Dilarang Jatuh Cinta pada Pria Terlalu Baik…! Aduuuh… kok susah ya


Image and video hosting by TinyPic

Ini ayah saya waktu masih muda… sedih loh adik saya pajang foto ini jadi profile picture dulu katanya karena dia gak punya foto bareng ayah. Ah… 🙁

Saya punya ayah yang baik. Besar di Curahlele, Jember [silakan cari-cari di peta] tidak membuat doi tulalit. Siapa bilang anak daerah itu lemot! Oh guys, come on! Ayah saya baik dalam matematika tapi juga fasih dan hapal Quran, mohon jangan bandingkan dengan anak-anaknya yang meh banget. Keterima di 2 PTN sekaligus dengan tanpa tes. Ahh… kalau kita yang muda-muda ini loyo berjuang mah malu dah. Ayah saya bilang sewaktu sekolah di Curahlele dulu Beliau suka nyambi dagang dan ngangon kambing sambil sekolah. Gila, kalau saya sih kayaknya boro-boro jadi pinter, cuman dapet kucel doang.  Sebagai anak perempuan dan anak sulung saya tentu akan bilang My Dad almost perfect… yeah almost! Tapi ada dua kekurangan Beliau: 1. Beliau terlalu baik, bagi Beliau semua orang itu BAIK!, dan 2. Beliau meninggalkan dunia ini terlalu cepat.

Sudah punya ayah yang seperti itu, mama saya juga tidak kalah jauh. Adik saya malah pernah bilang “Kak, kalau mau dapet cowok kayak ayah… liat dong, kakak harus sebaik Mama” which is almost impossible. Sekadar pemberitahuan aja, Mama saya maling aja dikasih teh anget sama biskuit! “Yah kak, kan kasian. Mama liat mereka kehujanan gitu, nanti masuk angin. Ya udah mama perbolehin masuk dan mama kasih cemilan. Mana tau mereka tega maling” kata Mama saya sambil bercucuran air mata. Saya dan adik saya? Kami sih hobinya ketawa aja. Aduuuuh…. Alhamdulillah deh, mungkin kiamat belum cepet-cepet dateng karena masih ada orang semacam Mama di planet ini.

Sebenarnya saya ingin melupakan ayah saya. Tapi layaknya setiap gadis yang seringkali merindukan cinta pertamanya…. Saya juga begitu. Kadang saya rindu ayah saya. If he still alive, maybe I will never need social media. Tapi ketika ayah saya meninggal dunia, lalu saya beranjak dewasa… Mama saya pernah bilang “Pokoknya nanti jangan jatuh cinta sama orang yang persis banget kayak ayah kamu deh. Kebaikan… orang baik entah kenapa meninggalkan dunia cepet juga”
Saya lalu berjanji… okay, Mom. Hmmmpppph… sumpah palapa dah pokoknya.

Tahun berganti… dan seperti biasanya saya kadang kangen dengan ayah saya. Kadang saya mempertanyakan kok gen sabar ayah dan mama saya gak nurun ya ke saya…. Kadang saya berpikir kalau ayah masih ada mungkin saya ajak mama dan ayah saya tes DNA, ini beneran saya sama adik saya gak ketuker di rumah sakit? Karena kami berdua aduuuuuh ampun deh gak sabarannya. Saya yang sekarang sih lumayan jarang ngamuk, waktu saya SD kalau saya jengkel dengan orang lain bisa saya gigit =.= LITERALLY gigit! Untungnya saya anak yang bandel tapi jujur, saya akan lapor ke ayah…. Kalau ke mama pasti kena omel “Masya Allah… anak orang digigit, emang kamu kira ayam goreng”, lebih baik ke ayah yang gak pernah marah tapi nasehatnya selalu sama “Ya udah, dia nyebelin kan. Kalau kamu balas dendam apa bedanya kamu sama dia. Sama nyebelinnya dong. Mau kayak gitu?” Huwaaaaa gak,Yah. Biasanya setelah itu saya langsung ambil mukena, terus minta maaf ke Allah… terus dengan doa polos ala bocah “Allah, aku gak akan gigit orang lagi… tapi dia jangan deket-deket aku ya kalau nyebelin terus. Aamiin”
Aduh rindu ya masa-masa bloon lugu kayak gitu.

