan tuh dengan IPB
dan ratusan hal lainnya…
Iya sih, saya kan biasa-biasa aja ya, garis rakyat jelata di SMA, mungkin jika saya masuk Oxford pun standar Oxford akan turun karena “Ih emon aja bisa masuk.” Waduh! kalau begini saya harus sungkem ke kampus….
But I study abroad now, nothing is wrong with my university, my teacher, everything! Everything are fine.

Kampus saya mungkin tidak perfect,
Nilai saya di kampus juga aduuuh gak usah tanya deh… :’D standar
Saya tertawa, menangis, jungkir balik, gila, bahagia, dan merasakan aneka perasaan nano-nano lainnya.

Namun, saya akan tulis hal penting ini denga ukuran jumbo dan bold:

Kesuksesan kalian adalah hasil tekad dan kerja keras kalian sendiri!

stop blaming the university,  the teachers, the subjects, your parents, your friends, your God. Satu-satunya orang yang perlu kalian marahi adalah orang yang wajahnya muncul di kaca ketika kalian bercermin. Oh yes! you.. just yourself.

Apa kalian akan lebih keren dibandingkan teman-teman kalian yang kuliah di univ.X ketika kalian diterima kuliah di univ. Y?
Apa kalian akan lebih jenius dengan kuliah di univ Y dibandingkan X?
dsb
dsb
dsb

Lupakan semua pemikiran mahadangkal dan bodoh itu. Jangan merendahkan diri kalian sendiri dengan menganggap kalian lebih hina ketika terdampar di suatu universitas bukan di universitas lain yang lebih “wah”. Jangan pula terlalu angkuh ketika kalian diterima di univ.impian yang luar biasa berat dan top and think that nobody in this universe can beat you! Think that you are the best and the smartest people in this blue planet. Bukan berarti saya menyuruh kalian untuk leyeh-leyeh gak berjuang ke univ unggulan, aduuuuh gak lah… kalian malah harus berjuang gila-gilaan untuk itu.

Oh please… please… please…
Jangan merendahkan harkat “pendidikan” dengan perspektif yang sempit….

Dalam Islam saja, sampai ada hadist (aduh masa’ harus gw yang ingetin):
The Prophet Muhammad (peace be upon him) said:  “The seeking of knowledge is obligatory for every Muslim.” – Hadist Al-Tirmidhi

Kenapa sih, kenapa mencari ilmu itu wajib? Kerena pengetahuan yang akan membijaksanakan kalian… membuat pola perilaku kalian tidak “kosong”

Ketika saya kuliah di IPB misalnya, lebih dari sekadar nilai… saya bertemu dengan orang-orang dari berbagai daerah di Indonesia, dengan berbagai latar belakang sosial, ekonomi, dan kultur. Setiap orang kemudian punya cerita mereka masing-masing,punya masalah dan kompleksitas hidup mereka masing-masing. Sebagai jembatan dari masa labil ala anak SMA menjadi dewasa, level S1 lebih menjadi sebuah media yang mengajarkan bagaimana kita harus bersikap menghadapi orang dengan latar yang berbeda-beda tersebut.

Saya juga belajar mata kuliah yang lebih kompleks dibandingkan ketika SMA, menghadapi dosen dengan aneka karakter dan aneka rupa cara mengajar yang tentu lebih beragam daripada ketika SMA. Nah, disitu kita berlatih untuk mencerna berbagai informasi dari beragam cara penyampaian.

