Kajian Eksklusif: Sedikit Berbincang Tentang Rokok


“Jadi, Mon, lo kan sekarang udah master di environmental economics… jadi harga rokok itu perlu naik gak?”

Waduh, sekalinya ada yang nanya ke saya kok ya berat-berat banget hahaha. Saya tidak bisa menyimpulkan secara akurat ya, ini sih perlu kajian lebih mendalam terutama masalah elastisitas permintaan and penawaran rokok itu sendiri. Kalau misalnya permintaan rokok itu relatively inelastis, yaaa sampai ladang gandum dipenuhi cokelat sih menurut saya masyarakat tetap cuek dan akan terus mengkonsumsi rokok walau harganya naik. Yaaah nanti lah ya saya terangkan kurvanya.

Tapi supaya tidak penasaran, ya udah mari kita bandingkan fenomena rokok di Indonesia dan di negara lain terutama di Jepang. Biar gak penasaran kan ;D.

Let’s check this out!

Rokok di Indonesia
Image and video hosting by TinyPic

Bangsa Indonesia itu smokers by culture. Sama halnya seperti mengapa makanan di jawa tengah kok relatively manis-manis? Karena dulu ketika kita masih dijajah daerah Jawa Tengah adalah sentra perkebunan tebu. Naaaah! Sama seperti tembakau, ketika kita dijajah, petani harus menanam tenaman perkebunan bernilai tinggi mulai dari rempah-rempah sampai tembakau. Yaaaa kita kan gak dijajah sebentar, tanaman perkebunan itu menjadi bagian dari kultur masyarakat kita. Kalau ada hajatan, pasti ada rokok…. kalau ada kenduri di kampung-kampung, biasanya sih ada suguhan rokok… mau bangun rumah dan mempekerjakan orang, harus ada uang rokok… yang lebih kasihan lagi sih rokok juga menjadi bagian dari sesajen :’D agak kasian sih sama roh halus yang pasti zonk cuman kebagian rokok siapa tahu kan mereka sebenarnya rindu nasi liwet atau rawon hangat.

Dari sudut pandang sosial sih jujur aja menurut saya ini pekerjaan maha dahsyat menurunkan konsumsi rokok di Indonesia. Gak cukup, yo wis ekonomi lah sedikit.  Sewaktu saya turun lapang ke daerah Jember, Jawa Timur, petani-petani banyak yang beralih dari menanam tanaman pangan menjadi menanam tembakau karena harganya lebih stabil (dan tentu lebih tinggi) dibandingkan harga tanaman pangan. Kalau sudah begini kan pemerintah juga tidak bisa larang, kecuali pemerintah melakukan regulasi pasar dan menstabilkan harga hasil tanaman pangan. Kalau gak bisa? Ya susah juga sih 🙁

Belum lagi ada yang pernah bilang ke saya “Kebohongan seseorang yang paling dusta itu ‘gw akan berhenti merokok‘”, karena rokok itu membuat ketergantungan dan addiction. Perokok mulutnya asem dan bisa-bisa keliatan sakaw kalau tidak merokok. Perokok sejati itu kalau sudah addict kayaknya hanya maut atau cinta sejati yang bisa menghentikan mereka merokok deh. Yang lebih LUAR BIASA lagi, masyarakat miskin Indonesia juga ada yang merokok, dan mereka lebih memilih merokok daripada makan. Kita sih yang bukan perokok mah bisa aja bilang “Kalau uangnya dipake buat beli batako daripada beli rokok, udah jadi tuh satu rumah” tapi kalau sudah kadung kecanduan rokok mah, gak mikir lagi :’D

Apa-apaan ini, Mon! Lo mendukung produksi rokok… lo…lo…lo bener-bener keterlaluan

Sabar-sabar… saya sih anti rokok, saya punya masalah di saluran pernafasan jadi jangankan rokok, debu pun saya anti. Tapisaya pikir kita harus melihat masalah ini dengan mata yang dibuka lebar-lebar. Sebenarnya apa sih yang paling annoying dari rokok? Pertama menurut saya adalah ASAP-nya dan konsumsi rokok bagi anak dan remaja di bawah umur.
Jika kita belum mampu lawan si industri rokok yang guedeeee ini, lawan hal-hal yang masuk akal bisa kita lawan dulu deh.