“Ayah… ayah waktu kecil bandel gak?”
“bandel lah… semua juga bandel waktu kecil”
“Saya boleh dong jadi anak bandel. Kan keren, Yah”
“Boleh… tapi tetep harus jujur ke Mama sama Ayah ya.”
“Loh kenapa?”
“Supaya kalau kamu salah Mama sama Ayah bisa kasih tau yang benar apa”
“Oh gitu…”
“Iya, sebenarnya semua anak baik kok, mereka bandel karena belum tau aja yang benar seperti apa”
“Ooooo”
dan saya tetap bahagia jadi anak bandel waktu kecil dulu… yang manjat pohon, nyoba-nyoba ngetapel jambu air tetangga, berantem sampai codet… SEMUANYA. Tapi selalu diakhiri pengakuan dosa ke Mama dan Ayah. Akhirnya bosen sendiri jadi anak yang bandel.

Tapi skemanya sudah jelas. Forget it… jangan sampe kepincut orang kayak doski…
Aduh FTV banget dah.

Hingga malam ini… saya sukses gagal move on.
Uhuk!
Begini…begini…ceritanya saya punya “teman curhat” sekarang. Hahahaha…
Baik gitu, apapun cerita saya… dia dengar. Dan awalnya sih ya udah lah ya… happy aja punya teman seperti itu, hampir bikin tumpeng sih… edaaaan emon nambah juga temennya kan. Hingga pada akhirnya saya menyadari satu hal: Sifatnya mirip dengan ayah saya!
Okay… tarik nafas marissa.. tenang… move on…. Move on perlahan…
Tapi saya terlanjur bergantung sama dia, hingga saya kemudian cerita saya sedang sebeeeeeeeel banget sama beberapa orang. Gilanya jawabannya “Kalau kamu marah, terus membalas mereka… kamu akan sama seperti mereka. Let it go and moving on”
Saya melongo… ya ampun ya ampun ya ampun… 25 tahun saya hidup, baru detik ini saya menemukan orang yang memberikan jawaban serupa dengan ayah saya. I shouldn’t be fall in love with him. Gak boleh gak boleh…. Ini terlalu berbahaya.
Ini dia! Ini dia kenapa saya tiba-tiba deket dengan orang ini, baiknya… jawabannya… cara dia menjawab… ya ampun, itu semua rasanya baru saya temukan dua kali di planet ini. Pada Ayah dan pada dia. Mukyaaaaaaaaaa….. tutup buku emon… tutup buku….

Ih kenapa sih, Mon! Majuuuu… Serbu….Seraaaang…. Terjaaaaaaaang!

Ih kenapa ya… gak tau… parno aja. Namanya juga parno…

But more you try to forget… more you remember.
Dan rasanya malah makin bergantung dan makin gak bisa lupa.
Ya sudahlah mau bagaimana lagi… lalu saya ambil mukena dan bilang “Aduh ya Allah… kok ditemuin sama yang model begini lagi sih. Hamba pasrah. Tapi jika boleh ada beberapa request, jaga dia baik-baik, dekatkan dia pada jalan yang Kau ridhai, dan dia orang yang baik jadi hamba mohon dia bisa hidup lama di planet ini”

Ya begitu saja….
kalau mama saya tahu, Beliau pasti akan parno dan panik “Aduuuh… tuh kan, mama sudah duga”
Yaaaa gimana lagi, Ma… hahahhahahaaha

Nasehat seorang ayah pada putrinya tentang ilmu…


Suatu malam, sambil menikmati acara TV dari sebuah TV kecil ukuran 14′, seorang ayah bertanya kepada putrinya….
“Hei… tau gak kenapa ilmu kalau ditulis dalam bahasa arab itu jadi علم” kata Sang Ayah sambil menuliskan serangkaian huruf arab di atas kertas.
“Lha… memang asal katanya itu kan, Yah? Ah yang kayak gitu aja dipertanyakan… repot banget” kata si anak
“Wuettts… semua itu ada filosofinya lagi”
“Apa emang?”
“Ah…. katanya gitu aja dipertanyakan…”
“Ih… sebel banget, udah penasaran gak jadi cerita. Ya udah gak jadi”
“Yah, padahal tadi mau mulai cerita”
“Aduuuuh apa siiiih? :(”
“Hehehehe… ya udah nih ayah bahas. Perhatikan ya…”

Lalu Sang Ayah menuliskan kata علم besar-besar di sebuah kertas kosong ukuran A4.