Bahkan ketika nanti kalian lanjut ke jenjang yang lebih tinggi (S2/S3 misalnya), kita bisa nangis loh liat persoalan di depan mata kita… air mata terkuras. Selfie sih dengan senyum tapi hati teriris meringis. Lalu kita sadar “Oh dalam hidup ada yang permasalahan yang kompleks buanget” lalu kalian akan belajar how to solve itu semua. Di kelas mikroekonomi misalnya, waaaah jangan tanya susahnya macam apa (pakai nihongo pula), ada equation yang puaaaaanjaaaaaang banget… dan kemudian untuk dipecahkan, rupanya equation itu harus dipecah jadi beberapa equation… lalu pecahkan satu persatu. Nilai mungkin pecah-pecah, tapi itu kemudian melatih pola pikir kalian “Wah ada hal yang rumit nih! Oh baiklah mari runut satu per satu dan pecahkan semuanya step by step.” Bukankah pendidikan semacam itu sesungguhnya lebih mendidik kita untuk jadi orang yang gak ngotot dan lebih humble?

Kita belajar sesuatu dengan lebih fokus terhadap satu permasalah. Kita dilatih untuk memilah fact and hoax dengan cara yang lebih scientific. Memilah mana yang penting untuk dianalisa lebih lanjut di sel abu-abu dan mana yang tidak.

Beberapa dari kita juga mungkin akan tinggal jauh untuk pertama kalinya dari orang tua. Kita belajar untuk bertanggung jawab, memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Belajar bertanggung jawab dengan amanah dan doa orang tua kita yang pastinya gila-gilaan menyekolahkan kalian agar kelak kalian menjadi orang yang lebih baik.

Ketika kalian memutuskan untuk menjadi MAHAsiswa, maka camkan dalam benak kalian bahwa kalian punya tanggung jawab yang MAHAbesar.
Jika mental kalian terlalu cemen untuk mengemban tanggung jawab itu, silakan mundur…

Jika kalian punya impian, jika kalian benar-benar ingin belajar sesuatu, jika kalian ingin menjadi manusia yang lebih baik… detik ini tetapkan kalian mau masuk univ apa, jurusan apa, dan bertekadlah untuk berusaha luar biasa di bidang itu. Jika kelak kalian dapat nilai yang jelek, sedih… nangis… luapkan… tapi jangan terlalu lama, segera bangkit setelah itu! Belajar! cari dimana kesalahan kalian… jangan batasi ilmu kalian sebatas nilai di transkrip.
Jika kemudian kalian lulus, dan kemudian kalian ingin mencari pekerjaan dan membahagiakan orang tua kalian… carilah… sejauh mungkin! Kalian mungkin aka gagal ratusan kali, tapi ingat orang tua kalian tidak pernah menyerah ketika menyekolahkan kalian. Sebelum kalian menyerah, ingatlah untuk selalu mencoba lagi sebelum menyerah.

Kalian hanya perlu melakukan hal terbaik untuk hal yang benar-benar kalian suka dan kalian yakini.
It is like fall in love, no matter how hard it will be… no matter how crazy it will be… you’ll never give up on it.

And NEVER LISTEN ANY NEGATIVE THINGS AROUND!
Please juga untuk para “motivator” di kampus-kampus terutama motivator wirausaha biasanya… stop talking “Bill Gates juga dulunya drop out dari sekolah” are you stupid or what? Dia drop out dari Harvard! HARVARD!!!! bukan sekolah abal-abal! Kalian tau persaingan masuk Harvard itu macam apa? Aduuuuh…. by default otak dia sudah bright ya adek-adek sekalian. Lagian apa salahnya sih kalau kalian pintar, punya track record pendidikan yang baik, lalu punya bisnis? Oh come on don’t be stupid. Memotivasi orang tuh mbok ya yang membawa hikmah… otak pas-pasan lulus kuliah aja dapet kerja susah, apalagi kalau drop out? rezeki memang di tangan Allah tapi yaaaa kan semua juga gak cuman modal bismillah lalu life goes on dengan lancar.

Tuhan dan semesta ini sudah mendukung kita untuk melakukan hal yang baik, and the ace is on your hand now. Kalian mau sukses… mau gagal…. mau cupu… mau keren… itu semua kalian yang memutuskan.
Hei kalian, jangan menyerah ya kalau kalian merasa hal yang akan kalian lalui adalah yang terbaik untuk kalian dan untuk orang-orang sekitar kalian.
Seperti motto boneka Daruma: 七転び八起き (Nana korobi yaoki):Fall seven times, stand eight times…
Dan ah, bertanggungjawablah pada Tuhan yang sudah mengizinkan untuk mengabulkan doa kalian dan doa orang-orang terdekat kalian.

