Ramadan dan Ibadah-Ibadah Setengah Hati : Sebuah Refleksi


Aku menghaturkan jutaan permintaan kepada-Mu.
Mempertanyakan mengapa enggan Kau segera menjawab pertanyaanku.
Tiba saat Kau memintaku untuk mengingat-Mu di tiga puluh hari,
Ah… rupanya lidahku saja kelu menyebut nama lengkap-Mu,
Rupanya aku lupa membaca ratusan lembar surat cinta-Mu padaku

Di balik setiap doaku, tersimpan banyak ego yang semoga bisa termaafkan.

– Ramadan dan Ibadah-Ibadah Setengah Hati (2022)

Halo sobat santanku yang super, yang pastinya berhasil menurunkan 2 kg selama puasa dan bertambah 3-5 kg selama lebaran. Sungguh makanan bersantan itu gokil sih. Tapi tidak apa-apa lah, wong lebaran kan cuman 2 kali setahun: Lebaran Idul Fitri dan Lebaran Idul Adha. Paham juga sih, kerena setelah si covid yang bikin banyak jiwa sepi dan terjebak gak bisa ketemu keluarga, akhirnya bisa mudik… merasakan ketupat dan sidangan santan buatan Mama. Apalagi kalau kalian seperti saya, Mama saya punya tangan ajaib yang bisa membuat makanan jadi enaaaaaak banget. Kadang kalau pulang, cuman makan sop sama sambal goreng aja udah hangat banget, berasa hangat sampai ke hati. Ini terbukti secara sah dan meyakinkan karena adik saya yang selalu tinggal sama Mama sekarang badannya gede banget karena sudah beralih fungsi menjadi sous-chef dan tim icip masakan. Apalagi lebaran, masakan bersantan itu memang gurih dan kalau jago masaknya, bisa bikin kita semua ketagihan. Jadi well… mari kita pasrahkan saja berat badan kita gara-gara aneka santan yang aduhai itu. Tidak apa—- tidak apaaaaa apaaaaaa…. (sambil nangis di atas timbangan).

Tapi ada hal yang membuat saya, yang sudah semakin tua ini, sedih dan miris. Puasa tahun ini berasa cepet banget, iya gak sih? Apa cuman saya aja….
Tahun ini, kalau beberapa orang di medsos bisa bangga menunjukkan achievement ibadah mereka, maka buat saya sih… duuuuh tengsin men! Tengsin!

Bagaimana tidak? Mari kita telisik satu per satu, yang jelek-jeleknya aja ya. Mulai dari baca Quran yang, tentu saja, tidak intense. Dan shalat tarawih pun, semua di rumah sendiri. Yaaa seperti hari biasa aja, sibuk dengan rutinitas duniawi.

Nah jangan kalian pikir manusia-manusia duniawi seperti saya ini gak sadar kalau intensitas iman kami tuh ‘meh’ banget. Saya yakin kok, dalam hati kecil tuh ada rasa “Gak boleh, harus ada yang gw perbaiki nih.” Dan percayalah podcast dan acara-acara religi yang tipis-tipis bahas atau diskusi terkait agama itu membantu banget buat manusia modelan begini. Hingga kemudian saya sampai ke sebuah konten di youtube, yang sebenarnya untuk kemasanan komedi, tapi cukup menarik. Judulnya “Pindah Arah”, sebuah acara yang disiarkan oleh Comedy Sunday dan menceritakan perjalanan spiritual orang-orang yang mengubah kepercayaannya. Nah! Yang menarik, ada yang pindah dari agama minoritas ke mayoritas, dan ada juga yang sebaliknya. Dan acara ini, secara mengejutkan, sangat menarik dan memotivasi. Loh?

Iya… karena rupanya hati itu begitu mudah aja dibolak-balik. Rupanya gak ada yang terlalu kecil atau terlalu besar ketika itu perkara keyakinan. Ada loh yang berpindah keyakinan, hanya karena pas parkir di depan gereja, eh loh kok gereja ini bikin tenang ya. Ada yang kemudian liat orang-orang tarawih, eh kok seneng ya ada masa ketika terus komunikasi sama Tuhan. Ada yang merasa shalat, rupanya adalah metode meditasi yang paling efektif, simple, dan menenangkan.

