Ramadan dan Ibadah-Ibadah Setengah Hati : Sebuah Refleksi
Aku menghaturkan jutaan permintaan kepada-Mu.
Mempertanyakan mengapa enggan Kau segera menjawab pertanyaanku.
Tiba saat Kau memintaku untuk mengingat-Mu di tiga puluh hari,
Ah… rupanya lidahku saja kelu menyebut nama lengkap-Mu,
Rupanya aku lupa membaca ratusan lembar surat cinta-Mu padakuDi balik setiap doaku, tersimpan banyak ego yang semoga bisa termaafkan.
– Ramadan dan Ibadah-Ibadah Setengah Hati (2022)
Halo sobat santanku yang super, yang pastinya berhasil menurunkan 2 kg selama puasa dan bertambah 3-5 kg selama lebaran. Sungguh makanan bersantan itu gokil sih. Tapi tidak apa-apa lah, wong lebaran kan cuman 2 kali setahun: Lebaran Idul Fitri dan Lebaran Idul Adha. Paham juga sih, kerena setelah si covid yang bikin banyak jiwa sepi dan terjebak gak bisa ketemu keluarga, akhirnya bisa mudik… merasakan ketupat dan sidangan santan buatan Mama. Apalagi kalau kalian seperti saya, Mama saya punya tangan ajaib yang bisa membuat makanan jadi enaaaaaak banget. Kadang kalau pulang, cuman makan sop sama sambal goreng aja udah hangat banget, berasa hangat sampai ke hati. Ini terbukti secara sah dan meyakinkan karena adik saya yang selalu tinggal sama Mama sekarang badannya gede banget karena sudah beralih fungsi menjadi sous-chef dan tim icip masakan. Apalagi lebaran, masakan bersantan itu memang gurih dan kalau jago masaknya, bisa bikin kita semua ketagihan. Jadi well… mari kita pasrahkan saja berat badan kita gara-gara aneka santan yang aduhai itu. Tidak apa—- tidak apaaaaa apaaaaaa…. (sambil nangis di atas timbangan).
Tapi ada hal yang membuat saya, yang sudah semakin tua ini, sedih dan miris. Puasa tahun ini berasa cepet banget, iya gak sih? Apa cuman saya aja….
Tahun ini, kalau beberapa orang di medsos bisa bangga menunjukkan achievement ibadah mereka, maka buat saya sih… duuuuh tengsin men! Tengsin!
Bagaimana tidak? Mari kita telisik satu per satu, yang jelek-jeleknya aja ya. Mulai dari baca Quran yang, tentu saja, tidak intense. Dan shalat tarawih pun, semua di rumah sendiri. Yaaa seperti hari biasa aja, sibuk dengan rutinitas duniawi.
Nah jangan kalian pikir manusia-manusia duniawi seperti saya ini gak sadar kalau intensitas iman kami tuh ‘meh’ banget. Saya yakin kok, dalam hati kecil tuh ada rasa “Gak boleh, harus ada yang gw perbaiki nih.” Dan percayalah podcast dan acara-acara religi yang tipis-tipis bahas atau diskusi terkait agama itu membantu banget buat manusia modelan begini. Hingga kemudian saya sampai ke sebuah konten di youtube, yang sebenarnya untuk kemasanan komedi, tapi cukup menarik. Judulnya “Pindah Arah”, sebuah acara yang disiarkan oleh Comedy Sunday dan menceritakan perjalanan spiritual orang-orang yang mengubah kepercayaannya. Nah! Yang menarik, ada yang pindah dari agama minoritas ke mayoritas, dan ada juga yang sebaliknya. Dan acara ini, secara mengejutkan, sangat menarik dan memotivasi. Loh?
Iya… karena rupanya hati itu begitu mudah aja dibolak-balik. Rupanya gak ada yang terlalu kecil atau terlalu besar ketika itu perkara keyakinan. Ada loh yang berpindah keyakinan, hanya karena pas parkir di depan gereja, eh loh kok gereja ini bikin tenang ya. Ada yang kemudian liat orang-orang tarawih, eh kok seneng ya ada masa ketika terus komunikasi sama Tuhan. Ada yang merasa shalat, rupanya adalah metode meditasi yang paling efektif, simple, dan menenangkan.
Sungguh, saya sebagai Muslim veteran tidak henti-hentinya mempertanyakan “Ah masa sih?!”