IPB: Institut Paling Baik! Baik sih, tapi…


Masuk IPB itu pilihan terakhir kalau tidak diterima di PTN lain! Susah keterima kerja, kalau gak susah lanjut sekolah lagi apalagi keluar negeri.

Salah satu guru SMP saya berpendapat demikian (ish… awal aja kalau anaknya nanti masuk IPB mwahahaha *siap sendok garpu*). Bahkan teman sekamar asrama saya pernah ada yang sampai menangis karena khawatir tidak akan mendapat pekerjaan setelah lulus dari IPB. Ada juga yang bilang IPB mah bubarin aja toh udah gak jelas kontribusinya pada sektor pertanian termasuk salah satunya yang nulis ini
Mungkin secara kasat mata memang benar bahwa anak IPB itu setelah lulus lebih banyak yang memilih langsung kerja bahkan kadang hantam aja di sektor-sektor yang tidak terkait dengan pertanian, beberapa langsung menikah muda. Kayaknya kok IPB itu kurang heboh ya gaung-gaungnya dalam dunia Indonesia Raya ini. Hmmm kadang mikir “iya juga sih ya”… eitsss tapi apa benar? mari kita telaah lebih lanjut.

Gini loh ya…yang perlu dipahami mungkin adalah, IPB mayoritas diisi oleh anak daerah (setidaknya ketika saya masih kuliah di situ), makanya saya bilang IPB: Institut Paling Baik… karena memang menjaring anak-anak dari daerah. Kadang saya ketemu teman dari pulau jawa aja… pas dia sebut nama daerah tempat dia tinggal saya langsung cek google maps dan taraaaa tidak ada di google maps! Asiiiing pokoknya! Apalagi kalau udah di luar jawa, owalah… luas tenan yo Indonesia iki. Bahkan dari Papua pun ada, saya sampai takjub…. saya ingat mereka pernah bilang “Ikan di jawa ini tak enak… di bumi papua ikan melimpah dan segar-segar” wuaduh….

Eh btw…btw…
Menilik pengalaman hidup saya yang pernah tinggal di desa, bisakah nalar kita semua membayangkan bahwa jangan-jangan sebenarnya kehidupan anak-anak daerah di IPB lebih berat dibandingkan kehidupan saya (kisah lebih lanjut akan saya ceritakan kemudian).

Maksud lo apa, Mon?

Begini… begini….
Kalian tahu, dalam sebuah penelitian… harga rumah kos dan jajanan kampus di IPB merupakan salah satu yang termurah di Indonesia jika dibandingkan dengan kampus lainnya. Coba kerahkan sel abu-abu kalian untuk berpikir, mengapa demikian? Karena mayoritas dari mereka berasal dari keluarga yang pas-pasan.

Siapa bilang anak IPB tidak ada yang bekerja di bidang pertanian? Oh banyak sekali, beberapa dari mereka kembali ke kampung halaman… mengembangkan pertanian di desa masing-masing. Beberapa ada yang di instansi, dan beberapa ada yang di perusahaan swasta yang bergerak di bidang pertanian. Masalahnya satu, pemahaman banyak orang tentang pertanian itu hanya sebatas cangkul…cangkul…cangkul yang dalam… padahal kalau di keilmuannya sendiri ruang lingkup pertanian itu luas sekali dan mencakup hulu hingga hilir.