Beberapa dari kita masih terlalu baik hati pada perokok, bahkan jika asap rokok itu memapar ke diri kita bahkan anak-anak di sekitar kita.
Beberapa dari masyarakat kita juga bahkan ada yang membiarkan anak mereka merokok hanya agar mereka “gak rewel”
Kita masih masa bodoh ketika ada anak-anak yang membeli rokok di warung-warung.
Masih ada orang tua yang merokok di depan anak-anaknya.

Saya berpikir mungkin kita perlu lebih “galak” untuk masalah ini. Bakal keliatan bawel dan nyebelin bagi beberapa orang sih, tapi yaaa harus.

Rokok di Jepang

Dengan penghasilan minimum masyarakat Jepang yang 200rb yen/ bulan (sekitar 25 juta IDR) harga rokok yang sekitar 400 yen sih sepertinya receh banget.
Image and video hosting by TinyPic

Sepengetahuan saya sih perokok di Jepang juga banyak, bedanya di Indonesia: 1. Tidak ada yang merokok sembarangan, dan 2. Tidak ada perokok di bawah umur. Salah satu cara meminimalisir perokok di bawah umur (di bawah 20 tahun) adalah dengan adanya IC card bernama TASPO (Tobacco Passport). Tanpa keberadaan Taspo ini kalian gak bisa beli rokok di vending machine.
Image and video hosting by TinyPic
Cara yang paling gampang untuk membeli rokok ya di convenient store. Kalau kalian mukanya boros dan keliatan lebih dari 20 tahun sih kalian akan lolos beli rokok hehehehe, tapi tentu petugas convenient store tidak akan memberikan si rokok kepada anak-anak.

Selain itu, orang Jepang itu entah kenapa ya kok taat-taat aja gitu sama peraturan. Mereka tidak akan merokok di tempat selain tempat-tempat yang disediakan untuk merokok (smoking area).
Image and video hosting by TinyPic
Mungkin gak segitu tulus-tulusnya sih mentaati peraturan :p karena kalau mereka kepergok melanggar peraturan dan merokok sembarangan, hal terapes yang mungkin terjadi adalah terkena denda double: denda karena merokok sembarangan dan denda buang sampah sembarangan karena hitungannya lempar abu rokok dan putung rokok sembarangan :’D dendanya tentu lebih mahal dari rokoknya.

Perokok di Jepang juga sebenarnya relatively “lebih sehat” dibandingkan perokok lainnya di dunia karena mereka punya “detox culture”, makannya ikan… minumnya teh hijau… yaaa kedetox deh itu si para racun dari rokok dan rokok mereka semuanya berfilter pula. Belum lagi banyak aturan dimana-mana. Selain itu sebagai negara maju yang makin sadar betapa mahalnya sehat… kesadaran untuk mengurangi konsumsi rokok muncul sendirinya. Yang lebih lucunya lagi, konon (ini konon)…. pernah ada survey yang dilakukan oleh sebuah universitas di Jepang dan mereka bikin survey “Apakah kalian mau menikahi pria perokok?” dan lebih dari 50% menjawab NO! Ahahahahhaa kalau itu benar….  maka menjadi JOMBLO rupanya lebih mengerikan daripada bahaya rokok :’D ini bisa ditiru loh.

Sudut Pandang Ekonomi

Jadi gimana si rokok ini dari sudut pandang ekonomi?
Sekali lagi, saya tidak tahu elastisitas permintaan dari rokok… namun jika saya benar saya asumsikan bahwa elastisistas permintaan rokok di Indonesia ini relatif INELASTIS, hal ini didasarkan pada laporan BPS bahwa bagi beberapa masyarakat Indonesia rokok adalah “kebutuhan pokok”.

Barang-barang dengan permintaan yang inelastis itu “Perubahan permintaan lebih sedikit dibandingkan perubahan harga.” Artinya, jika harganya berubah sekalipun, orang cenderung akan  tetap membeli barang tersebut. Jika itu benar, maka kalau harga rokok mau naik misalnya sampai 50 rb sekalipun… orang tetap akan membeli rokok. Industri rokok akan semakin happy. Penerimaan cukai rokok pun aman.
Saya pribadi merasa kita semua “dibegoin” saja dengan isu kenaikan harga rokok yang hits akhir-akhir ini. Dengan diisukan harga rokok akan naik, para perokok akan langsung berbondong-bondong menimbun rokok :’D eh rupanya gak… ahahahah kecele deh.

