2013/07/12emonikova
Someday
Our fight will be won then
We’ll stand in the sun then
That bright afternoon
‘Till then
On days when the sun is gone
We’ll hang on
Wish upon the moon
(Someday—- The Hunchback of Notre Dame OST)
Ingatlah bahwa ego kita tidak boleh mengalahkan impian kita.
Biarkan ego dan setiap pemikiran kita berdebat,
bukan untuk mematahkan semangat berjuang
Hanya untuk membuat kita semakin bijaksana dalam mengambil keputusan.
Setidaknya itulah yang saya pelajari bulan ini.
Mulai dari kabar gembira dulu, insya Allah awal tahun depan jika tidak ada aral melintang saya akan kembali bersekolah di Magister Ekonomi Terapan, di sebuah universitas negeri di Bandung. Akhirnya ada juga yang mau nerima saya hahahahaha dan alhamdulillah-nya lagi insya Allah saya akan sekolah dengan very very full scholarship, jadi seharusnya sih tinggal belajar dan dapet nilai yang bagus. Kalau saya inget tagline lembaga pemberi dana beasiswa saya “Ingatlah! Beasiswamu adalah amanah rakyat untukmu” Huwaaaaaaaa ampuuuuun deh, langsung deg-deg-an kalau inget uang beasiswa saya itu juga dapet dari pajak mukyaaaaaaaa, dosa banget kalau saya nggak serius.
Saya sudah berjanji pada adik-adik kelas saya yang juga murid-murid saya di kelas responsi untuk berbagi cerita jika saya sudah memperoleh beasiswa. Hmmmm…. prosesnya masih panjang sih, saya masih harus pengayaan, ngurus berkas, dsb. Tapi biarlah sebelum saya lupa dengan kisah-kisah heroik saya. Berjanjilah… ketika kalian selesai membaca ini, siapapun kalian, dimanapun kalian akan melanjutkan studi atau impian kalian, ingatlah bahwa kalian bukan apa-apa tanpa kerja keras dan bantuan orang lain! Saya tidak mau pembaca blog saya menjadi orang yang angkuh. Setuju? Baik! Lanjuuuut.
Perjuangan saya memperoleh beasiswa itu gak mudah. Saya berkali-kali gagal, berkali-kali kecewa, dsb. Kegagalan terbaru saya adalah ketika saya gagal di step terakhir beasiswa Pemerintah Turki. Kegagalan yang saya buat sendiri, karena saya bisa-bisanya lupa membawa satu bundel semua hasil publikasi saya. How stupid! Tapi kemudian saya menyadari bahwa memang itu bukan pilihan yang tepat dari Allah untuk saya. Pun saya keterima berarti saya harus meninggalkan tanah air 2,8 tahun. Okay… gak kuaaaat hahaaha :p
Banyak yang mungkin bertanya-tanya dan bahkan kecewa karena saya akhirnya malah memilih melanjutkan sekolah di dalam negeri dan bukan di luar negeri. Aiiish… reviewer saya pun gemes setengah mati tentang itu sampai Beliau bilang “Kamu itu… sedikit lagi loh. Kamu sudah pantas melanjutkan studi kamu ke belahan dunia manapun yang kamu mau”
Iya, Mon! Kenapa? Perjuangan lu hanya segitu saja?
hahahahhaa… ya gak lah! Dari dulu impian saya menjelajahi eropa, suwun ke Universitas Tokyo, dan memenuhi rasa penasaran mengenai benua Eropa. Tapi Allah lebih tahu yang terbaik untuk saya, untuk keluarga saya, untuk semua orang di sekitar saya, dan tentu untuk negara saya. Saya akan ceritakan hal ini nanti. Sebentar ya.
Bagi saya, langkah terberat dalam beasiswa itu sebenarnya wawancara. Kenapa ya? kalau administrative things sih asal kita apik dan teliti, insya Allah semuanya beres. Tapi pas wawancara, wueeetssss… kalau Allah gak ridha atau kita terlalu takabur bisa macem-macem tuh halangannya, mulai dari blank, ketinggalan macem-macem, keringet dingin, sakit perut, atau telinga tiba-tiba tuli dan otak buntu sampai gak ngerti pewawancara ngomong apa. Sedih banget ya hahahahhaha.