Sungguh, saya sebagai Muslim veteran tidak henti-hentinya mempertanyakan “Ah masa sih?!”

Lalu tibalah satu episode yang benar-benar inspiring! Mari kita lihat.

Masnya punya permasalahan bahwa, “Kok pas shalat belum merasakan secara penuh kehadiran Allah ya?”
Mas, jangan khawatir… SAYA JUGA BEGITU. Jangankan pendatan baru, ini Muslim veteran loh, masih merasakan hal yang sama. ASTAGFIRULLAH.

Saya kemudian memutuskan mencoba apa yang Mas-nya coba: Shalat secara lebih perlahan.
Sesuatu yang kalau di kamus kami para Muslim disebut tuma’ninah. Tapi tekad saya adalah, lebih dalam dalam proses shalat ini. Ya plis aja, gengsi dong kalah sama pendatangan baru, yakan. Iman boleh naik turun, tapi gengsi terus on.

TEBAK APA YANG SAYA TEMUKAN?

Saya bahkan sadar bahwa bacaan shalat saya selama ini banyak yang tidak becus. Coba deh kalian yang Muslim, nanti suatu waktu, shalat…. konsentrasi dan dengarkan baik-baik bacaan kalian sendiri. Untuk saya? Saya menyadari begitu banyak bagian yang tabrak lari, tidak peduli makhraj, dan saya kok khawatir jangan-jangan ada baris-baris yang terlewat selama ini? Belum lagi perkara surat-surat pendek yang pas di-review ulang “Loh kok loh kok, kok makin sedikit ya hafalannya” Itupun saya ragu dengan kebenaran bacaannya.

Itulah malam dimana saya memutuskan, saya akan kembali ke Quran. Itulah malam ketika, saya bilang ke diri sendiri, “Oke, lo banyak salah, tapi setidaknya lo harus shalat yang bener.”
Dan di malam itu juga, saya memutuskan untuk kembali mencoba sekuat tenaga untuk menghafal Quran, tekad saya sederhana, Juz 30 + Ar-Rahman. Saya sadar diri kok kemampuan otak dan persistensi saya tidak bisa disamakan dengan ayah saya yang dulunya anak pesantren. Tapi kayaknya keterlaluan banget kalau shalat gak cantik dan all out, karena itu aja ibadah yang bisa diperjuangkan untuk terus dilakukan dengan sebaik mungkin di tengah hiruk pikuk dunia dan kesibukan berburu harta benda. Karena saya suka sekali menulis, saya sampai bikin jurnal untuk mencatat progress hapalan saya. Tidak usah kagum saudara-saudara, jika kalian sudah kepala 3, kapasitas otak kalian mulai berkurang aja karena sibuk memikirkan aneka keruwetan di planet bumi. I am so damn serious, Man! I am so damn serious!

IMG_9904

Entah apa indikator keberhasilan dari hal ini ya, tapi setelah itu, hati lebih tenang… tanpa perlu keluar uang untuk sesi yoga dan meditasi. Oh ya, untuk saya pribadi, I stopped scrolling around my social medias. Lebih memilih untuk kerja, baca buku, gambar, atau masak. Jangan-jangan, ini jangan-jangan loh, kita ini terus terpaku pada media sosial karena kita punya banyak keresahan dan gak ada media untuk menuntaskan, atau setidaknya mengurangi, rasa resah itu. Jangan-jangan kita itu kurang produktif karena, kualitas ibadah kita, terlepas dari apapun kepercayaan kita, memang busuk aja. Kita gak ngerasa aja….

Kali ini saya tulis ini semua di blog, supaya saya ingat atas kelalaian saya ini, dan supaya saya punya tanggung jawab untuk terus mempertahankan tekad untuk jadi sedikit lebih baik dalam beribadah.
Saya itu masih punya banyak ambisi dan keinginan, tentunya akan ada banyak doa-doa yang akan saya utarakan. Nah ya kok masa’ yang meminta kemudian tidak berusaha untuk mengenal dan mendekati Sang Maha Pemberi, kan gak etis πŸ™‚ iya toh?

