Catatan si kuper: Alasan saya memilih kuper (namun bahagia)


Tadinya mau nulis tentang sexual harrashment di sekitar kita. Tapi sebelum itu biarkan saya curcol tengah malam.
Mama saya kadang curhat “Ya ampun Kakak, ini anak Mama cuman dua. Bagi Mama sih anak Mama baik-baik. Anak lingkungan, pecinta alam, pecinta binatang, suka anak-anak. Kan baik ya. Tapi kok ya selalu ada aja konflik sama orang lain. Kalian itu harus kepala dan hati dingin, orang kan beda-beda.”

Saya dan adik saya mungkin mirip ya. Teman dekat kami bisa dihitung dengan jari tangan. Yaaaaa paling itu-itu lagi. Sampai Mama bisa hapal sampai tanggal ulang tahun beberapa teman kami. Hapal loh! Hapal!!! “Kak, Mamas ini kan ultah ya? Udah dikasih selamat ulang tahun belum? Ih ultahnya mirip kayak kucing kita yang dulu ya”

Saya tidak tahu dengan adik saya, tapi yang pasti saya memiliki alasan dan “keterbatasan” versi saya sendiri. Pada dasarnya saya tidak suka “muncul di permukaan”, saya mungkin seperti kucing garong gendut yang hobi tidur. Tidak akan mencakar jika tidak ada yang usil mengganggu saya. Saya tidak suka keramaian, I HATE CROWD! Saya memang kurang suka kumpul-kumpul, saya lebih suka lingkaran-lingkaran yang lebih kecil namun lebih akrab dan dekat. Saya tidak suka membicarakan tentang orang lain, dan saya pun tidak terlalu happy orang lain membicarakan saya.

“Emon itu sombong gak suka gaul, sok banget ya”
“Emang prestasi Emon apa? Gak pernah kedengeran”
“Eh, dia kan gak ada hal yang wah ya, kok bisa keterima di XYZ sih?”
“Dia suka main musik gitu, gak stress kan dia”
dst
dst
dst

Ok! Mari kita berkumpul…. berkumpul yang KONON lebih berfaedah daripada tidur gak jelas di kasur yang hangat, daripada baca koleksi buku yang harusnya beli e-book aja, dan lebih berfaedah dari belajar musik yang (banyak yang bilang) haram itu.

Mari kita berkumpul!
dan beberapa orang asik memamerkan ke-riya’-an mereka masing-masing. Dan lingkaran mereka saling timpal menimpali dengan ke-riyaan juga.
Tak lupa agar riya itu semakin halal, bawalah nama Tuhan seperti “Alhamdulillah hari ini aneh dapat LALALALLALALA loh”,
“Oh iya? Ih si X juga dapet loh LALALLALALA”
Begitu terus…
Ya memang subhanallah keren sih, dan mungkin saya mual karena iri dan dengki tidak seperti mereka.
Tapi, ada sebuah titik dimana saya merasa bahwa setiap orang memiliki medan perang yang berbeda. Ambil contoh dalam bidang akademik, beberapa orang  yang biasanya dari natural science dan kerja lab akan memamerkan publikasi mereka yang setahun yaaaa ada belasan lah. Wow keren!
Ya keren! Tapi tidak semua bidang tidak bisa menelurkan jurnal sebanyak itu dalam satu tahun.
Pertanian misalnya, mau penelitian jagung saja harus at least nunggu 3 bulan! Itu pun kalau tidak ada hama… tidak ada yang maling… cuaca mendukung….
Belum lagi kalau softwarenya yang loadingnya lama. Tanyakan pada, misalnya, para pejuang ArcGIS…. vektor petanya sudah muncul saja sudah sujud syukur. Eh ada pixel yang gak muncul-muncul, reload lagi deh!
Ilmu sosial juga tidak kalah heboh, apalagi yang membutuhkan data primer. Kliring data saja kalau bisa satu bulan sudah mahasakti, dan sudah dipastikan yang melakukan itu sudah over dosis Pr*mag.
Ingat juga, untuk beberapa keilmuan, mereka adalah single fighter… mereka yang desain penelitian, yang ngumpulin data, yang bikin simulasi, yang ngetik data. Setidaknya itu yang saya ketahui  di bidang ekonomi dan sosial. Tidak ada kisah 10 orang dalam tim, lalu bikin paper bareng 10 yang cuman ganti-ganti urutan penulis -.- no way!

Ya jadi keren sih harus ya…. tapi kan menjadi toleran pun penting bukan?