Lalu tibalah satu episode yang benar-benar inspiring! Mari kita lihat.
Masnya punya permasalahan bahwa, “Kok pas shalat belum merasakan secara penuh kehadiran Allah ya?”
Mas, jangan khawatir… SAYA JUGA BEGITU. Jangankan pendatan baru, ini Muslim veteran loh, masih merasakan hal yang sama. ASTAGFIRULLAH.
Saya kemudian memutuskan mencoba apa yang Mas-nya coba: Shalat secara lebih perlahan.
Sesuatu yang kalau di kamus kami para Muslim disebut tuma’ninah. Tapi tekad saya adalah, lebih dalam dalam proses shalat ini. Ya plis aja, gengsi dong kalah sama pendatangan baru, yakan. Iman boleh naik turun, tapi gengsi terus on.
TEBAK APA YANG SAYA TEMUKAN?
Saya bahkan sadar bahwa bacaan shalat saya selama ini banyak yang tidak becus. Coba deh kalian yang Muslim, nanti suatu waktu, shalat…. konsentrasi dan dengarkan baik-baik bacaan kalian sendiri. Untuk saya? Saya menyadari begitu banyak bagian yang tabrak lari, tidak peduli makhraj, dan saya kok khawatir jangan-jangan ada baris-baris yang terlewat selama ini? Belum lagi perkara surat-surat pendek yang pas di-review ulang “Loh kok loh kok, kok makin sedikit ya hafalannya” Itupun saya ragu dengan kebenaran bacaannya.
Itulah malam dimana saya memutuskan, saya akan kembali ke Quran. Itulah malam ketika, saya bilang ke diri sendiri, “Oke, lo banyak salah, tapi setidaknya lo harus shalat yang bener.”
Dan di malam itu juga, saya memutuskan untuk kembali mencoba sekuat tenaga untuk menghafal Quran, tekad saya sederhana, Juz 30 + Ar-Rahman. Saya sadar diri kok kemampuan otak dan persistensi saya tidak bisa disamakan dengan ayah saya yang dulunya anak pesantren. Tapi kayaknya keterlaluan banget kalau shalat gak cantik dan all out, karena itu aja ibadah yang bisa diperjuangkan untuk terus dilakukan dengan sebaik mungkin di tengah hiruk pikuk dunia dan kesibukan berburu harta benda. Karena saya suka sekali menulis, saya sampai bikin jurnal untuk mencatat progress hapalan saya. Tidak usah kagum saudara-saudara, jika kalian sudah kepala 3, kapasitas otak kalian mulai berkurang aja karena sibuk memikirkan aneka keruwetan di planet bumi. I am so damn serious, Man! I am so damn serious!
Entah apa indikator keberhasilan dari hal ini ya, tapi setelah itu, hati lebih tenang… tanpa perlu keluar uang untuk sesi yoga dan meditasi. Oh ya, untuk saya pribadi, I stopped scrolling around my social medias. Lebih memilih untuk kerja, baca buku, gambar, atau masak. Jangan-jangan, ini jangan-jangan loh, kita ini terus terpaku pada media sosial karena kita punya banyak keresahan dan gak ada media untuk menuntaskan, atau setidaknya mengurangi, rasa resah itu. Jangan-jangan kita itu kurang produktif karena, kualitas ibadah kita, terlepas dari apapun kepercayaan kita, memang busuk aja. Kita gak ngerasa aja….
Kali ini saya tulis ini semua di blog, supaya saya ingat atas kelalaian saya ini, dan supaya saya punya tanggung jawab untuk terus mempertahankan tekad untuk jadi sedikit lebih baik dalam beribadah.
Saya itu masih punya banyak ambisi dan keinginan, tentunya akan ada banyak doa-doa yang akan saya utarakan. Nah ya kok masa’ yang meminta kemudian tidak berusaha untuk mengenal dan mendekati Sang Maha Pemberi, kan gak etis π iya toh?
Terima kasih Mas-Mas pendatang baru dan Comedy Sunday, perjalanan spiritual setiap orang memang beda-beda, saya… rupanya harus lewat jalur youtube dulu.
Selamat hari raya Idul Fitri, dan moga kita cerita lagi di Ramadan selanjutnya.
Untuk versi podcast dapat didengarkan di sini π