Terima kasih Mas-Mas pendatang baru dan Comedy Sunday, perjalanan spiritual setiap orang memang beda-beda, saya… rupanya harus lewat jalur youtube dulu.

Selamat hari raya Idul Fitri, dan moga kita cerita lagi di Ramadan selanjutnya.

Untuk versi podcast dapat didengarkan di sini πŸ™‚

Di balik warung-warung bertirai di bulan Ramadhan


Jadi, konflik nilai memang hak dunia. Makin Anda menciptakan konflik nilai, manusia makin memperoleh peluang untuk bermutu kemuliaan hidupnya.
Kalau tak ada makanan di sekeliling, lantas Anda puasa, betapa berkualitas puasa Anda! Jadi, jangan maki-maki orang berjualan pada bulan Ramadhan, justru supaya pahala puasa Anda makin tinggi.”(Dikutip dari “Dan Tuhan pun Cemburu-Emha Ainun Nadjib)

Beberapa hari lalu postingan ini sudah menjadi draft, namun blog saya maintenance… draft terposting, dan saya hapus segera -.-b mohon maaf atas kesalahan teknis yang terjadi.
Saya membaca berita tentang perda pelarangan rumah makan buka di bulan ramadhan, kalau tidak salah di Serang ya… dan katanya ada di beberapa tempat lain namun tidak ada detail dimana. Kasus Serang ini heboh karena ada rumah makan seorang nenek yang ditutup paksa oleh aparat Satpol PP. Wajah sang nenek yang nelangsa membuat kita jadi “gemas” dengan aparat. Lagipula, kok lebay banget sih sampai harus “segitunya”

Maaf, namun saya juga orang yang merasa perda seperti itu tidak perlu dilakukan, karena yaaaa lebay! Iya sih memang…memang…. suatu hal yang super menyebalkan ketika kita, di Indonesia, negeri yang mayoritas penduduknya Muslim, eh pas bulan puasa ada yang santai aja gitu makan di warteg, dengan guyuran kuah sayur nangka, sambel goreng kentang, tempe orek, tumis paria, ayam goreng, sambel bawang, sop sayur kaya mecin tapi kok ya enak :p, tak lupa dengan kerupuk bwahahahahahaha, belum lagi panas-panas eh pada minum es teh manis…. suegerrrrr rek! Oiya, es jeruk manis juga enak banget tuh.
Aduuh… tergoda gak sih, saya ngetik ini aja jadi laper :p terdengar enak loh itu….

Namun, apa iya iman kita se-cemen itu?Apa iya kualitas puasa kita masih level anak balita yang baru belajar berpuasa? sampai-sampai harus ada aturan yang melindungi kita dari godaan-godaan level newbie seperti itu? oh come on, guys!

Mengutip perkataan walikota Bogor, Pak Bima Arya, “Saya tidak akan menutup rumah makan karena itu namanya menutup rezeki orang, yang tidak puasa kan juga ada. Namun sebaiknya diberikan tirai untuk menghormati yang berpuasa”

Nah, sepertinya kita fine dengan aturan default seperti itu.

Lalu saya kembali bertanya-tanya, sudah trennya manusia semakin cuek dengan aturan-aturan yang tidak tertulis. Jika tahun depan atau beberapa tahun yang akan datang rumah makan yang buka tidak menggunakan tirai, apakah kita akan marah? Apakah satpol PP akan masuk dan menutup paksa rumah makan tersebut? Apakah kita juga semakin mudah membatalkan puasa kita?

Apa?

Ibadah adalah suatu hubungan Maharomantis antara kita dan Sang Pencipta. Kita meyakini bahwa Tuhan begitu baik kepada kita, maka kita melakukan seluruh perintahnya. Rule is a rule! Kita yakini itu dan berjanji akan manaatinya. Menjadi hamba berarti dengan sepenuh hati manut kepada Tuhannya.