“Eh, tau gak… si X kan kayaknya depresi loh. Ih gak pernah ngumpul sih jadi kita gak tau kenapa dia depresi ya”
“Ih iya, di tempat gw sampe ada yang bunuh diri segala. Karena gak ada publikasi, eh kita aja udah 500 publikasi ya tahun ini aaahhaah, masih ada 50.000 lagi belum publish”
“Eh kita harus deketin si A, dia kan posisinya bagus”

Errrrrrrr……………………………………………………………………………….

dan lalu ada pertanyaan “Kok makin banyak orang yang depresi ya?”
“Kok makin banyak orang yang gak toleran ya?”
“Kok makin banyak yang gak sopan ya?”

Satu yang kita semua gak pernah tanya “Kok kita gak pernah ngaca ya?”

Loh, ngaca? Kan udah merasa yang paling hebat dan terbaik! Jadi buat apa dong ngaca.

===================================================================================

Baiklah, mari kita berkunjung ke tempat saya saat ini. TSUKUBA!
Di sini saya merasakan puncak kebahagiaan saya selama di Jepang.
Ingin tahu alasannya?

Saya punya seorang Sensei yang sangat baik. Yang rasanya kalau boleh minta ke Allah untuk boyong manusia ke surga, mungkin Beliau akan masuk list.
Beliau yang sudah melompat dari satu negara ke negara lain yang membutuhkan ilmunya, Beliau yang tidak ambil gajinya dari kampus dan membiarkan uang itu untuk lab kecil kami dan membuat kami tidak perlu bayar jika ada lab party.
Beliau yang memayungi saya yang kroco ini ketika hujan dan inget kalau saya gampang flu.
Beliau yang sibuk menanyakan kabar Mama saya yang sakit.
Beliau yang kerapkali mengajarkan saya dari basic sampai coding yang saya betul-betul tidak paham.
Beliau yang publikasinya mungkin lebih banyak daripada ucapan dzikir saya ke Allah selama ini tapi tidak pernah banyak koar-koar.
Beliau yang hanya senyum dan bilang “So, what? There is always a first time for everything” ketika saya bilang “I never do this! I don’t think I can make it”
Beliau yang cerita kalau Beliau pun pernah nangis di depan Sensei Beliau sebelumnya karena merasa gak bisa.

Saya bertemu banyak peneliti lain, yang bahkan baru akhir-akhir ini saya ketahui kalau mereka semua masuk ke kementerian lingkungan hidup Jepang, semua orang langsung tunduk sama mereka.
Mereka! Mereka yang sibuk nyodorin tissue ketika saya terisak ketika melihat seekor kucing tertabrak mobil di sana. “Udah dong, Marissa-san, kok jadi sedih sih liat kamu nangis gitu. Udah ya, kita makan sushi nanti”

Mereka yang mengajarkan saya untuk belajar benar-benar dari nol, untuk berhenti membandingkan diri saya dengan orang lain, untuk menjadi orang yang lebih berani bertanya, meminta bantuan, menerima diri sendiri, dan yang terpenting rela membantu orang lain.

Saya berkembang, dengan ritme saya sendiri.
Jiwa saya berbunga, seperti layiknya dia seharusnya berbunga.
Saya kembali menjadi ilmuwan yang tentu masih newbie, yang terus bertanya, yang penuh rasa ingin tahu, yang perlahan mendapatkan jawaban dari setiap permasalahan yang muncul. Saya bangga pada penelitian saya, karena saya tahu seluruhnya dari embrio hingga dia perlahan tumbuh. Saya paham kegagalan-kegagalan saya, dan menjalin untuk keberhasilan-keberhasilan baru.
Saya pun kembali pada seni…
kembali bermusik…
kembali melukis…
kembali memasak…

Saya sadar, saya rupanya lebih bahagia saat ini.
Saya bahagia, melihat kebaikan-kebaikan yang tulus.
Dan kebaikan yang tulus bisa datang dari mana saja.

==============================================
Eh tapi tulisan ini bukan menyuruh kalian untuk kuper ya. Saya mungkin salah satu contoh “big failure” dalam membina network dan memperluas jaring pertemanan. Kalau mau jadi pejabat sih, kurang oke ya meniru “idealisme” saya. Saya mungkin terlalu baper dalam memilih-milih orang yang masuk dalam lingkarang pergaulan saya.

Hanya saja, bagi saya….saya yang muak dengan hal-hal “fake” yang fana dan jujur ngabisin waktu, saya lebih senang berkumpul dengan orang-orang yang jelas lebih menghargai saya dan lebih membuat saya nyaman. Saya menemukan mereka….
Saya punya keluarga yang luar biasa,
sahabat yang yaaaaah mini-size tapi lebih dari cukup,
dan kini guru dan teman-teman baru yang saya rasa menyayangi saya.