Beda cerita jika rokok itu rupanya elastis. Ketika harga berubah, demand juga langsung berubah drastis. Ketika harga rokok naik menjadi 50rb misalnya, orang-orang jadi enggan membeli rokok. Karena saya pembenci rokok sih, ya alhamdulillah ya hhhahaha. Lalu bagaimana dengan cukai dan para petani tembakau, dan para buruh rokok? Nah di sini peran pemerintah diperlukan. Harus ada sektor lain yang bisa mengalihkan daya tarik industri rokok. Apa itu? Lagi-lagi saya pikir harus ada penelitian yang mendalam untuk ini. Tapi karena saya pernah ke lapang, petani itu mau loh menanam tanaman pangan dan tanaman perkebunan lain kalau harganya stabil. Ini kan petani ada yang convert ke tembakau karena ketika mereka menanam tanaman pangan harganya jatuh setengah mati ketika panen raya.

Begitu pula para pekerja di industri rokok. Industri rokok kita itu menyerap tenaga kerja lumayan tinggi loh, apalagi untuk yang rokok linting. Jika ada industri yang bisa menawarkan lapangan kerja dan upah yang gak kalah dari industri rokok, saya rasa mereka pun rela untuk pindah.

Ini kan masalah perut. Dan ingat juga! Supply itu ada ketika ada demand. Industri rokok tidak akan berkibar jika permintaan rokok di negeri kita tidak tinggi.

Dan masalah nyali pemerintah juga, benar-benar ikhlas tidak kehilangan industri rokok? Benar-benar serius tidak memerangi rokok? PD tidak dengan sektor lain yang bisa memberikan penghasilan lebih daripada rokok dan tembakau? Butuh keikhlasan loh membuat perusahaan besar macam Phill*p M*rris dkk untuk hengkang dan mencari tempat kekuasaan lain. Mereka itu pindaaaaah dari Amerika ke Indonesia karena indutri rokok di negeri mereka sudah tidak menguntungkan dan penuh regulasi… dan mereka liat di Indonesia regulasinya sedikit, ya happy lah mereka usaha di sini.
Terserah pemerintah deh sekarang.

Kalau kemudian itu masih susah dan kita juga hanya punya dua tangan dan uang pas-pasan untuk melawan industri rokok. Maka kita hanya bisa menasehati perokok untuk merokok di tempatnya. Dan sayangi anak-anak deh, jangan sampai mereka terpapar asap rokok. Asap rokok itu bukan hanya buruk untuk kesehatan bisa menurunkan tingkat kecerdasan juga loh. Didik juga anak-anak hal-hal yang lebih useful misal nyapu, ngepel, dan nyetrika biar bisa bantu-bantu misal science dan hal-hal keren lainnya dibandingkan disuruh membeli dan mengkonsumsi rokok.

Yo wis lah jika kalian merokok, tapi bertanggungjawablah atas perilaku tersebut. Merokok di tempat merokok, dan jangan ganggu orang lain yang tidak merokok dengan asap rokok tersebut.

Gitu lah ya 🙂

 

Dear media and netizen, kindly stop HOAX! : Mengenai kasus bocah yang diduga mengalami gangguan jiwa karena terlalu diforsir


Singkat saja sebelum saya kembali ke lab.
Jadi hari ini saya melihat berita ini di berbagai social media yang mendadak saya buka kembali -.- sebuah keputusan tidak bijak karena seperti yang saya duga rasanya saya mau ngomel2 setiap melihat social media berlebihan. Berita hari ini yang saya lihat adalah, ini:

ya tentang anak kecil yang diduga mengalami gangguan kejiwaan karena terlalu diforsir les aneka rupa.
Image and video hosting by TinyPic
Aduuh silakan deh di search sendiri di google.

Saya sih udah jengah ya dengan berita di media, saya bahkan tidak percaya dengan hasil penelitian saya ahahahhaha apalagi berita di media yang menurut saya butuh further confirmation.

Penasaran dengan kebenaran berita ini, saya mengecek ke google DAN RUPANYA, berita yang serupa sudah ada sejak tahun 2014.
Gak percaya? ini diaaaa!
Image and video hosting by TinyPic

dan kemudian dikonfirmasi pada tahun yang sama di republika kalau ini HOAX!
Image and video hosting by TinyPic

Saya tidak cut yaaaa link dan tanggalnya, jadi bisa kalian cek sendiri.