Jika rule is rule, maka kita akan mentaati hal tersebut. Tuhan kemudian begitu baik karena memberikan beberapa “kemudahan” untuk hamba-Nya. Misalnya dalam puasa “Ini loooh wahai hamba-hambaKu yang baik, kalau kalian sakit, dalam perjalanan, lemah, yo wis lah ndak apa-apa ndak puasa. Tapi nanti kalau udah sehat dan kuat ganti ya puasanya. Kalau ndak bisa juga… yo wisss bayar fidyah aja” dst… dst… karena Allah tahu kita ini yaaaaa manusia, ada aja error-nya, ada aja lemahnya. Tapi dengan asumsi cateris paribus Allah yakin kalau “Guys, you can make it!”. Saya teringat teman saya yang bukan non-muslim pernah bertanya “Agama itu bukannya harus memudahkan ya, kok jadi repot” loh sebenarnya sih gak serepot itu, Tuhan itu sudah paham bataas kemampuan kita sampai mana, rulenya jelas dan terukur. Yang error kan manusianya aja kadang suka menyepelekan dan selalu ada juga yang memperumit.

Nah kembali lagi. Jika kita marah melihat orang disekitar kita makan, buka warung makan, minum teh manis, dsb-dsb-dsb…. dan malah merusak ibadah yang sudah kita komitmenkan sebelumnya, aduh jadi cemen dong.

Bumi ini luas, baru di Indonesia… kalau kelak terbang ke negeri lain dan kita menjadi minoritas, ya masa’ iya kita misuh-misuh gak jelas hanya karena orang lain tidak seperti kita, hanya karena orang lain tidak beribadah seperti kita. Hei, who are you… jangan macam-macam.

Ibadah itu yaaa memang gampang-gampang susah. Susah karena kita juga harus menahan untuk tidak ngegosip seusai shalat tarawih. Menahan untuk gak nyinyir ketika ada yang tilawahnya tidak sehebat kita. Belum lagi harus menahan diri berlebih-lebihan ketika berbuka puasa. Sulit, iya… loh tapi kan katanya mau jadi hamba Tuhan yang teruji dan tahan banting! harus kuat dong. Di sini ini loh seninya!

Musuh terbesar kita rupanya bukan setan, iblis, atau manusia lain yang menurut kita nyebelin banget… musuh kita ya ini loooh diri kita sendiri. Yang paling susah dikontrol ya… diri kita sendiri. Sudahlah, menunjuk hidung orang lain itu menghabiskan waktu dan tenaga, bagaimana kalau mulai menunjuk hidung sendiri “Apa gw udah bener-bener banget? ”

Lab saya super heboh ketika tahu saya berpuasa,
yang lucu…. entah mengapa mereka enggan makan dan minum di lab pada bulan ini, saya kemudian bertanya “Loh, kenapa toh? Nggak apa lagi”
Jawabannya “Gak apa sih, tapi kami ingin menghargai saja πŸ™‚ ”
AHA! Ini dia, menghargai…. sebuah bentuk toleransi.

Bayangkan, mereka non-muslim loh, bahkan kalau ditanya agamanya saja mungkin pusing harus jawab apa. Namun mereka rupanya lebih aware perkara saling harga-menghargai (alhough I think it is not needed :’) thank you actually). Mindset “menghargai” orang lain yang kemudian menjadi kontrol diri mereka.

Sekarang, jika di bulan suci di tanah air semakin marak orang yang tidak malu-malu makan minum, yang tidak malu-malu bercumbu di tengah khalayak ramai, yang sudah tidak bisa menghandle kebiasaan buruknya bahkan hanya untuk satu bulan….
Masalah utamanya mungkin berada pada diri kita sendiri, mungkin kita sudah semakin dididik dan mendidik diri kita untuk tidak sepeka dahulu kala. Kita sudah semakin terbiasa untuk tidak menghargai seseorang sebagaimana mestinya, lebih menekankan “My life is my rule and who’s care with others rules”, melupakan bahwa hak kita itu TIDAK tak terbatas karena dibatasi oleh kewajiban dan hak orang lain.

Mungkin kita hanya mulai lupa beberapa hal paling krusial yang kita pelajari saat SD.

Tidak perlu lah para aparat repot-repot menutup rumah makan, ormas menutup tempat-tempat hiburan, polisi menggiling ratusan botol miras, jika kita hidup di masyarakat yang bukan hanya religius namun juga toleran. Semuanya akan teratur secara otomatis. Lha, masalahnya rupanya kita tidak setoleran itu.