“Perhatikan, huruf pertama ‘ع’ …..’ain kan?… perhatikan mulut ‘ain selalu terbuka… itu berarti dalam ilmu hal pertama yang perlu kita lakukan adalah terus lapar terhadap ilmu. Ilmu tidak pernah cukup, maka kita harus secara terbuka untuk terus belajar dan belajar. Ilmu itu dinamis… maka dia harus terus dipelajari. Jangan pernah merasa puas atas ilmu yang sudah kita peroleh.

Huruf kedua…’ل’… lam! Perhatikan huruf lam selalu tegak… maka ketika kamu menguasai suatu ilmu maka tegakanlah kebenaran berdasarkan ilmumu. Jangan menjadi orang yang sok tahu, jangan melakukan sesuatu yang tidak kamu ketahui ilmunya, karena pada intinya ilmu itu menegakan yang benar. Jadilah orang yang benar dengan ilmu yang benar, jadilah bermanfaat dengan ilmu yang bermanfaat.

huruf terakhir itu ‘م‘…mim. Pada kata ini, mim ditulis merunduk. Maka ketika ilmumu sudah semakin tinggi tetaplah rendah hati. Ingat ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk. Ingatlah pula jika kelak kamu meninggalkan dunia ini nanti, biarkan dunia mengenangmu sebagai seseorang yang menyebar manfaat kepada banyak orang. Tinggalkanlah dunia ini dengan meninggalkan ilmu yang bermanfaat. Karena ilmu adalah kebijaksanaan… maka dia membuat pemiliknya memiliki hati yang lebih bijaksana.”

Si anak hanya terpana, usianya yang masih terlalu kecil masih terlalu dini mencerna kalimat ayahnya….namun ia paham bahwa apapun yang dimaksud oleh ayahnya adalah sesuatu yang luar biasa.

“Gak ngerti ya?” Tanya si Ayah.

Si anak mengangguk pelan.

“Gak apa, nanti juga ngerti sendiri. Itulah ilmu… butuh proses dalam pemahamannya” jelas sang Ayah.
———————–
Beberapa tahun kemudian, si anak itu beranjak dewasa. Dia semakin memahami apa yang dikatakan oleh Ayahnya. Setiap dia merenungi tiap senti kehidupannya… ketika dia mulai merasa terjatuh dalam menghadapi sesuatu… maka penjelasan Sang Ayah itu membangkitkan semangatnya. Penjelasan ayahnya itu membangkitkan dirinya berpuluh-puluh… beratus-ratus… mungkin beribu-ribu kali.

——————–
Anak kecil itu adalah saya… dan Sang Ayah adalah Ayah saya
http://eemoticons.net

Terima kasih, Ayah 🙂 just missing you in the middle of training today 🙂

When I grow up, I’m gonna marry you, daddy….


Like what I said… Father is every daughter’s first love.
I love the way my dad told me some great stories and read so many books for me.
I miss a moment when he asked me about my dream, when I said “I don’t have any idea” and he just smile and told me “Look at the stars… whatever you will be, just shine the world with your own shine. Your own shine, sweetheart… not anybody else. Like a star… you born, live, and die with very beautiful shine”

Somehow, till this second
I never found a man like my father…
Love you so much, Dad…. so much!