Dan saya menyayangi mereka.
Saya tahu Allah akan menyayangi mereka pula. Jaga mereka baik-baik ya Allah, buat semuanya berumur panjang, lebih dari para dinosaurus. Karena planet ini akan terbakar lebih cepat daripada karena efek rumah kaca tanpa kehadiran mereka.

In the middle of the road, Allah yang memberikan saya jalan terbaik untuk dilalui.

 

A little notes from Japan: Part 3 (last part); Welcome to science city, Tsukuba….


Sewaktu saya masih kecil, hingga saya sebesar ini hobi saya adalah nonton film kartun, dan salah satu kartun favorit saya adalah ASTRO BOY. Saking gilanya saya sampai punya tuh binder, kontak pensil, dan aneka pernak pernik astro boy. Ya ampunnn parah banget kan -.-

kalau kalian berada pada masa kecil yang serupa dengan saya, jika kalian juga generasi beruntung yang waktu kecil suguhan kartunnya berkualitas banget, dijamin pasti pernah nonton Astro Boy… apalagi astro boy 2003 yang nyanyi soundtracknya duo favorit saya Chemistry! Arggggghhhhh~~~~ Keren parah! Adik saya aja sampai ngefans banget sama astro boy yang versi Jepang tentunya.

Dalam film itu, diceritakan kalau Atom (pemeran utama di astro boy) itu tinggal di sebuah kota yang full with science banget…namanya Metro City.

Memandang Metro City

Saya selalu membayangkan, ada gak yaaa kota di Jepang yang se-science Metro city di film ini. Dasar bocah, kayaknya waktu itu saya sempat komat-kamit “Ya Allah… bawa hamba ke Metro City” hahahahaha bocaaaaaah! Ampuuun!

Mungkin karena pas itu doa-nya masih polos-polosnya kali ya, lalu diijabah… taraaaaa, Allah lalu memberikan saya kesempatan untuk ke science city-nya Jepang: Tsukuba.

Memang belum seheboh yang ada di film astro boy, tapi Tsukuba benar-benar sebuah kota yang secara default di setting scientific banget. bahkan di pedestarian area aja ada robot zone! Wuaduuuuh….!

Image and video hosting by TinyPic

Hargailah hak para robot!

 

Tsukuba sendiri menurut keterangan dari dosen saya merupakan kota di Jepang yang rasio antara doktor dan rakyat jelatanya 4:1. Jadi dari setiap 4 orang penduduk di Tsukuba, 1 orang pasti doktor. Sisa 3-nya lagi, mayoritas master atau lagi lanjut master, dsb. Keren kan?

Selain itu, mayoritas research center di Jepang itu ada di Tsukuba. Kalau di Tokyo nyawa transportasinya adalah kereta, kalau di Tsukuba pakai bus. Hati-hati juga kalau naik bus, salah naik… salah juga tujuan kita. Dan Tsukuba ini isinya research center semua, jadi kalau kalian ke sini mohon ingat baik-baik seluruh informasi mengenai tujuan kalian, jangan cuman inget “Pokoknya gw mau ke research center..” Huwaaaaa ada buaaaanyak banget di sini hahaha… tiap renteng jalan pasti ada research center.

Saya sendiri menginap di sebuah hotel di Tsukuba center.
Di depan hotel saya mall-mall berderet rapi hahaha. Tapi rupanyaaaaa…. Mall ini kalau jam 8 malem ditutup. Ya amploooop! Jadi pas jam 8 kurang 15 aja udah kena usir kalau main-main cuci mata ke si mall hahaha. Tapi Alhamdulillah sempet beli jam tangan… lumayan, 1000 yen! Segitu kan standar ya untuk jam tangan, dan betapa kagetnya saya ketika Mbak Kasirnya juga ngasih kartu garansi segala buat jam tangan saya. Haaah… ya ampun, 1000 yen kan paling 100 ribuan ya, pakai garansi segala :’D sungguh mengharukan hehehe.

Saya suka pemandangan Tsukuba di pagi hari. Walau musim dingin, tapi pas saya datang alhamdulillah cukup cerah. Cerah kaaaan? Ceraaaah… tapi anginnyaaaaa Ya Allah…. gak kuat deh. Dingin banget. Hari pertama datang suhunya -2 derajat celcius. Padahal saya udah happy melihat matahari yang cerah tersenyum, errrr… tricky sunshine.

Image and video hosting by TinyPicImage and video hosting by TinyPic

Saya sendiri diundang pelatihan oleh Sensei saya di National Institute of Environmental Studies (NIES), tempat sensei saya bekerja. Huwaaaaa…. ya ampun kurang baik apa sih Beliau. Kalau kelak saya sekolah terus jadi anak bodoh kayaknya Mega Combo durhaka deh sama Beliau.