Kok gak keliatan? Lha wong dosen IPB yang menemukan metode bius udang saja ndak terkenal dan copyrightnya kemudian diambil begitu saja oleh suatu perusahaan. Mahasiswa agronomi ada yang hasil tani kentangnya dibeli sama Mc Donald karena kualitasnya bagus. Pada tahu gak? Gak kan? Atau tahu tapi samar-samar kan? Di sini jelas sebuah kritik untuk IPB, hampir seluruh civitas academica-nya terlalu humble, menjurus ke malas gambar-gembor. Berulang kali saya berpikir, kenapa ya kok gitu banget makhluk-makhluk di kampus ini.Narsis dikit aja kok ya susah tenan yo. Beberapa penjelasan yang masih bisa saya pikir logis adalah, karena mayoritas dari mereka adalah anak daerah yang sudah ter-set “tidak perlu muncul” untuk beberapa hal. Kurang PD gitu… Mungkin kedepannya perlu juga nih IPB lebih gahol dan ada pelatihan semacam public speaking, table manner, dsb… biar lebih gahaaaaaar di muka bumi. Ini juga bisa jadi alasan kenapa masih ada saja kasus mahasiswa yang gak bilang ke siapa-siapa kalau mereka gak sanggup bayar uang kuliah. Budaya dan lingkungan beberapa dari mereka terkontaminasi budaya malu-malu,minder, dan pasrah begitu saja… ini yang harus jadi PR besar untuk IPB.

Iya sih gak perlu sombong, tapi gak perlu terlalu pendiam juga kali ya. Ih kadang gemes, IPB itu seperti penyanyi dengan suara emas, tapi masih malu-malu untuk naik panggung. Lha kalau gak manggung gimana orang liat kan?

Terus kenapa sih sekarang banyak anak IPB yang masuk perbankan atau publisistik, gak nyambung tau! Pertaniannya mana? IPB sekarang jadi Institut Perbankan Bogor dan Institut Publisistik Bogor, Bah!

Loh itu sih apa urusan kita? Rezeki orang bukan kita yang ngatur kan? Tapi jika menyambung analisis sebelumnya, maka bisa jadi ini ada kaitannya dengan kondisi sosial dan ekonomi dari beberapa anak daerah yang sekolah di IPB. Ingat! Budaya nyinyir di negeri ini kadang lebih tajam dari gergaji lebih ganas dari piranha. Beberapa dari mereka pasti banyak yang mendapat tekanan dari keluarga maupun masyarakat untuk segera mendapat pekerjaan dan segera mapan. Makanya sesekali jalan ke desa atau at least ke sub urban area :p kalo gak sempet baca deh sosiologi pedesaan. Di beberapa daerah dan bagi beberapa kelompok masyarakat, menjadi sarjana itu udah yang paling TOP, kece, dan aduhai… maka ketika mereka sudah lulus, tuntutannya cuman 1: cepat mendapat pekerjaan. Selesai! bukan kisah aneh kan? Ada pemikiran di beberapa bagian masyarakat, “Sekolah udah mahal-mahal kok ndak kerja-kerja? Ndak usah kuliah kalau begitu”

Kondisi ini akan “didukung” dengan background kondisi ekonomi dari keluarga orang yang bersangkutan. Nah, kalau doi dari keluarga yang pas-pasan… dia harus gimana setelah lulus? Kerja kan? Keluarganya kan bukan kuda lumping yang makan beling! Bukan juga pemain debus yang bisa telan bara api.

Sebagai pemerhati ulung, pekerjaan yang paling banyak menyerap fresh graduate dan mengambil almost all majors adalah bidang perbankan dan publisitik. Ya mereka masuk situ lah…. Salah? Loh kenapa salah…? Ini kan bukan urusan saya, bukan juga urusan Anda, ini urusan rezeki dari Allah…. ini juga masalah kehidupan dan penghidupan. Lagipula kalau kompetensi Anda baik, kenapa harus pusing dengan mahasiswa IPB yang masuk ke bidang2 tersebut. Susah amat ya damai damai aja gitu -.-

Kenapa gak bisnis di bidang pertanian aja?