No… I’m not sad.
I just missing him badly now.
Realizing that God gives me an honor to met an awesome man like my dad 🙂

 

Tentang Seorang Pria…


Sebuah persembahan cerita untuk my lovely brother yang akan berulang tahun besok, kelak kamu akan membacanya dan jadilah seorang pria yang hebat 🙂

Saya….
Hanya merasakan hidup selama 12 tahun dengan ayah saya. Itupun tidak full time karena tentu saja Beliau bekerja dsb. Selama 12 tahun, dengan pengetahuan saya tentang kehidupan yang masih sangat minim, saya mencoba memahami nilai-nilai yang Beliau pegang. Lagi-lagi, dengan pengetahuan saya yang masih sangat minim tentang kehidupan, saya sangat mengagumi ayah saya karena alasan-alasan yang sangat sederhana. Namun, setelah Beliau meninggalkan saya dan keluarga, saya marah pada Beliau sekaligus pada Tuhan, well… why should my father? why?
Sempat sedikit shock, saya lalu mengumpulkan setiap kepingan ingatan saya tentang Beliau, alasannya? Karena hanya kenangan-kenangan itu yang bisa saya jaga dan saya ingat selamanya. Kenangan itu akan jadi harta paling berharga dalam hidup saya, dan semoga juga untuk orang lain.

Izinkan saya bercerita sedikit tentang Beliau.

Ayah saya adalah seorang anak pertama dari keluarga yang biasa saja. Karena Beliau seorang anak yatim, maka untuk membantu ekonomi keluarganya, Beliau menjadi gembala ternak saat masih sekolah, membantu ibunya berjualan, dan karena pintar Beliau juga menyambi menjadi guru di kampung halamannya. Karena prestasi akademisnya yang baik, Beliau kemudian bisa bersekolah di IPB melalui jalur undangan. Harapan Beliau saat itu hanya satu, kelak bisa menjadi guru, lalu kembali ke kampung halamannya dan mencerdaskan anak-anak di kampung halamannya.

Hampir menjadi dosen tetap namun akhirnya Beliau give up for his biggest dream, alasannya masalah ekonomi. Saat itu, menjadi dosen apalagi belum tetap sangat tidak prospektif. Beliau kemudian menjadi seorang pegawai swasta.

Saat mendengar cerita itu, saya kemudian protes kepada ayah saya. Bagaimana mungkin impian yang sudah Beliau perjuangkan bertahun-tahun harus kandas begitu saja. He just great… so why he should stop? Why? ini terlalu tidak fair.

Menjawab pertanyaan saya yang menggebu saat itu, Beliau hanya tersenyum lalu menjawab dengan kalimat-kalimat yang menurut saya terlalu berat untuk saya mengerti saat itu.

“Jadi pria itu berarti menjadi imam… menjadi pemimpin… menjadi seorang mengambil keputusan. Itu amanah dari Allah” Jawab ayah saya pendek

“Masa bodoh… ini masalah cita-cita, yah. Ayah yang bilang perjuangkan impian sampai mati. Gantung cita-cita di di bintang, jangan hanya sampai di bulan karena bulan sudah pernah dicapai oleh NASA. Lha… ini ayah sendiri kok melanggar kata-kata itu?” Protes saya

“Ayah belum selesai. Nak, menjadi seorang pria itu haruslah bijaksana… karena imam yang tidak bijak hanya akan merugikan umat. Sampai situ, setuju?”

“Iya, lalu?”

“Lalu… ayah yang saat itu harus mengambil keputusan yang paling banyak memberikan keuntungan bagi orang-orang di sekitar Ayah. Kalau ayah bersikeras untuk sekolah lagi…. bersikeras untuk melanjutkan pekerjaan yang uangnya tidak jelas… maka Ayah akan mengorbankan kalian. Tentu ayah tidak mau menjadi egois”

“Okay, alasan diterima. Tapi ini berarti ayah menyerah dengan impian ayah?”

“Tidak… siapa ya menyerah? Justru Ayah sedang mengembangkan impian ayah jadi lebih fenomenal… lebih nyata…. lebih keren”

“Sok banget. Memangnya mempersiapkan apa?”

“Mempersiapkan kamu” jawab ayah saya singkat.