Image and video hosting by TinyPic

Tempat kerja Sensei saya…. tempat berkumpulnya scientist-scientist pintar yang super duper ramah! Nice place for work

 

Jujur saya jiper banget ikut pelatihan ini. Yang ikut dua dosen saya. Pak dosen dari ITB malah kepala departemen pula. Terus dari negara lain, waduuuuh ada anak S3, ada orang dari kementerian lingkungan hidup…. Ya Allah… mana laptop saya hang! Ihhh kaco pisan lah.
Tapi senang karena saya jadi belajar banyaaaaaaak hal dari mereka.
Hufffttt I should study hard… harder… hardest!
Diantosan ya, Sensei…
Sebenarnya bukan masalah sih kalau saya mau seenaknya aja dalam hidup ini, tapi lagi-lagi… menerima begitu banyak kebaikan dari banyak orang baik, rasanya saya gak tega tuh untuk tidak melakukan yang terbaik untuk mereka. Hanya itu kan yang bisa saya lakukan! Eh eh… jadi curcol. Mari lupakan hahahha.

Kembali ke scientific-nya Tsukuba hahahaha… sebagai penyuka bunga, saya kemudian ngeh juga kalau di beberapa spot publik, mayoritas tanamannya di kasih tag keterangan. Jadi kita bisa tau ini pohon apa aja.
Image and video hosting by TinyPic

Saya tidak tahu apa di semua tempat seperti itu, tapi di sekitar kantor sensei saya sampai di pinggir jalan pun semua pohonnya dikasih name tag. Waduuuh keren banget. Saking cintanya dengan tanaman, bahkan katanya ada tanaman yang “di amankan” dulu selama musim dingin di rumah kaca dan baru akan ditanam lagi pas musim semi atau panas.

Hal unik lainnya, banyak lampu di tempat publik yang baru nyala kalau ada orang di sekitar area tersebut. Pas orangnya sudah gak ada… si lampu mati. Di suatu malam saya sempat iseng melototin lampu jenis ini di sebuah tempat pemarkiran sepeda di depan hotel saya, sampai sekarang saya masih bingung si lampu itu pakai sensor apa. Mungkin sensor gerak *Iyaaaah… sok tau deh gw ahahahaha*

Karena siang full pelatihan, maka jalan-jalan cuman bisa pas malam. Dan itu pun terbatas karena lagi-lagi: Mall tutup jam 8 malam, ada beberapa yang buka sampai jam 9 malam tapi hufffttt jarang. Eh tapi ada juga loh yang buka 24 jam hehehe tapi yaaaa 1-2 toko. Alasan ini yang membuat saya jadi gak bisa bertemu teman saya di Tsukuba, padahal pengen banget! Secara dia pasti lebih paham kan tentang ke-oke-an si Metro City eh… Tsukuba city hehehe.

Image and video hosting by TinyPic

Hiyaaaa Narsis… :p lumayan lah…

Image and video hosting by TinyPic

Ini masih satu set medium boneka Hinamatsuri

Jadi kalau mau narsis juga bisanya malem hahahaha….

Oiya…. kalau jeli, di beberapa tempat kalian bisa liat toko atau hotel majang hiasan boneka satu set lengkap. kayak begini nih:

Itu adalah boneka Hinamatsuri….Ini penjelasannya
Image and video hosting by TinyPic

Kebetulan tanggal 3 Maret akan dilaksanakan hari Hinamatsuri itu, makanya banyak yang pasang hiasan boneka ini.
Sensei saya sempat bercerita sedikit tentang Hinamatsuri. Katanya hari anak perempuan ini doanya simple, supaya si anak perempuan di keluarga tumbuh sehat dan menjadi anak yang baik. Naaaah, si boneka ini biasanya gak beli tapi memang warisan turun menurun.

Kalau kalian ngerasa “Wah kece berat nih dipajang di rumah gw, beli ah… satu set” Waaaah… boleh banget, tapi siap-siap rogoh kocek agak dalam. Harga boneka ini minimal sekitar 90.000 Yen, itu minimal yaaaa… MINIMAL! hahaha…. yaaaah 9 juta-an. Ih kalau saya mending beli laptop baru hahahaha. Tapi memang worthed sih. Mungkin ini juga jawaban kenapa boneka ini gak gampang rusak walau udah diwariskan turun menurun.
Hmmmmm…. menarik.

Image and video hosting by TinyPic

And Indonesia welcoming me again!

Saya pikir cukup sekian dari saya hehehe…
Capek juga ngetiknya.
See you in another posting. Sebenarnya cerita ttng Tsukuba masih puaaaaanjaaaaang banget tapi sudahlah, gak beres-beres kalau saya cerita hahaha.
Hmmmm… semoga kita bisa bertemu lagi Jepang 😀 I Love you so much!

See you!