Allahuakbar… kan udah dibilang secara ekonomi beberapa dari mereka mungkin mereka dari keluarga pas-pasan. Mau tani? Keluarga mereka juga jangan-jangan petani gurem, apa yang bisa diharapkan dari penghasilan petani gurem? gap harga level petani sampai pasar aja bedanya jauuuuuuh banget. Pinjam dari bank? Bisnis yang disetujui dapat kredit kan yang sudah mapan, belum lagi syarat macem-macemnya. Helow… memangnya bisnis itu cuman modal bismillah jadi. errrr… Bisnis itu butuh skill loh…

Hal di atas juga bisa menjadi sedikit jawaban kenapa kok secara kasat mata anak IPB yang lanjut ke luar negeri gak sebanyak dari univ lain ya? (secara kasat mata loh, saya tidak punya angka pasti untuk membuktikan pernyataan ini) ada 2 kemungkinan. 1. Anak IPB malas gembar-gembor (dan jujur saja ikatan alumni IPB juga makin kesini makin kurang erat, jadi publikasi prestasi alumninya juga gak [akan] terlalu heboh] , 2. Karena tuntutan kehidupan (motif sosial dan ekonomi).

Hah capek nulisnya….

Oke deh. lalu kenapa IPB kok sekarang kesannya politis banget ya dan kayak Univ,nya salah satu parpol tertentu.
Hiiih, itu sih cuman beberapa…saya gak tuh.
Saya sendiri ingin menjitak beberapa orang yang terlalu adore dengan partai-partai tertentu. Saya mah sok-sok aja, hak asasi lagi… tapi jangan di kampus. Saya mencintai dunia akademis, saya tidak rela jika dunia ini dinodai oleh kampanye terselubung parpol-parpol. Nah ini loh, saya netral kan? masih banyaaaaaak lainnya yang netral.

Nah sekarang masalah, IPB lebih layak jadi pesantren karena over religius.
Hmmmmm…. memang sih banyak yang ikhwannya ikhwan bangeeeet, begitu pula yang akhwat akhwaaaat bangeeet. Tapi jangan salah yang nyeleneh juga ada. Nih saya ini. Yang kejawen aja ada kok…. tapi yaaaa buat apa pusing-pusing mikirin masalah SARA.
Saya hanya mau bilang, sekolah di IPB itu muaaaampuuussss susahnya! Mana kalau ngulang mata kuliah transkripnya dikasih tanda bintang pula jadi ketahuan kalo nilai kita hasil ngulang. Dapet nilai juga susah….Asem lah pokoknya….Kalau gak religius di sini mah atuh bisa bunuh diri atau gila kali. Sudah ada kasus orang yang loncat dari tower, gantung diri, atau jadi gila… oooh banyak…

siapa yang bisa nenangin hati dan pikiran kalau bukan Tuhan? Siapaaaaa???? terus kasus yang terlalu ikhwan dan terlalu akhwat itu gimana. gak apa-apa… mereka ganggu Anda? gak ganggu saya juga tuh… jadi ya udah jangan saling ganggu. Masalah ruang kelas ada yang sampai dipisah ikhwan-akhwat, ya biarin aja hahahaha….bagus juga kadang, jadi yang pacaran bisa rada lebih fokus pas dipisahin. Lagian gak semua kok. Saya malah kalau bisa ikhwan-akhwat dipisah ruang sekalian, bukan apa-apa… ruang kelas di IPB banyak yang panas hahahhaha 😀

Saya tidak peduli! Pokoknya IPB lebih baik BUBAAAAAAARRRRRR!!!!!
hah? Hah? Waduuuh… kenapa? Kenapa?
Hmmm gimana ya kalo dibubarin, bakal seru kali yaaa…. saya kemudian iseng menanyakan ke adik saya yang masih kelas 1 SMA,
“Jadi ki, gimana kalau IPB bubar aja? Katanya udah gak ada kontribusi buat pertanian, bro”
“Loh fakultas pertanian kan gak cuman di IPB aja, Kak….kenapa yang harus bubar IPB. Kasian banget”
“Yeee, kan namanya aja Institut Pertanian Bogor, tolok ukur kemajuan pertanian yang dari si IPB ini lah”
“Lah.. kalau IPB tolok ukur pertanian dibubarin, gimana nasib fakultas pertanian di univ lain kan? Dan gimana nasib pertanian secara menyeluruh. Mungkin sekarang gak bagus-bagus banget, tapi kalau bubar yaaaaa makin hancur lah”