Saya bingung lalu bertanya, “Maksudnya apa? Saya gak mau jadi guru ah… jadi dosen juga… saya mau jadi presiden Amerika Serikat aja. Kayaknya lebih kaya dan keren”

“Hahahahahaha… terserah kamu mau bercita-cita jadi apa. Akan tetapi satu hal yang kamu tidak boleh lupa, ketika kamu semakin berilmu nanti maka jadilah orang yang semakin rendah hati. Jadilah orang yang bisa membagi ilmu kamu untuk kepentingan banyak orang. Ilmu itu harta dan amanah, dan kamu tahu kan setiap harta harus dikeluarkan zakatnya.”

“Iya, yah? gimana bayar zakat ilmu?”

“Dengan memanfaatkannya sebaik mungkin. Dengan mengamalkannya sebaik yang kamu bisa. Ingat juga bahwa ilmu adalah harta, maka dia bisa dicari terus menerus hingga ke pojok bumi manapun. Ingat bahwa ilmu adalah amanah, dan amanah hanya diberikan pada orang yang pantas, maka jadilah orang yang baik sehingga Allah menilai kamu pantas untuk diamanahi ilmu pengetahuan”

“Aduh pusing banget ya, yah… gak ngerti deh”
“Yaaaaa… nanti juga ada saatnya kamu ngerti. Yang penting ingat saja dulu”

Lalu pembicaraan pun semakin mencair, dan saat itu saya tidak pernah berpikir bahwa pembicaraan itu akan menjadi pondasi berpikir saya di masa yang akan datang.

* * *

Saya tidak akan bercerita lebih panjang mengenai ayah saya, mungkin harus dibuat sebuah buku khusus untuk menceritakan Beliau. Singkat cerita, Beliau kemudian sakit saat saya duduk di kelas 6 SD karena sebuah kecelakaan di kantornya dan kemudian meninggal dunia saat saya duduk di bangku SMP kelas 2.

Saat Beliau jatuh sakit, saya sangat marah pada Tuhan. Yaaaa… supaya kalian tahu saja, saya pernah sampai tiap hari hanya menggugat Tuhan. Bagi saya terlalu tidak adil jika seseorang yang baik seperti Beliau harus jatuh sakit seperti itu. Gila!

“Ayah gak kasian sama kita-kita, sampai sakit begini?” Kata saya pada Ayah saya, “Kenapa sih Ayah masih aja baik sama Allah, Allah aja gak baik sama Ayah. Yaaaaa jangan dibaik-baikin dong Allah-nya, keenakan nanti”

“Ayah merasa ayah beruntung banget aja”

“Ayah demam kali -____-, syarafnya bener-bener rusak rupanya”

“Nggak… ini serius. Tidak banyak yang mau menerima orang yang sakit seperti Ayah sekarang dengan baik… dengan sabar… tapi ayah punya kalian, semuanya baik, semuanya sabar, semuanya tetap semangat. Kamu juga rupanya bisa kan dapat NEM tertinggi”

“Cuman sekabupaten, Yah… gak se-Indonesia.”

“Tapi itu luar biasa kan? Kamu pikir itu biasa, bagi ayah luar biasa. Nak, tidak mudah menjaga semangat berjuang di saat-saat sulit dan kamu bisa melakukan itu. Kelak kamu bisa menjadi wanita yang hebat, masih mau jadi presiden Amerika?”

“Gak Yah, jadi presiden Amerika banyak musuhnya. Kayaknya jadi dokter mata aja deh”

“You change your dream because of me?”

“Sepertinya begitu”

“Iya, gak apa. Tapi kelak… setelah kamu semakin dewasa, kamu harus semakin mantap dalam menentukan impian dan jalan hidup. Jangan terlalu sering berubah, karena itu membuat kamu menjadi kurang fokus terhadap apa yang kamu kejar. Tentukan langkah yang mantap, pantaskan diri, lalu berjuang… jangan takut gagal, toh semua orang pernah gagal”

“Saya orang yang takut kepada kegagalan, yah…. saya sih jujur saja”

“Untuk apa? Nak, setiap pencapaian besar itu butuh waktu… butuh proses… dan salah satu proses yang harus kamu hadapi adalah kegagalan. Berhasil dan gagal itu satu paket.”

“Mengapa harus satu paket?”