Baiklah, kita jadi belajar ya jangan memforsir anak-anak kita. Jangan terlalu ambisius lah intinya.

namun lebih dari itu, saya merasa berita kali ini sangat kejam! SANGAT KEJAM! Dan saya sangat kecewa kepada media yang tidak cek and ricek dalam menulis berita ini.

1. Foto anak kecil dalam berita ini; ini kejahatan paling luar biasa! first, kalian bisa lihat bahwa latar foto ini bukan di rumah sakit jiwa. Ini di sebuah supermarket saya rasa. Second, sangat disayangkan foto anak ini tidak diburamkan. Eh! Anak ini punya privacy! Terbayang tidak jika orang melihat anak ini kemudian langsung menjudge “Ih ini anak yang gangguan jiwa itu kan?”
Dan jika saya orang tuanya, saya akan sangat sakit hati dan tersinggung. Saya berani menggunakan jalur hukum untuk menggugat kalau saya bisa membuktikan bahwa ini semua hoax!

Ini kejem banget loh. Coba kalian, misalnya kalian udah jadi mommy nih… punya anak imut, kalian hobi share foto doski. Nah suatu hari kamu share foto kalian lagi meneteskan air mata karena pada saat itu adalah saat pertama anak kamu mengucapkan kata “Mama” misalnya.
Eh, tiba2 ada orang yang tidak bertanggung jawab menggunakan foto yang sesungguhnya bahagia itu, untuk berita “Seorang Ibu tak berhenti menangis karena anaknya terkena gangguan jiwa”
Ih kalau saya… saya sih bakal sakit hati banget!!!!! Itulah kenapa saya bilang, kalau saya jadi ibu di foto itu… saya tuntut media melalui jalur hukum.

2. Diksi! Jika dan hanya jika berita ini misalnya benar… saya menyesalkan penggunaan diksi beberapa media dan netizen yang bilang anak ini “Gila”. Saya pikir kita terlalu kejam ya dengan orang yang mengidap gangguan kejiwaan. Jika penyakit ini benar terjadi, saya pikir yang terjadi adalah semacam schizophrenia. Tapi orang dengan gangguan seperti itu bukan untuk digosipin loh, tapi harus diobati.Kalian tahu John Nash? Dia terkena schizophrenia… tapi dia bisa menemukan teori Nash Equilibrium. Beruntunglah Nash, karena dia bukan berada di Indonesia saat itu, kalau di Indonesia jangan-jangan daripada menemukan Nash Equlibrium, Beliau malau dilempar sandal dan di bilang orang gila. Jadi saya pikir, aduh pakai hati sedikit deh dalam memilih kata…

3. Minimnya kaji fakta oleh beberapa media dan netizen. Saya masih bisa memaklumi netizen yang khilaf dalam menshare berita yang rupanya hoax. Tapi media? Saya pikir bekerja di media adalah sebuah pekerjaan terhormat, berbagi informasi relevan pada khalayak. Ini? Kok bisa-bisanya beberapa media asal tulis sesuatu yang trend di social media? Loh… kajian Anda di mana? Anda sudah bertemu sumbernya langsung? Bagaimana Anda tahu itu benar atau tidak?

Oh Marissa… inhale~~ exhale~~~

Kembali saya teringat pada perkataan teman saya, “Kalau misalnya sudah sampai at least bikin skripsi aja… kan pola pikir kita harusnya sudah one step ahead berpikir ‘oh kalau bikin sesuatu itu harus base on data dan fakta ya’ kayak gitu loh”

Saya juga teringat seorang teman saya bilang “Ih, Mon… kelak kalau gw jadi Ibu nih, kayaknya gw ogah banget nyebar foto anak gw too much di social media. We never know apa yang orang lain pikir di luar sana. Kita gak tau apa yang orang bisa lakukan dengan foto itu”

Jadi bagaimana ya…
Okay begini, yuk… kita bijaksana dalam memilah berita. Cek and ricek apakah ini benar, gunakan 5W 1H. Apa sumber berita itu jelas? Apa berita ini relevan? Apa masuk akal?

