Di balik warung-warung bertirai di bulan Ramadhan


Jadi, konflik nilai memang hak dunia. Makin Anda menciptakan konflik nilai, manusia makin memperoleh peluang untuk bermutu kemuliaan hidupnya.
Kalau tak ada makanan di sekeliling, lantas Anda puasa, betapa berkualitas puasa Anda! Jadi, jangan maki-maki orang berjualan pada bulan Ramadhan, justru supaya pahala puasa Anda makin tinggi.”(Dikutip dari “Dan Tuhan pun Cemburu-Emha Ainun Nadjib)

Beberapa hari lalu postingan ini sudah menjadi draft, namun blog saya maintenance… draft terposting, dan saya hapus segera -.-b mohon maaf atas kesalahan teknis yang terjadi.
Saya membaca berita tentang perda pelarangan rumah makan buka di bulan ramadhan, kalau tidak salah di Serang ya… dan katanya ada di beberapa tempat lain namun tidak ada detail dimana. Kasus Serang ini heboh karena ada rumah makan seorang nenek yang ditutup paksa oleh aparat Satpol PP. Wajah sang nenek yang nelangsa membuat kita jadi “gemas” dengan aparat. Lagipula, kok lebay banget sih sampai harus “segitunya”

Maaf, namun saya juga orang yang merasa perda seperti itu tidak perlu dilakukan, karena yaaaa lebay! Iya sih memang…memang…. suatu hal yang super menyebalkan ketika kita, di Indonesia, negeri yang mayoritas penduduknya Muslim, eh pas bulan puasa ada yang santai aja gitu makan di warteg, dengan guyuran kuah sayur nangka, sambel goreng kentang, tempe orek, tumis paria, ayam goreng, sambel bawang, sop sayur kaya mecin tapi kok ya enak :p, tak lupa dengan kerupuk bwahahahahahaha, belum lagi panas-panas eh pada minum es teh manis…. suegerrrrr rek! Oiya, es jeruk manis juga enak banget tuh.
Aduuh… tergoda gak sih, saya ngetik ini aja jadi laper :p terdengar enak loh itu….

Namun, apa iya iman kita se-cemen itu?Apa iya kualitas puasa kita masih level anak balita yang baru belajar berpuasa? sampai-sampai harus ada aturan yang melindungi kita dari godaan-godaan level newbie seperti itu? oh come on, guys!

Mengutip perkataan walikota Bogor, Pak Bima Arya, “Saya tidak akan menutup rumah makan karena itu namanya menutup rezeki orang, yang tidak puasa kan juga ada. Namun sebaiknya diberikan tirai untuk menghormati yang berpuasa”

Nah, sepertinya kita fine dengan aturan default seperti itu.

Lalu saya kembali bertanya-tanya, sudah trennya manusia semakin cuek dengan aturan-aturan yang tidak tertulis. Jika tahun depan atau beberapa tahun yang akan datang rumah makan yang buka tidak menggunakan tirai, apakah kita akan marah? Apakah satpol PP akan masuk dan menutup paksa rumah makan tersebut? Apakah kita juga semakin mudah membatalkan puasa kita?

Apa?

Ibadah adalah suatu hubungan Maharomantis antara kita dan Sang Pencipta. Kita meyakini bahwa Tuhan begitu baik kepada kita, maka kita melakukan seluruh perintahnya. Rule is a rule! Kita yakini itu dan berjanji akan manaatinya. Menjadi hamba berarti dengan sepenuh hati manut kepada Tuhannya.

Jika rule is rule, maka kita akan mentaati hal tersebut. Tuhan kemudian begitu baik karena memberikan beberapa “kemudahan” untuk hamba-Nya. Misalnya dalam puasa “Ini loooh wahai hamba-hambaKu yang baik, kalau kalian sakit, dalam perjalanan, lemah, yo wis lah ndak apa-apa ndak puasa. Tapi nanti kalau udah sehat dan kuat ganti ya puasanya. Kalau ndak bisa juga… yo wisss bayar fidyah aja” dst… dst… karena Allah tahu kita ini yaaaaa manusia, ada aja error-nya, ada aja lemahnya. Tapi dengan asumsi cateris paribus Allah yakin kalau “Guys, you can make it!”. Saya teringat teman saya yang bukan non-muslim pernah bertanya “Agama itu bukannya harus memudahkan ya, kok jadi repot” loh sebenarnya sih gak serepot itu, Tuhan itu sudah paham bataas kemampuan kita sampai mana, rulenya jelas dan terukur. Yang error kan manusianya aja kadang suka menyepelekan dan selalu ada juga yang memperumit.

Nah kembali lagi. Jika kita marah melihat orang disekitar kita makan, buka warung makan, minum teh manis, dsb-dsb-dsb…. dan malah merusak ibadah yang sudah kita komitmenkan sebelumnya, aduh jadi cemen dong.

Bumi ini luas, baru di Indonesia… kalau kelak terbang ke negeri lain dan kita menjadi minoritas, ya masa’ iya kita misuh-misuh gak jelas hanya karena orang lain tidak seperti kita, hanya karena orang lain tidak beribadah seperti kita. Hei, who are you… jangan macam-macam.

Ibadah itu yaaa memang gampang-gampang susah. Susah karena kita juga harus menahan untuk tidak ngegosip seusai shalat tarawih. Menahan untuk gak nyinyir ketika ada yang tilawahnya tidak sehebat kita. Belum lagi harus menahan diri berlebih-lebihan ketika berbuka puasa. Sulit, iya… loh tapi kan katanya mau jadi hamba Tuhan yang teruji dan tahan banting! harus kuat dong. Di sini ini loh seninya!