Bravooooo……! Waaah standing applause ah… Itu jawaban adik saya loh! Kelas berapa? Kelas 1 SMA! Masa iya kematangan pola pikir kita dan mempertimbangkan sesuatu kalah sama adik saya? Apalagi kalau udah menempuh jenjang pendidikan lebih tinggi dari 1 SMA, gengsi aaaah 😀

Jujur saja saya tidak membela IPB sepenuhnya.
bagi saya sendiri IPB masih perlu buaaaaaanyaaaaak berbenah di bidang birokrasi…. memperbaiki mental dan kepercayaan diri beberapa mahasiswanya…. memperkuat hubungan alumni…. meningkatkan prestasi dan semakin aktif mempublikasikannya…. lebih aktif dan agak lebih agresif lagi mendorong kemajuan sektor pertanian. Wiiiiiiiihhhhhh buanyaaaaaak…. heran deh ada yang mau jadi rektor IPB, kalau saya gak mau ah, pusing hahahha.

Namun IPB tidak salah sepenuhnya. IPB berjuang untuk menjaring anak-anak daerah bahkan dari daerah yang kadang kita gak kenal judulnya apa. Berjuang juga menyediakan pendidikan berkualitas yang gak mahal-mahal banget. Kalau gak ada IPB, orang seperti ayah saya dulu dan beberapa teman saya, mungkin tidak akan melanjutkan sekolah. IPB juga sudah banyak mencetak ilmuwan-ilmuwan serta praktisi-praktisi ahli di bidang pertanian dan bidang lainnya, walau mungkin ada banyaaaaaak yang belum terlalu dikenal.

Saya hanya berharap IPB bisa memberi perhatian yang lebih baik lagi untuk mahasiswanya juga untuk negeri ini. Mahasiswa juga kalau ada kesulitan mbok yang komunikasikan baik-baik. Yaaaa semuanya, bagaimana kalau menjalankan perannya masing-masing dengan baik-baik dan sebaik-baiknya.

Jelas kan… tidak ada yang salah dalam hal ini, masalahnya tidak ada yang sempurna di dunia ini. Kan kita sadar tidak sempurna, makanya terus ada perbaikan. Saya sedang memperbaiki diri, saya rasa IPB juga. Hfffttt…. long journey ya? Yup! Long journey dan akan terus berlanjut!

Salam damai untuk semuanya!

Saat seorang teman… menikah :)


Akhirnyaaaaaaaaaa…. ada juga orang di angkatan saya, Ilmu Ekonomi 44 (2007), yang menikah.

Hohoho~ Seorang teman yang menurut saya always look beautiful karena full senyum dan nggak bisa nahan ketawa.

Tadinya nggak mau dateng karena males dan masih flu nggak jelas dan karena agak nggak suka keramaian jadiii yaaaaa males, tapi setelah dipikir-pikir ini nikahan perdana angkatan saya dan anaknya sangat amat baik menurut saya dan kapan lagi kumpul sama temen-temen seangkatan kalau nggak hari itu jadi I DECIDED TO GO!