Wawancara saya yang terakhir, yang mengantarkan saya untuk dapat Magister ekonomi terapan ini, cukup berasa nano-nano. Antara PD, blank, dan kepikiran karena pada tanggal yang sama adik saya daftar ulang ke SMA. Kasian banget adik saya sampai diusir dari sekolahnya karena gak ada wali yang dateng :'( sorry adikku sayang, untungnya dia selalu ikhlas kalo kakaknya bilang mau sekolah lagi *walau sempet ngambek seharian*
Tanggal 2 Juli 2013 saya dan kandidat lain diharuskan mengikuti briefing calon penerima beasiswa di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan. Gedungnya oke punya hahahhaa, buat kalian yang punya kelebihan harta nanti…boleh tuh nikahan di gedung itu. Insya Allah tempat duduknya cukup hehehehe.
Saya pun telat karena saya kerja dulu, dan biasaaaaa…. fatamorgana jarak. Merasa kantor saya deket banget sama dhanapala saya pikir tinggal menggelinding kesana, eh rupanya mesti nyebrang pake jembatan penyebrangan toh. Ya udahlah saya pun menyebrang sambil lari-lari. Nyampe gedungnya udah keringetan terus kotak snack udah mau abis, waaaah panik jangan-jangan gak kebagian snack *lagi-lagi salah fokus*
Masuk kedalam gedung, saya baru sadar kacamata ketinggalan di kantor, saya duduk di belakang. Huwaaaaa gak keliatan apa-apa. Untung kuping masih normal jadi masih bisa mengikuti dengan baik. Sesi tanya jawab pun seru, semua antusias. Ya iyalaaaaaah…. siapa yang gak antusias, wong kalau kita lulus untuk program Magister atau Doktor Luar Negeri, mau bayar SPP sampai 3 milyar juga dibayarin mwahahahaha. Saya yang daftar magister dalam negeri aja ngeliat rincian beasiswanya langsung deg-deg-an, huwaaaa utang gw sama rakyat Indonesia banyak banget -.- kalau gw bodoh kayaknya pantas dilempar bakiak deh.
Kemudian, secara mengejutkan ada pengumuman bahwa kita harus nunggu sebentar karena kami semua aka dibagi ke dalam kelompok-kelompok dan setiap kelompok harus liat jadwal wawancara. Kalau kebagian hari itu juga maka silakan duduk dengan manis di gedung tersebut. Saya PD dong “Aaaaaah….paling besok, lalalala yeyeyeyeye, pulang ke Bogor aja ah ngurus sekolah adik” eh emang deh Allah itu suka banget ngasih surprise, saya rupanya kelompok satu dan wawancara siang di hari itu juga. Huwaaaaaa…. kelabakan! Sms Mama, sms adik, sampe sms dosen, bukannya sms minta doa, tapi nanya gimana kabar adik saya yang mau daftar ulang itu. Dosen saya bilang “Forget your brother for a while, dia udah keterima di SMANSA, kamu masih belum dapet beasiswa. Focus for your interview” Okeh takluklah sudah. Minta maaf ke adik dan janji akan bayar ganti rugi dengan nonton Despicable Me 2 hehehhehehe.
Saya pun melangkah dengan mantap untuk kembali ke kantor. Ambil kacamata, suwun ke bos, ambil berkas-berkas, dan print semua bukti publikasi yang pernah saya buat *karena trauma dengan kasus gagal beasiswa pemerintah turki*
Siang saya pun kembali ke gedung kece di komplek Kemenkeu itu. Karena sudah mulai tenang dan kenyang karena sudah menghabiskan dua mangkok mie ayam (kalau grogi saya akan makan banyak hahahahaha). Saya mulai ekspansi, melemparkan pandangan ke semua penjuru. Kaget banget karena banyak yang pakai bajunya lebih aksi daripada ngelamar kerja. Saya sendiri hanya pakai jilbab dan baju biru muda, celana hitam, dan sepatu kucel karena keinjek di kereta pas pagi-pagi, yaaah penampilan standar anak kereta lah. Pasrah aja deh. Saya pun kemudian iseng-iseng mencari siapa saja sih orang-orang yang apply beasiswa ini, rupanya semuanya keren-keren… sama mah bukan apa-apa. Ada yang daftar magister ke Amrik, bahasa Inggrisnya udah kayak air terjun niagara… lancar dan deras. Ada anak ITB yang mau ambil beasiswa ke Titech, keliatannya sih cupu-cupu gitu, eh tapi pas liat publikasinya hehehehhe jiper ah, anaknya nyantai banget “Mas kenapa gak ambil monbu aja? U to U mah langsung tinggal guling aja kali dengan CV seoke ini.” terus jawabannya “Heu… saya teh ketinggalan info, pas lagi ada daftar-daftar itu saya teh lagi conference di Jepang” Haaahahahaha… udah deh, no further confirmation, udah canggih tuh si anak ITB, tapi ya ampuuuuun logat sundanya gak nahan hahahahaha. Ada juga anak kedokteran UI yang ambil beasiswa tesis, kemudian dengan gegap gempita menjelaskan mengenai penelitian dia ke saya. Saya takjub, tapi sayang saya gak ngerti hahahahahha terlalu keren soalnya.