Dan *oh I know you will say bagaimana bisa jomblo akut ini bisa bilang seperti ini*
Jangan terlalu banyak share foto anak kalian di social media.
Bahaya, kawan….
Saya paham kok betapa bahagianya kalian punya baby kan, saya juga kalau saya punya nanti kayaknya memory card camera abis deh. Tapi mulai pilah mana yang harus jadi koleksi pribadi dan di share ke social media apalagi jika social media kalian juga dipenuhi akun orang yang kalian gak kenal atau gak terlalu kenal. Bukan suudzon, tapi mungkin kita harus lebih waspada. Tidak semua orang baik hati bukan? Iya… jangan-jangan saya juga tidak sebaik yang kalian kira :p so, it is better to be careful.

Waspadalah…
Waspadalah…

Udah ah saya balik lagi ke lab ya~ Dadagh!!!!!

Love,
Marissa

Selamat hari raya Idul Fitri, dunia….


Image and video hosting by TinyPic

mes chers amis, Joyeux Aïd El Fitr 🙂

Selamat hari raya Idul Fitri ya semuanya.
Maafkan kesalahan saya yang memang suka aneh-aneh ini. Maafkan saya yang suka menyendiri bersembunyi dari keramaian…
Maafkan saya yang kalau BT mukanya sulit dikontrol…
Maafkan saya yang lebih suka ngobrol dengan kucing daripada manusia ketika under pressure Pokoknya maafkan segala ke-absurd-an saya baik yang sengaja maupun disengaja.

Maafkan blog emonikova ya sementara berdebu.. ini maaf loh, saya sedang dibantai deadline karena saya sidang tangga 3 Agustus. Aduh gondrong lah pokoknya.
Menulis dalam bahasa Inggris rupanya tidak semudah ngehapal lirik lagu.
Belum lagi emang basically otak ini gak bright-bright bgt jadi memang harus dipacu seoptimal mungkin.

Yo wis, baik2 ya kawan.
Semoga Allah mengizinkan kita menjadi orang yang semakin baik dari hari ke hari.

Sincerely,
marissa 🙂

 

Di balik warung-warung bertirai di bulan Ramadhan


Jadi, konflik nilai memang hak dunia. Makin Anda menciptakan konflik nilai, manusia makin memperoleh peluang untuk bermutu kemuliaan hidupnya.
Kalau tak ada makanan di sekeliling, lantas Anda puasa, betapa berkualitas puasa Anda! Jadi, jangan maki-maki orang berjualan pada bulan Ramadhan, justru supaya pahala puasa Anda makin tinggi.”(Dikutip dari “Dan Tuhan pun Cemburu-Emha Ainun Nadjib)

Beberapa hari lalu postingan ini sudah menjadi draft, namun blog saya maintenance… draft terposting, dan saya hapus segera -.-b mohon maaf atas kesalahan teknis yang terjadi.
Saya membaca berita tentang perda pelarangan rumah makan buka di bulan ramadhan, kalau tidak salah di Serang ya… dan katanya ada di beberapa tempat lain namun tidak ada detail dimana. Kasus Serang ini heboh karena ada rumah makan seorang nenek yang ditutup paksa oleh aparat Satpol PP. Wajah sang nenek yang nelangsa membuat kita jadi “gemas” dengan aparat. Lagipula, kok lebay banget sih sampai harus “segitunya”

Maaf, namun saya juga orang yang merasa perda seperti itu tidak perlu dilakukan, karena yaaaa lebay! Iya sih memang…memang…. suatu hal yang super menyebalkan ketika kita, di Indonesia, negeri yang mayoritas penduduknya Muslim, eh pas bulan puasa ada yang santai aja gitu makan di warteg, dengan guyuran kuah sayur nangka, sambel goreng kentang, tempe orek, tumis paria, ayam goreng, sambel bawang, sop sayur kaya mecin tapi kok ya enak :p, tak lupa dengan kerupuk bwahahahahahaha, belum lagi panas-panas eh pada minum es teh manis…. suegerrrrr rek! Oiya, es jeruk manis juga enak banget tuh.
Aduuh… tergoda gak sih, saya ngetik ini aja jadi laper :p terdengar enak loh itu….

Namun, apa iya iman kita se-cemen itu?Apa iya kualitas puasa kita masih level anak balita yang baru belajar berpuasa? sampai-sampai harus ada aturan yang melindungi kita dari godaan-godaan level newbie seperti itu? oh come on, guys!