Bertempat di Aula PTIK, kabayoran baru, Jakarta Selatan… teman saya ini akhirnya melepaskan masa lajang dan menyerahkannya pada seorang pria alumni ITB teknik…emmm….teknik apa ya… elektro kalo nggak salah *hwahahahaha asal banget gw* jadi ini memutuskan isu bahwa anak IPB akan menikah dengan anak IPB lagi, rupanya nggak kan? ini ada yang nyangkut sama anak ITB. Sebelum ngebahas acaranya, saya mau bahas dulu kenapa menurut saya nikahan teman saya ini menarik banget… Mmmm karena saya sebagai anak Ilmu Ekonomi yang masuk pada kategori kuper *errr* ngerasa dia cukup stay cool aja, I mean… di kelas saya yang pacaran itu banyak dan yang lebih heboh dan fenomenal juga buanyaaaaak…. saya kira yang heboh-heboh dan fenomenal itu yang akan duluan, rupanya nggak! Justru yang biasa-biasa aja nikah duluan :p tapi sekali lagi ini menurut pandangan saya loh ya. Dengan ini dua acungan jempol buat dia karena telah mematahkan dua anggapan umum secara tidak sadar, good job!

Dua jempol aja nggak cukup, Sob! karena resepsi pernikahannya juga dikategorikan mewah dan cantik banget! Belum lagi make pengantinnya plus bajunya oke banget. Satu lagi…. dekorasinya oke banget! Cuman karena pakai adat Solo, nunggu pengantinnya jalan dari pintu sampai ke pelaminan itu lamaaaaaaaa bangeeeeeeet…. zzzzZzzzZ…

Daripada ngomong terus biar foto yang bicara ya (Special thank for my lovely Ramona karena sudah bekerja dengan baik dan bisa menghasilkan foto yang okeh, that’s why I decided to spend my life with you *cium handphone*)

Yaaaak ini lintasan yang akan dilalui sama pengantinnya, saya suka dekor bunga dilangit-langitnya…. ya ampuuuun cantik banget. Mungkin bisa dipake  nanti kalau saya nikahan hahahaha… Oiya, sebenarnya jalannya nggak panjang kalau ditempuh dengan kecepatan normal, but it seems so looooooong karena pengantennya berasa nggak nyampe-nyampe…

Image and video hosting by TinyPic

Oiya ini titik finishnya, didekor dengan baik juga ya

Image and video hosting by TinyPic

Dan akhirnya, temen gw…… maksud saya pasangan yang berbahagia. Huwaaaaa… keliatan happy banget

Image and video hosting by TinyPic

Selain itu, karena saya suka bunga, saya ngerasa bunga-bunganya juga ditata cantiiiik banget.

Image and video hosting by TinyPic

Image and video hosting by TinyPic

Eh…udah jauh-jauh ke kebayoran, nggak asik kalau nggak narsis dulu. Oiya, I’m the girl with red ya *penting? hehehehe* Sorry dame kau tidak melihat ke kamera :p

Image and video hosting by TinyPic

Gak ada foto lain 🙁 mentang-mentang saya suka foto-foto orang saya jadi didaulat motoin orang lain, tapi foto sayaaaaa jadi minim :'( huhuhuhu tega… foto lainnya saya tag di FB ya 😀

Yeaaaah… pecah telor satu deh.

Semoga banyak yang nyusul… Yang cowok, giat-giatlah mencari nafkah dan niatin buat nikah *kalo emang niat :p* kalau ada niat pasti nanti rezekinya dimudahkan, oiya cari calon istri yang bener juga supaya bisa menghasilkan generasi yang siap menyongsong masa depan *halah*

Yang cewek, berbanyak doa supaya dapat jodoh yang 4 sehat 5 sempurna (Cageur, Bageur, Bener, Pinter, Mapan :p hehehehe).

Buat semuanya, mmm… kalaun resepsi please snacknya dibanyakin masakan Indonesia 🙁 perut saya agak Indonesiawi sekali hehehehe.

Waaaaah… kawan, kita semakin menua ya. Bentar lagi akan ada yang manggil saya tante nih hahahhahaha.

Buat Meydith dan suaminya, oh… how beautiful you are 🙂 semoga SAMARA selamanya ya, dan dengan kerendahan hati dan segala hormat, resepsi lu kemarin mengalahkan resepsi anang-ashanty 🙂 For sure!

Jadi kapan menyusul, Mon?

Mmmmmm… entahlah,

masih merasa 17 tahun :p