Tapi yang paling hebat adalah, ada seorang penyandang cacat yang bertekad mengambil beasiswa magister. Dia berjalan pun harus dibantu dengan tangannya karena paha dan betisnya tidak sempurna. Bukan saya kalau nggak penasaran sama orang, iseng-iseng lagi saya dengarkan ketika dia ngobrol dengan kandidat lain. Kenapa sih Mas mau sekolah lagi? jawabannya Saya ingin menjadi inspirasi bagi orang-orang seperti saya. Keterbatasan bukan alasan untuk kita meraih cita-cita kita, bukan alasan untuk melunturkan semangat kita. Subhanallah… saya aja masih suka luntur semangatnya hahahhahaa. Hebat ya? Huwaaaa saya udah senyum-senyum miris aja, kira-kira bakal keterima gak ya hahahahaha.
Karena keasikan memperhatikan orang lain, tanpa terasa saya dipanggil untuk segera menuju kursi panas dan bertemu dengan para reviewer saya. Rupanya satu orang direview oleh 3 orang: 2 orang doktor dan 1 orang psikolog. Jangan kaget deh, kalau keluar dari ruangan ini ada yang sampai nangis-nangis bombay, reviewernya detil banget dan kadang kata-katanya menyentuh di sanubari yang paling dalam, padahal mah pertanyaannya gitu-gitu aja, tapiiii ya itu…mendalam. Saya akan ringkaskan percakapan saya dengan para reviewer, tentu dengan keterbatasan ingatan saya hehehehhe….
Reviewer 1 (R1) : Waaaah…. dengan siapa nih?
Saya (M): Marissa, Pak. Marissa Malahayati
R1: Malahayati itu nama kapal ya?
M: Oh mungkin banyak Pak jadi nama kapal, tapi sebenarnya itu nama Pahlawan wanita di Aceh
R2: Owalaaaah orang Aceh toh
M: Secara patrilineal orang Jawa Timur, Bu
R1: Loh… Ibu kamu orang Aceh toh, kok bisa ketemu orang Jawa Timur. Keren sekali ujung ketemu ujung
M: Biasa lah, Pak… cinta bersemi di kampus
———dan percakapan ringan terjadi di 10 menit pertama hanya karena Malahayati
R1: Marissa, kenapa sih kok kamu apply beasiswa yang dalam negeri. Kamu putus asa apa gimana ini? Ceritanya bagaimana?
R3: Iya nih. Hasil publikasi kamu sudah banyak, bahasa Inggris sudah baik, essay kamu bagus, pernah jadi mapres segala, aduuuh sayang banget. Kenapa?
R1: Ini sih sudah pantas sebenarnya ambil yang luar negeri, harusnya kamu sabar dan berjuang sedikiiiiit lagi saja. Apa alasan kamu? Dosen kamu gak ngasih kamu rekomendasi buat sekolah keluar? Masa perlu saya yang kasih?
M: Saya juga maunya keluar, Pak. Dosen saya welcome sekali, bahkan sudah menawarkan senseinya di Universitas Tokyo untuk membimbing saya. Tapi saya rasa itu belum jalan terbaik untuk saya dari Tuhan.
R1: Ah masa iya? Universitas Tokyo loh! Tokyo Daigaku! Jutaan orang gontok-gontokan untuk masuk Todai.
M: Tapi saya mempertimbangkan masalah keluarga saya, Pak.
R1: Aha! Ini pasti serius. Teruskan
M: Mama saya terserang stroke saat saya di tingkat akhir S1, Pak. Sekarang sudah jauh lebih membaik akan tetapi saya pikir lebih bijaksana jika saya dalam waktu dekat ini tetap memperhatikan Beliau. Adik saya juga baru masuk SMA sekarang sedangkan ayah saya sudah meninggal dunia sejak saya duduk di bangku kelas 2 SMP. Saya rasa saat ini, saya bertanggung jawab pula untuk menjaga adik saya apalagi sekarang dia baru saja peralihan dari SMP ke SMA, saya masih belum bisa sepenuhnya melepas dia.
R1: Ah… saya paham sekarang. Kalau begitu, kamu ada rencana lanjut ke S3 kan?