Mengutip perkataan walikota Bogor, Pak Bima Arya, “Saya tidak akan menutup rumah makan karena itu namanya menutup rezeki orang, yang tidak puasa kan juga ada. Namun sebaiknya diberikan tirai untuk menghormati yang berpuasa”

Nah, sepertinya kita fine dengan aturan default seperti itu.

Lalu saya kembali bertanya-tanya, sudah trennya manusia semakin cuek dengan aturan-aturan yang tidak tertulis. Jika tahun depan atau beberapa tahun yang akan datang rumah makan yang buka tidak menggunakan tirai, apakah kita akan marah? Apakah satpol PP akan masuk dan menutup paksa rumah makan tersebut? Apakah kita juga semakin mudah membatalkan puasa kita?

Apa?

Ibadah adalah suatu hubungan Maharomantis antara kita dan Sang Pencipta. Kita meyakini bahwa Tuhan begitu baik kepada kita, maka kita melakukan seluruh perintahnya. Rule is a rule! Kita yakini itu dan berjanji akan manaatinya. Menjadi hamba berarti dengan sepenuh hati manut kepada Tuhannya.

Jika rule is rule, maka kita akan mentaati hal tersebut. Tuhan kemudian begitu baik karena memberikan beberapa “kemudahan” untuk hamba-Nya. Misalnya dalam puasa “Ini loooh wahai hamba-hambaKu yang baik, kalau kalian sakit, dalam perjalanan, lemah, yo wis lah ndak apa-apa ndak puasa. Tapi nanti kalau udah sehat dan kuat ganti ya puasanya. Kalau ndak bisa juga… yo wisss bayar fidyah aja” dst… dst… karena Allah tahu kita ini yaaaaa manusia, ada aja error-nya, ada aja lemahnya. Tapi dengan asumsi cateris paribus Allah yakin kalau “Guys, you can make it!”. Saya teringat teman saya yang bukan non-muslim pernah bertanya “Agama itu bukannya harus memudahkan ya, kok jadi repot” loh sebenarnya sih gak serepot itu, Tuhan itu sudah paham bataas kemampuan kita sampai mana, rulenya jelas dan terukur. Yang error kan manusianya aja kadang suka menyepelekan dan selalu ada juga yang memperumit.

Nah kembali lagi. Jika kita marah melihat orang disekitar kita makan, buka warung makan, minum teh manis, dsb-dsb-dsb…. dan malah merusak ibadah yang sudah kita komitmenkan sebelumnya, aduh jadi cemen dong.

Bumi ini luas, baru di Indonesia… kalau kelak terbang ke negeri lain dan kita menjadi minoritas, ya masa’ iya kita misuh-misuh gak jelas hanya karena orang lain tidak seperti kita, hanya karena orang lain tidak beribadah seperti kita. Hei, who are you… jangan macam-macam.

Ibadah itu yaaa memang gampang-gampang susah. Susah karena kita juga harus menahan untuk tidak ngegosip seusai shalat tarawih. Menahan untuk gak nyinyir ketika ada yang tilawahnya tidak sehebat kita. Belum lagi harus menahan diri berlebih-lebihan ketika berbuka puasa. Sulit, iya… loh tapi kan katanya mau jadi hamba Tuhan yang teruji dan tahan banting! harus kuat dong. Di sini ini loh seninya!

Musuh terbesar kita rupanya bukan setan, iblis, atau manusia lain yang menurut kita nyebelin banget… musuh kita ya ini loooh diri kita sendiri. Yang paling susah dikontrol ya… diri kita sendiri. Sudahlah, menunjuk hidung orang lain itu menghabiskan waktu dan tenaga, bagaimana kalau mulai menunjuk hidung sendiri “Apa gw udah bener-bener banget? ”

Lab saya super heboh ketika tahu saya berpuasa,
yang lucu…. entah mengapa mereka enggan makan dan minum di lab pada bulan ini, saya kemudian bertanya “Loh, kenapa toh? Nggak apa lagi”
Jawabannya “Gak apa sih, tapi kami ingin menghargai saja 🙂 ”
AHA! Ini dia, menghargai…. sebuah bentuk toleransi.

Bayangkan, mereka non-muslim loh, bahkan kalau ditanya agamanya saja mungkin pusing harus jawab apa. Namun mereka rupanya lebih aware perkara saling harga-menghargai (alhough I think it is not needed :’) thank you actually). Mindset “menghargai” orang lain yang kemudian menjadi kontrol diri mereka.