“Agar kita menghargai setiap jerih payah yang telah kita tempuh… agar kita menghargai setiap hal yang kita peroleh… agar kita bersyukur dan semakin rendah hati”

“Ayah terlalu banyak teori!”

“Hahahahahaha…. oya? Iya sih ya… tapi gak apa selama teorinya baik dan benar.”

Beberapa tahun kemudian saya tidak memiliki kesempatan untuk kembali berdebat dengan Beliau.

* * *

Hari ini, saya sudah bertemu dengan banyak pria. Beberapa orang yang sangat bersemangat dalam meraih setiap impiannya, beberapa terlalu mudah bertekuk lutut pada kegagalan. Saya geram! Manusia di muka bumi ini seharusnya menyadari bahwa banyak orang yang meninggal terlalu cepat sebelum mereka meraih impian dan cita-cita mereka, lalu apakah pantas jika masih saja ada yang ingin menyerah begitu dini dengan impian-impian mereka?

Jika ingin menyerah, bolehkan saya memohon untuk setidaknya kalian mencoba satu kali lagi…. terus menerus seperti itu. Setidaknya modifikasi impian dan rencana-rencana yang ada sehingga lebih memungkinkan untuk dicapai. Tapi jangan menyerah! Bergerak maju bukan hanya harus dengan cara berlari, merangkak pun tidak apa…. yang penting maju! Itu saja!

Saya yang hari ini, ingin mewujudkan impian saya sekaligus impian ayah saya yang belum tercapai. Jika kalian pikir ini mudah, maka kalian salah besar… saya sudah jatuh berkali-kali, ratusan kali menangis, berkali-kali pula ingin menyerah, tapi apakah saya pantas untuk menyerah? Tidak kawan, saya harus maju… jika tidak saya akan semakin tertinggal dan semakin jauh dari semua impian saya.

Setiap pencapaian besar butuh waktu!

Bagaikan perlombaan marathon, jutaan orang sedang berlari mengejar impian mereka masing-masing…. terus berlari hingga lelah. Jika kita terjatuh, lalu kita berhenti karena lelah…. maka kita hanya akan terinjak oleh peserta marathon yang lain. Perjuangan ini tidak mengenal kata lelah…. jika kau lelah, maka mungkin kau belum menemukan hal apa yang tengah kau perjuangkan.

Me and my father, long….long….long time ago 🙂

 

Because you’ll never find a girl like me in every dynasty…


Image and video hosting by TinyPic“Mengapa aku ingin menjadi seseorang yang berguna bagi kehidupan orang lain?  Karena dengan menjadi seseorang yaqng berguna bagi kehidupan orang lain, aku akan menjadi manusia yang berharga di mata orang lain dan di mata Tuhanku. Jawaban yang lumayan bukan? Mudah-mudahan tidak terlalu buruk” (Curhat Setan- Fahd Djibran)

Jika beberapa bulan yang lalu saya mengajak kawan-kawan sekalian bicara cinta Image and video hosting by TinyPic lewat film India *Tenang minggu depan Insya Allah akan ada pembicaraan tentang cinta yang lebih HOT lagi! pokoknya special pake cabe deh*, kali ini saya akan mengajak kawan-kawan sekalian bicara tentang hidup dari film animasi. Masih ingat dan pernah nonton film MULAN. Bagi saya ini merupakan salah satu film animasi Disney yang paling heroik~ Arggggh… gak bosen-bosen nontonnya. Kayaknya udah lebih dari 10 kali deh nonton film ini.

Mulan mencritakan mengenai seorang  anak perempuan bernama Fa Mulan yang mengantikan ayahnya untuk mengikuti wajib militer karena ayahnya sudah tua dan mulai sakit-sakitan sedangkan keluarganya  sendiri tidak memiliki anak laki-laki. Yaph… walaupun ditentang tapi dengan nekad perkasa, Mulan akhirnya ambil kuda dan langsung ciao ikut pelatihan militer. Banyak rintangan yang haris dia hadapi, dia menjadi seseorang yang dianggap kebanyakan orang “penentang” tapi dia selalu percaya dengan apa yang dia lakukan. Akhir cerita China diselamatkan oleh Fa Mulan (dengan bantuan cowok keren yang jadi panglimanya sih… mmm…siapa ya namanya, pokoknya macho abis deh). Salah satu quote yang saya tunggu dari film ini adalah saat Kaisar China saat itu mengatakan kira-kira “You’ll never find a girl like that in every dynasty” Argggggghhhhh~~~~ sumpah kalau saya jadi Mulan anjrit deeeh, walau simple tapi kata-kata itu menurut saya sebuah pengakuan mutlak atas integritas seorang wanita, dan itu LUAR BIASA!