Sekarang pertanyaannya, bagaimana mewujudkan Indonesia yang kembali toleran?
kembali peduli satu sama lain dan moga-moga tidak nyinyir satu sama lain. Kita kan menjelma semakin nyinyir dari hari ke hari yang pada akhirnya membuat banyak orang berpikir:
“Mau sih peduli dengan sekitar, tapi ah takut-takut nanti malah dikira caper…. ah takut-takut nanti malah dikira kepo. Sebodo amat lah”

Kalau begini terus, Indonesia akan tetap begini hingga ladang gandum dipenuhi coklat dan jadilah C*c* crunch!

Yo wis lah, gak usah banyak mikir kalau mau berbuat baik. Kita toh sudah bisa membedakan mana yang baik dan buruk. Inget loh, di Quran aja misalnya Allah udah bilang

β€œAllah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah [60]: 8-9)

Berbuat baik itu ndak ada yang larang, jadi berbuat baik aja… lalu lupakan dan tutup kuping :p you don’t need human to give you any grades for your kindness, never!
Ibadah juga, yo wis… ibadah aja, sebaik yang kalian bisa. Gak perlu woro-woro kemana-mana, toh pengujinya juga Tuhan.
Gak usah lebay juga jika kalian merasa “Oh my God, I think I am much better than anybody else” atau “Aduh… gila bagus banget puasa gw, kayaknya perlu nih terbang ke Denmark biar lebih manteb puasanya lebih lama” (believe it or not, I met someone who told me this, aduuuh first itu lebay, second klo gw sih jujur aja ogah MWAHAHAHHA)… nanti kalau kelak kalian mati dan pas di surga ketemu bareng orang yang kalian anggap lebih “meh” ih tengsin tau! Inget think twice, it is another day for you and me in paradise kata Phil Collins.

Yuk ah…. puasa…. puasaaaaaaa yang makin bener πŸ˜€

Perbedaan, Kesempurnaan, dan Rubik’s Cube: Just my notes before Ramadhan :)


Tahukah kalian bahwa hanya karena sebuah “perbedaan” dua orang yang saling mengenal baik kemudian bisa berpisah dan bertemu kembali menjadi orang yang asing sama sekali

Ah masa sih segitunya?
Iya segitunya kok.

“Heh, kamu puasa ini udah sampe juz berapa?”
“Yah, aku baru juz 1 nih”
“Idih, ngapain aja sih? Gw dong udah 15 juz”
[lo pikir baca Quran lomba estapet?]

Tentu tidak afdhal jika belum update status dulu di socmed
“Alhamdulillah sekarang udah sampai juz 29”
“Aduuuuh… sekarang lagi dateng bulan nih, syebel deh”
dsb
dsb
[Gw berharap semoga malaikat pencatat amal sekarang udah lebih canggih, jadi mereka bisa baca amalan-amalan di social media πŸ˜› iya kan? mwahahaha]

“Gw pulang kerja langsug taraweh dong”
“Aduh gw pas nyampe rumah udah keburu abis tarawehnya”
“Ih parah abis lo, diusahain dong. Itu sih lo aja yang males”
[Apes kan… udah capek, gak sempet tarawih jamaah, eh dibilang males. JACKPOT VRO!]

dan begitu terus,
begitu lagi.

Kalian jengkel gak sih?
Saya rasa saya pernah jadi orang yang nyebelin kayak gitu, harus diakui… masa-masa alay itu ada. ADA BANGET! Tapi kemudian beberapa kisah terjadi. Semua kisah diatas rasa-rasanya sudah saya rasakan. Beberapa orang kalau dikasih kalimat sarkas emang cepat tersulut, mungkin saya salah satunya.

Tapi hei! tunggu! Memangnya kita hebat-hebat banget sampai perlu membandingkan kualitas ibadah kita dengan orang lain, dan idih ngerasa yang paling oke pula. Sok iye banget gak sih. Mukyaaaaaaaa….