Sekarang, jika di bulan suci di tanah air semakin marak orang yang tidak malu-malu makan minum, yang tidak malu-malu bercumbu di tengah khalayak ramai, yang sudah tidak bisa menghandle kebiasaan buruknya bahkan hanya untuk satu bulan….
Masalah utamanya mungkin berada pada diri kita sendiri, mungkin kita sudah semakin dididik dan mendidik diri kita untuk tidak sepeka dahulu kala. Kita sudah semakin terbiasa untuk tidak menghargai seseorang sebagaimana mestinya, lebih menekankan “My life is my rule and who’s care with others rules”, melupakan bahwa hak kita itu TIDAK tak terbatas karena dibatasi oleh kewajiban dan hak orang lain.

Mungkin kita hanya mulai lupa beberapa hal paling krusial yang kita pelajari saat SD.

Tidak perlu lah para aparat repot-repot menutup rumah makan, ormas menutup tempat-tempat hiburan, polisi menggiling ratusan botol miras, jika kita hidup di masyarakat yang bukan hanya religius namun juga toleran. Semuanya akan teratur secara otomatis. Lha, masalahnya rupanya kita tidak setoleran itu.

Sekarang pertanyaannya, bagaimana mewujudkan Indonesia yang kembali toleran?
kembali peduli satu sama lain dan moga-moga tidak nyinyir satu sama lain. Kita kan menjelma semakin nyinyir dari hari ke hari yang pada akhirnya membuat banyak orang berpikir:
“Mau sih peduli dengan sekitar, tapi ah takut-takut nanti malah dikira caper…. ah takut-takut nanti malah dikira kepo. Sebodo amat lah”

Kalau begini terus, Indonesia akan tetap begini hingga ladang gandum dipenuhi coklat dan jadilah C*c* crunch!

Yo wis lah, gak usah banyak mikir kalau mau berbuat baik. Kita toh sudah bisa membedakan mana yang baik dan buruk. Inget loh, di Quran aja misalnya Allah udah bilang

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah [60]: 8-9)

Berbuat baik itu ndak ada yang larang, jadi berbuat baik aja… lalu lupakan dan tutup kuping :p you don’t need human to give you any grades for your kindness, never!
Ibadah juga, yo wis… ibadah aja, sebaik yang kalian bisa. Gak perlu woro-woro kemana-mana, toh pengujinya juga Tuhan.
Gak usah lebay juga jika kalian merasa “Oh my God, I think I am much better than anybody else” atau “Aduh… gila bagus banget puasa gw, kayaknya perlu nih terbang ke Denmark biar lebih manteb puasanya lebih lama” (believe it or not, I met someone who told me this, aduuuh first itu lebay, second klo gw sih jujur aja ogah MWAHAHAHHA)… nanti kalau kelak kalian mati dan pas di surga ketemu bareng orang yang kalian anggap lebih “meh” ih tengsin tau! Inget think twice, it is another day for you and me in paradise kata Phil Collins.

Yuk ah…. puasa…. puasaaaaaaa yang makin bener 😀

[Emonifoodie] Happy Avocado with corn flakes :D


English page can be found here

Jadi apa kabar puasa kalian?
Beberapa bulan yang lalu saya sampai kepada sebuah kesimpulan tentang kenapa banyak orang yang melewatkan sahur. Salah satu alasan terbesar adalah karena mereka tidak terbiasa sarapan. Di Indonesia, setahu saya karena kultur di keluarga saya kental dengan nuansa Aceh dan Jawa, kami tidak bisa berangkat kemana pun jika belum sarapan! Nah, beberapa kultur lain malah memang suka melewatkan sarapan. Gak apa sih, tapi jika kalian mahasiswa atau kerja… apalagi jika kalian di luar Indonesia dan jadwal shaum kalian puanjaaaaaaaang, suatu keputusan yang tidak bijak melewatkan sahur. Bukan hanya melewatkan sunnah, tapi ingat : Tidak ada logika tanpa logistik :p