Image and video hosting by TinyPicJika bagi Anda ini hanya penggalan cerita, bagi saya kisah Mulan adalah penggalan kehidupan. Wanita yang harus “maju ke medan perang” dalam realitas tidak hanya satu dua…. banyak sekali, dan saya merasa saya salah satunya. Sebagai anak pertama dari sebuah keluarga kecil sederhana yang sudah ditinggalkan ayah, Mama sedang sakit, dan adik juga sebenarnya masih bocah dan belum paham realita kehidupan *halah* saya harus menjadi sebuah  tokoh superhero wanita dalam cerita kecil kehidupan ini.

Tidak ada keraguan apapun jika saya mengatakan “I’m still the luckiest girl in this galaxy”, bagaimana tidak? Saya memiliki keluarga yang luar biasa… baik sekali. Saling bantu-membantu dalam keadaan apapun hingga gini saya menjadi Sarjana itu semua mustahil tanpa bantuan keluarga terbaik di antariksa ini. Walau saya tidak punya terlalu banyak teman, akan tetapi teman yang saya miliki adalah teman-teman yang sangat baik, akrab, dan entahlah~ bagaimana bilangnya yaaaa… luar biasa saja. Saya bahkan punya dosen yang sudah seperti sahabat baik saya sendiri, punya kucing yang lucu, dan tentu punya Tuhan yang Mahabaik *terima kasih Ya Allah*

Akan tetapi rasanya….mmmm…. bagaimana ya? Rasanya selama ini selalu dimanja oleh keberuntungan-keberuntungan itu. Saya, dalam hidup saya, rasanya belum pernah melakukan apapun. Selama ini saya tidak berdoa agar Tuhan memberikan usia yang sangat panjang *buat apa? nanti setelah jadi “mammy” berubah jadi “mummy” *gila kan… penulisannya hampir sama tapi artinya jauh kemana-mana*  saya meminta dengan sangat… “Please dong Ya Allah… dalam kesempatan yang hidup sekaliiiiii ini saja buat hamba-Mu ini begitu berarti untuk orang-orang di sekitarnya” that’s all, sekarang sih Marissa masih cupu-cupu aja. Masih seneng ngerepotin orang, masih seneng ngebantah *ini gw banget*, masih pemalas, yaaaa semuanya komplit lah.

Sedikit meloncat ke masa lalu sebelum saya melanjutnya curhat colongan hari ini. Dulu, sewaktu saya masih kecil saya selalu bertanya kepada ayah saya “Yah, kenapa sih setiap pulang kerja ayah selalu bawa pulang oleh-oleh… kan capek nyarinya. Emang Ayah kaya ya?” jawaban ayah saya saat itu “Ya… karena pengen bawa aja” (liat kan? Ayah saya juga sebenernya asal kok kalo jawab pertanyaan)…
Lalu saya tanya lagi, “Semua ayah itu seperti ayah ya?”
“Ya… seperti itu. Ayah dimanapun jika sayang dengan keluarganya akan berusaha ngasih apapun agar keluarganya senang, sekuat tenaga, sebisa mungkin,ya asal keluarganya gak bandel sih”
“Oh, begitu ya, Yah. Wah repot ya jadi Ayah. Untung saya perempuan”
“Hahahahhaha… gak apa deh yang penting ayah tetep ganteng. Tapi untung ayah punya anak kayak kamu”

Image and video hosting by TinyPicPercakapan itu terjadi sudah lamaaaaaa sekali, sebelum adik saya lahir. Seingat saya saya masih umur 7 tahun deh. Ayah sewaktu itu pulang malam hanya demi cari burger Mc D*nald pesanan saya *anak durhaka* heran… masih aja dicariin, padahal kalo nggak ada yang gak usah ya… dasar cowok! Saya masih sangat bocah sekali saat itu, tidak peduli apa sih makna dari kata-kata ayah saya…. tapi kini saya mengerti….