Saya harus mengakui bahwa keimanan saya dan keislaman saya cetek banget. Apalah Marissa, pakai jilbab aja inspirasinya dari temannya yang nasrani (just fyi if you haven’t know it yet. Tanpa mendengar nasehat dia, saya masih pamer rambut ikal saya yang mempesona hingga saat ini :p ). Tapi kenapa sih gak positive thinking gitu, mungkin yang telat khatam Quran itu bukannya males, tapi diam-diam dia ngehapalin ayat per ayat, mencoba memahami tajwidnya, mencoba mentadaburi maknanya. Jika iya, maka apalah kalian yang cuman baca Quran tanpa tahu apa-apa? Sama halnya kalau ujian kemudian ada mahasiswa yang cuman baca slide dan asal cepet dengan yang baca slide perlahan lalu mengecek tiap kalimat ke buku teks. Kualitasnya beda, bray! Iya gak sih? Atau gw aja yang mikir gitu. Yo wis lah.

Terus apa lagi ya…
Entahlah, socmed membawa banyak kesakithatian akhir-akhir ini. Jadi gw memang sensi dengan socmed.

Entahlah,
Intinya dalam pemahaman gw, MEMOTIVASI dengan MEMOJOKAN orang itu dua konteks yang jaaaaaauuuuuuuuuuuhhhhh banget. Mau tau bedanya?
Contohnya, ini contooooooh:
“Yah… gw masa seminggu puasa cuman dapet 2 juz ya”
MEMOJOKAN: Yah, lo gimana? Tau gak 1 juz itu paling beres subuh aja beres tau. Lo aja kali kebanyakan molor. Gak niat. Gw aja udah dapet 10 juz
MEMOTIVASI: Great! At least you read it πŸ˜€ kenapa memang? Sibuk ya… gak apa, pelan-pelan aja. Nanti ketemu momen yang asik buat lo baca dan memahami Quran. Insya Allah.

Coba, mana yang lebih adem?
Iman itu bagi saya jurinya hanya 1, Allah SWT
Allah menilai berdasarkan seluruh pantuan CCTV, interview, rekam jejak forensik, dsb dsb dsb yang telah dikumpulkan oleh para malaikat.
And it’s okay if you haven’t good yet…. you can try to be better.
Tapi sayangnya beberapa orang ada yang ingin orang lain langsung sempurna.

Dan jika kalian tahu, hal seperti bisa berdampak buruk. Salah satunya adalah patah hati berkepanjangan :p
Nah penting kan hal ini diketahui para jomblo.

Tersebutlah kisah…. Dua orang yang berbeda pendapat.

“Ih, bentar aku perhatiin kamu sering banget deh ngebandingin Islam A sama Islam B, biarin aja lagi. Kalau misalnya kamu grup A dan B salah, kamu juga gak bener2 banget, siapa tau masuk neraka bareng grup B. Tengsin lagi bro”

“Masya Allah, perkataan saya itu berdasarkan bukti yang nyata”

“Mungkin mereka sedang mencari jalan yang benar dengan cara mereka. Beberapa orang harus nyasar dulu sebelum menemukan jalan yang benar”

“Tapi itu sudah jelas salah, tidak ada kompromi untuk itu. Kamu, kalau kamu misalnya jatuh cinta dengan orang yang seperti itu, bagaimana?”

“Ya semoga dia orang yang tidak saklek ketika diajak berdiskusi. Kamu ngerti gak sih kenapa rubik’s cube itu seru. Karena dia belum solved! Kalau udah perfect sih gak menantang lagi. Apa hebatnya ngajak anak rohis misalnya buat ngaji di masjid? Yang hebat itu kan kalau kamu bisa mengubah pola pikir bocah-bocah bandel tiba-tiba mau lepas sepatu futsal mereka, ambil wudhu, dan shalat di masjid. Think dong, think!”

“Ya udahlah terserahlah” kata si ikhwan ini berlalu. Dan beberapa bulan kemudian dia menikah dengan rubik’s cube yang sudah solved :’D yang pengetahuan agamanya jauh kemana mana saya teman debatnya itu. Beberapa hari sebelum itu TRING, hp si teman debat berdering “Saya mungkin memang tidak sehebat yang kamu bilang. Oiya ini undangan pernikahan saya” lalalalalala yeyeyeyeyeye.

Tinggalah si teman debat ini gigit rubik’s cube, eh maksudnya gigit segenggam ceker ayam di dalam semangkok mie ayam.