Jepang mulai memasuki musim panas, dan salah satu buah khas musim panas adalah : Alpukat alias avocado. Gak seenak alpukat di Indonesia sih ahahahaha tapi happy dong 😀
Nah si alpukat ini kaya banget sama lemak nabati, jadi buat kalian yang gak suka sahur atau sarapan, coba deh mengolah si alpukat ini dan bisa dimodif dengan menambahkan beberapa sumber vitamin dan karbohidrat ^^b
Contohnya semacam ini nih:
Image and video hosting by TinyPic

Caranya gampang banget!
Cari alpukat yang matang, keruk daging buahnya.
Campur sirup coklat dan susu cair, kalau masih kurang manis bisa ditambah madu.
Jika ingin benar-benar blended, blender si daging alpukat, madu, dan si susu cair,
kalau gak ada blender yaaaah diaduk-aduk juga nanti hancur sendiri.
Untuk sahur kalian butuh asupan kalori yang lebih banyak jadi saran saya sih taburkan cornflakes favorit kalian di atas jus alpukat kalian. Kalau punya buah-buahan silakan campur di atas  flakes.
Supaya segar, diamkan di kulkas beberapa jam. Waaaah udah deh kalian bakal happy.

Kalau kalian gak punya embel-embel lain, yaaaah klasik jus alpukat juga seru kok buat buka puasa fufuufufufu.

Image and video hosting by TinyPic

Classic Choco Avocado… Ini tuh enak banget gak sih ahahhahaa 😀

Just another additional info:

  • Alpukat itu rupanya di KBBI adalahAvokad ya ahahhahaha…. saya baru tahu loh…. aduh fail banget gw sebagai manusia Indonesia.
  • Nama latin dari si alpukat itu Persea americana  dan saya juga baru tahu kalau asal mula si buah seru ini dari Mexico.
  • Selamat gatel-gatel…. di Indonesia, semakin jarang yang menanam tanaman ini di halaman rumahnya. Kenapa? Karena uletnya buanyaaaaaaak ahahahhahaha. Udah pernah liat ulet bulu pohon alpukat, nih rasakan ahahahahahahhaaha….

Gateeeeeel kaaaaaaan liatnya!!!!

Saya suka banget ulet bulu apalagi yang gendut ijo botak, tapi ulet bulu item ini… ampun deh, ngeri boy!
Semua mengira ini hama…. tapi sebagai seorang anak dari mantan agronomist, kalau saya ngomong ke Mama saya “Ma, ih ngeri deh sama pohon alpukat… uletnya itu loooh!”
Lalu mama saya hanya senyum “Yo wis… itu tandanya si pohonnya mau berbuah. Emang gitu lagi, kak. Seninya punya pohon alpuket itu ketika liat mereka didatengin ulet bulu”
Saya masih belum tahu ya detilnya, tapi kata Mama saya ada penelitian yang menunjukan bahwa si pohon memang butuh para ulat-ulat gondrong ini. Kenapa? Karena pohon ini membutuhkan mekanisme menggugurkan daunnya untuk berbuah, padahal in the same time pohon ini harus membutuhkan panas matahari yang cukup intense alias pada umumnya tumbuh baik di daerah tropis. Nah, jadi gimana dong… di kawasan tropis kan gak ada musim gugur? Nah, Tuhan kemudian mengirimkan si ulat-ulat seksi ini untuk membantu pohon menghilangkan daun-daunnya. Wallahu’alam ya… mungkin yang anak pertanian atau biologi bisa meluruskan isu ini fufufufufu.

Cuman yaaaaa kadang jumlahnya over sih, dan kan ngeri ya bok ketika si ulet kemudian nyelonong masuk ke dalam rumah. Terus tiba-tiba nemplok di sofa! OH MY GOD! itu ngeri banget ahahahahahaha :’D

  • Ini tips dari Mama saya hahahahha…. cara memilih alpukat :p kalau saya kan dhaif ya, kalau Mama saya insha Allah shahih. Intinya pilih yang warna hijaunya gelap atau yang udah menghitam. Kulitnya harus mengkilap, terus jika mau pilih yang matang cari yang udah agak lembek. Terusssss…. mmmm oiya kalian bisa mengintip ujung bekas batang pada buah, itu indikator warna daging buah…. yang sudah mateng itu yang sudah kekuningan 😀
Image and video hosting by TinyPic

Kira-kira begini lah… tebak mana yang lebih mateng?

 

Yo wis gitu aja.
Udah ah…. take care, Pals!
Image and video hosting by TinyPic