Kalian tahu, saat kalian menyadari betapa cintanya kalian kepada keluarga kalian… kepada setiap orang-orang terdekat kalian… rasanya luar biasa sekali, rasanya ingin bisa memberikan kebahagiaan mahadahsyat kepada mereka semua. Rasanya ingin menjadi bagian dari setiap kebahagiaan mereka dari komponen kebahagiaan yang atomik sama yang sangat besar. Rasanya ingin terus memastikan mereka baik-baik saja. Rasanya ingin memukuli kesedihan dan ketakutan hingga babak belur hingga mereka menjauh dan jangan dekat-dekat dari orang yang kita sayangi. Rasanya ingin Tuhan selalu melindungi mereka. Mungkin itu yang dirasakan ayah saya semasa hidupnya… karena ini yang saya rasakan saat ini.

Entah apa yang orang lain pikirkan, mungkin beberapa orang mengatakan saya terlalu terjebak pada dunia saya sendiri, betulkan?Impian saya toh tidak muluk, saya ingin selalu bisa membayarkan zakat keluarga saya, bisa mengajak Mama check up rutin, bisa menyekolahkan adik, bisa memastikan bahwa kebutuhan primer orang-orang yang suka bantu-bantu di rumah saya (dari tukang kebun dsb….dsb….dsb…) terpenuhi, bisa melihat teman-teman saya bahagia, dan masih sangat banyak lagi… tidak masalah jika saya menjadi orang yang begitu sederhana, bagi saya menjadi sederhana namun krusial bagi kehidupan orang lain adalah penghormatan tertinggi kepada saya sebagai manusia *hiyaaaaa bahasanya*

Itulah mengapa, saya…. MARISSA MALAHAYATI… memutuskan untuk menjadi wanita yang maju dengan gagah berani di “medan perang”, medan perang ini luar biasa… karena tidak membutuhkan pedang tapi keteguhan hati untuk memenangkannya. Saya sadar, akan harus banyak berkorban tapi itu semua akan tertutupi dengan kebahagian jika “ambisi” saya terpenuhi. Saya ingin menjadi manusia yang sederhana saja… tapi kehadiran saya berarti untuk orang-orang di sekitar saya. Saya ingin menjadi manusia yang sederhana saja… tapi saya bisa memastikan orang-orang terdekat saya, terutama keluarga saya, akan baik-baik saja hingga kapanpun juga. Saya ingin menjadi manusia yang sederhana saja… akan tetapi tindakan saya terlihat begitu elegan di mata Tuhan saya. Sederhana kan? terkadang hal yang sederhana lebih rumit daripada yang terlihat.

Setahu saya, prasangka Allah itu sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Kalau begitu saya yakin dapat membuat Mama bangga, menjadi contoh yang baik bagi adik saya, menjadi sebuah bagian dari kebahagiaan semua orang yang terpenting dalam hidup saya.
Image and video hosting by TinyPic

“Dear, Ayah… Ayah pernah mengatakan beruntung memiliki anak seperti saya. Lihatlah dari sana, Yah… Saya akan berusaha membuktikan bahwa ucapan Ayah tidak salah, walaupun saya anak perempuan ayah yang manja setengah mati tapi si manja ini akan berjuang gila-gilaan. Everybody will be fine, Dad… I promise. Terima kasih untuk selalu mempercayai anak perempuan manjamu ini habis-habisan hingga akhir hayatmu. Hingga akhir hayat saya, Yah… saya akan terus memegang prinsip hidup saya sekalipun orang lain menganggap saya gila sekalipun, mereka hanya perlu melihat apa pencapaian saya nanti… Saya akan membuat dunia terkesan dengan perjuangan saya. “

Image and video hosting by TinyPic