Musuh terbesar kita rupanya bukan setan, iblis, atau manusia lain yang menurut kita nyebelin banget… musuh kita ya ini loooh diri kita sendiri. Yang paling susah dikontrol ya… diri kita sendiri. Sudahlah, menunjuk hidung orang lain itu menghabiskan waktu dan tenaga, bagaimana kalau mulai menunjuk hidung sendiri “Apa gw udah bener-bener banget? ”

Lab saya super heboh ketika tahu saya berpuasa,
yang lucu…. entah mengapa mereka enggan makan dan minum di lab pada bulan ini, saya kemudian bertanya “Loh, kenapa toh? Nggak apa lagi”
Jawabannya “Gak apa sih, tapi kami ingin menghargai saja 🙂 ”
AHA! Ini dia, menghargai…. sebuah bentuk toleransi.

Bayangkan, mereka non-muslim loh, bahkan kalau ditanya agamanya saja mungkin pusing harus jawab apa. Namun mereka rupanya lebih aware perkara saling harga-menghargai (alhough I think it is not needed :’) thank you actually). Mindset “menghargai” orang lain yang kemudian menjadi kontrol diri mereka.

Sekarang, jika di bulan suci di tanah air semakin marak orang yang tidak malu-malu makan minum, yang tidak malu-malu bercumbu di tengah khalayak ramai, yang sudah tidak bisa menghandle kebiasaan buruknya bahkan hanya untuk satu bulan….
Masalah utamanya mungkin berada pada diri kita sendiri, mungkin kita sudah semakin dididik dan mendidik diri kita untuk tidak sepeka dahulu kala. Kita sudah semakin terbiasa untuk tidak menghargai seseorang sebagaimana mestinya, lebih menekankan “My life is my rule and who’s care with others rules”, melupakan bahwa hak kita itu TIDAK tak terbatas karena dibatasi oleh kewajiban dan hak orang lain.

Mungkin kita hanya mulai lupa beberapa hal paling krusial yang kita pelajari saat SD.

Tidak perlu lah para aparat repot-repot menutup rumah makan, ormas menutup tempat-tempat hiburan, polisi menggiling ratusan botol miras, jika kita hidup di masyarakat yang bukan hanya religius namun juga toleran. Semuanya akan teratur secara otomatis. Lha, masalahnya rupanya kita tidak setoleran itu.

Sekarang pertanyaannya, bagaimana mewujudkan Indonesia yang kembali toleran?
kembali peduli satu sama lain dan moga-moga tidak nyinyir satu sama lain. Kita kan menjelma semakin nyinyir dari hari ke hari yang pada akhirnya membuat banyak orang berpikir:
“Mau sih peduli dengan sekitar, tapi ah takut-takut nanti malah dikira caper…. ah takut-takut nanti malah dikira kepo. Sebodo amat lah”

Kalau begini terus, Indonesia akan tetap begini hingga ladang gandum dipenuhi coklat dan jadilah C*c* crunch!

Yo wis lah, gak usah banyak mikir kalau mau berbuat baik. Kita toh sudah bisa membedakan mana yang baik dan buruk. Inget loh, di Quran aja misalnya Allah udah bilang

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah [60]: 8-9)

Berbuat baik itu ndak ada yang larang, jadi berbuat baik aja… lalu lupakan dan tutup kuping :p you don’t need human to give you any grades for your kindness, never!
Ibadah juga, yo wis… ibadah aja, sebaik yang kalian bisa. Gak perlu woro-woro kemana-mana, toh pengujinya juga Tuhan.
Gak usah lebay juga jika kalian merasa “Oh my God, I think I am much better than anybody else” atau “Aduh… gila bagus banget puasa gw, kayaknya perlu nih terbang ke Denmark biar lebih manteb puasanya lebih lama” (believe it or not, I met someone who told me this, aduuuh first itu lebay, second klo gw sih jujur aja ogah MWAHAHAHHA)… nanti kalau kelak kalian mati dan pas di surga ketemu bareng orang yang kalian anggap lebih “meh” ih tengsin tau! Inget think twice, it is another day for you and me in paradise kata Phil Collins.

Yuk ah…. puasa…. puasaaaaaaa yang makin bener 😀

Selamat menjalani bulan ramadhan ini, kawan….


Bahagia mungkin sederhana, salah satunya adalah ketika bisa bertemu bulan ramadhan lagi bersama keluarga, masih ngerasain masakan Mama yang emang paling top, masih ketawa-ketawa bareng adik, rasanya ini hi-quality time banget bareng keluarga… apalagi kalau inget-inget tahun depan mungkin gak puasa bareng keluarga huhuhuhu~~~ Mamaaaaaa *just a little info, saya anak mami banget -.-*

Di bulan ini, ada banyak kemuliaan…. dan semua doa akan diperlancar prosesnya oleh Allah SWT. Tapi rasa-rasanya kok gak sopan ya kalau mintaaaa terus ke Allah eh tapi kitanya cuman ngarep doang dan gak melakukan apa-apa….

Sebagai manusia jadul yang masih sok romantis nulis diary, saya sudah menuliskan beberapa target saya di bulan ramadhan tahun ini. Tentu saya berharap Allah mengabulkan semua permintaan dan doa saya, menerima seluruh ibadah saya, melipatgandakan kebaikan yang telah saya lakukan…. namun mungkin saya harus lebih sopan dan lebih berterima kasih lagi pada-Nya dengan memperbaiki sedikit demi sedikit ibadah saya.
Image and video hosting by TinyPic
Selamat berpuasa, kawan…
Semoga segala kebaikan mengelilingi kita dan semoga kita bisa melakukan kebaikan di sekeliling kita. Semoga.