Suatu hari dia bertemu dengan rubik’s cube yang rasanya bener-bener belum solved semua sisinya. Dan mungkin pertemuan yang jauh lebih nyaman.

“Hah apa? Kamu gak ngelakuin ini????Β  Hah ini juga… ih kamu sekte apa sih?????”
“Haahahaaa”
“Ih ketawa lagi. Eh, bener… kenapa sih”
“Ya gak tau aja. Gimana sih, dari kecil saya diajarinnya begini, gak boleh ini, gak boleh itu”
“Waw…”
“Kamu juga kan, hish gak usah ngasih tau kalau sendirinya masih suka ngawur”
“Haahahha… iya”
“Gak apa kan?”
“Apa?”
“Beda”
“Gak apa kok….hahhahahaa”
“Kok ketawa?”
“Hhhahhaa… gak apa, cuman inget seseorang yang suka perfect rubik’s cube aja”
“Huh?”
“Forget it. Lalu impian kamu apa?”
“Semuanya berjalan baik-baik aja… kalau bisa semua orang bisa damai, kalau bisa semua orang bisa lebih terbuka menerima perbedaan”
“Fuufufufu”
“Kok ketawa lagi”
“Nothing, kamu jadi orang baik ya. Jangan jadi penjahat. Semoga waktu menjaga kamu sebaik-baiknya penjagaan”
“Ih ngomong apa sih?”
“Gak apa, tapi mungkin orang yang mikir begitu gak banyak”
“Kita kan beda….”
“Haahahaahha… But I always prefer unsolved rubik’s cube ;] Selalu ada jalan entah serumit apa untuk kelak menyempurnakan seluruh sisi rubik’s cube itu”
“???????? Ada apa sih sama rubic cube”

[Entah lah rasanya adegan selanjutnya gw pengen nyanyi “Take my hands let’s see where we wake up tomorrow……” hadeeeuh, mulai gaje]

Diam-diam dalam doa gw, gw hanya berdoa para unsolved rubik’s cubes [termasuk unsolved rubik’s cube versi gw] bisa segera menemukan orang-orang yang bisa menyempurnakannya, membantu untuk menemukan warna dan bentuk sesungguhnya.

Diam-diam… sambil menyeracau gak jelas, gw berdoa semoga setiap harapan mulia dari semua orang, seberbeda apapun dia, seaneh apapun dia, bisa dipertimbangkan untuk dikabulkan.

Diam-diam, di setiap lipitan sel abu ini gw berpikir, mengapa kita tidak lebih fleksibel dan sabar dalam menghadapi perbedaan?

Jadi serius nih, kita lebih suka solved rubik’s cube?
Ah masa sih?
Yo wis…

Selamat menyiapkan diri sebelum puasa :]

Selamat menjalani bulan ramadhan ini, kawan….


Bahagia mungkin sederhana, salah satunya adalah ketika bisa bertemu bulan ramadhan lagi bersama keluarga, masih ngerasain masakan Mama yang emang paling top, masih ketawa-ketawa bareng adik, rasanya ini hi-quality time banget bareng keluarga… apalagi kalau inget-inget tahun depan mungkin gak puasa bareng keluarga huhuhuhu~~~ Mamaaaaaa *just a little info, saya anak mami banget -.-*

Di bulan ini, ada banyak kemuliaan…. dan semua doa akan diperlancar prosesnya oleh Allah SWT. Tapi rasa-rasanya kok gak sopan ya kalau mintaaaa terus ke Allah eh tapi kitanya cuman ngarep doang dan gak melakukan apa-apa….

Sebagai manusia jadul yang masih sok romantis nulis diary, saya sudah menuliskan beberapa target saya di bulan ramadhan tahun ini. Tentu saya berharap Allah mengabulkan semua permintaan dan doa saya, menerima seluruh ibadah saya, melipatgandakan kebaikan yang telah saya lakukan…. namun mungkin saya harus lebih sopan dan lebih berterima kasih lagi pada-Nya dengan memperbaiki sedikit demi sedikit ibadah saya.
Image and video hosting by TinyPic
Selamat berpuasa, kawan…
Semoga segala kebaikan mengelilingi kita dan semoga kita bisa melakukan kebaikan di sekeliling kita. Semoga.