M: tentu Pak, saya ingin tulisan saya masuk ke publikasi-publikasi internasional jadi saya rasa jenjang S3 akan menjadi channel saya meraih impian saya tersebut.
R1: Baik…. kamu harus bisa menyelesaikan S2 kamu dengan cepat dan baik. Banggakan Ibu dan adik kamu. Kemudian ketika kamu sudah siap, apply jenjang doktor. Tapi saya sungguh tidak mau lihat kamu apply untuk dalam negeri lagi. Kalau kamu mau wujudkan impian kamu tersebut, harus ada waktu dimana kamu menjelajahi dunia dan membuka wawasan kamu. S3 harus dan harus di luar negeri ya. Kontak dengan dosen kamu terus, pikirkan untuk masuk Todai. Tapi mohon maaf, kamu jangan lupa menikah ya jangan belajar terus
M: *melongo* iya, Pak… masa iya saya mau jomblo terus.
R2: Udah ada calon belum?
M: Hehehe… it is complicated, Bu
R2: hahahahahhaha… waaaah, harus ada syarat tambahan berarti nanti kalau mau ambil S3. harus udah ada rencana menikah dan harus udah ada calonnya.
R3: Iya… iya… terus resepsinya di gedung ini, jangan lupa undag kita-kita ya.
M: *melongo* *tak bisa berkata-kata* errrrr -_____-
———————————lalu entah kenapa jadi ngomongin masalah jodoh.
R1: Kenapa sih kamu mau berjuang sekeras ini. Apa motivasi utama kamu?
M: karena saya yang sekarang mungkin tidak akan jadi apa-apa tanpa bantuan orang lain. Saya pikir, saya kelak harus bisa jadi orang yang bisa membantu banyak orang. Jika tidak dengan harta, mungkin dengan ilmu yang saya miliki.
R1: Berat sekali bahasanya, apa contoh konkritnya? Kamu punya background yang mendasari pernyataan kamu itu?
M: Saya dan adik saya sekolah saja, Pak…. itu semua karena ada bantuan dari keluarga saya untuk membiayai semua biaya sekolah kami. Jika tidak ada, mungkin saya tidak akan apply untuk beasiswa magister hari ini. Mungkin tidak pernah ada nama saya di database mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor. Dari itu saja, saya berusaha belajar mati-matian untuk setidaknya menunjukkan rasa terima kasih saya kepada Beliau. Saya ingin pintar, agar kelak saya bisa mengajari banyak orang. karena saya tahu betapa berharga dan mahalnya pendidikan dan ilmu pengetahuan. Bapak Ibu sekalian, hidup saya ini tidak mudah… tapi Allah memberikan saya kemudahan-kemudahan, dan kemudahan itu datang dari orang-orang lain. Saya rasa tidak etis jika saya egois dan hanya ingin mengejar keberhasilan dan prestige diri saya sendiri. Keberhasilan saya adalah ketika saya dibutuhkan, dibutuhkan untuk membawa kebahagiaan dan kemudahan bagi orang lain.
—————————————- dan seterusnya!
Wawancara saya sendiri berlangsung kurang lebih 45 menit bahkan kayaknya lebih! terlalu keasikan mengorek-ngorek jati diri saya sepertinya. But actually, saya belajar tips untuk wawancara beasiswa:
1. JUJUR! karena itu membuat pembicaraan mengalir dengan lebih baik. Berbohong itu menguras memori karena kita harus merecall memori kita tentang kebohongan yang kita buat hahahahha
2. Bawa berkas selengkap-lengkapnya. Masalah mau diliat atau gak, pokoknya BAWA! At least kita udah well prepare. Jangan lupa kita juga udah harus ngelotok tentang apa penelitian kita, apa pencapaian-pencapaian kita, dsb.
3. MAKAN dan ISTIRAHAT YANG CUKUP, kalau saya sih suka capek sendiri kalau grogi. Hiburan saya ya makan enak dan boboks hehehehhe. Ini sih tergantung kalian.
4. SOPAN! Wawancara beasiswa itu yang dinilai bukan masalah otak aja tapi juga masalah kepribadian. Yaaaa… buat apa sih pinter tapi manner nol besar kan?
5. IBADAH dan DOA. jangan lupa juga MINTA DOA ORANG TUA.
Intinya kalian memang harus menjual diri tapi jangan lebay dan jangan sombong.
Semoga post ini menjawab beberapa rasa bertanya-tanya kalian jadi saya gak usah berkali-kali ngejawab hahahahaha.
#beasiswa#pengalaman#wawancara