Maaf, Bicara Makanan Halal dengan alasan ilmiah saja tidak cukup….
A life learner....Books, movies, and glorious foods lover. Have a big dreams... but wanna \\\"bigger\\\" than her dreams. A life learner... Love books, glorious foods, and great movies. Proud to be a woman, daughter, sister, and best friend. A dreamer! I am the one who want to be bigger than my dreams. Future researcher and writer.
To the point saja, kita sudah tidak bisa bilang di depan orang Jepang atau non-muslim manapun bahwa kita tidak makan babi karena babi itu tidak sehat, kotor, bla..bla…bla… Alasan seperti itu hanya menunjukan dua hal: 1. Kalian TIDAK mengikuti perkembangan ilmu pengetahun terbaru, 2. Kalian mungkin BELUM pernah (dan pastinya males) berkunjung ke peternakan babi terutama yang ada di Jepang.
“Mon, gaya hidup lo udah hancur… lo kok bisa ngomong kayak gini?”
Mata saya terbuka lebar ketika saya berkunjung ke salah satu peternakan di kawasan Chiba, Jepang. Saya menyadari bahwa bahkan Babi di Jepang mandi lebih sering dibandingkan saya. Kandang mereka dibersihkan secara rutin, dan saat saya berkunjung ke pusar penelitian pertanian di Tsukuba, saya mengetahui bahwa karena ilmuwan kini tahu masalah cacing pita dan aneka parasit lainnya dan mungkin aneka “threat” lainnya. Proses quality control-nya pun kini sudah sangat modern, dan please kawan… saya bisa menjamin, at least di Jepang si pork dsb ini layak dan sehat untuk dikonsumsi. Why? Am I say something wrong?
Selain itu, semakin saya belajar masak memasak dan pada akhirnya membaca buku “The Science of cooking”, masakan Jepang banyak yang memakai alkohol dalam proses penyajiannya, yaaaa karena itu untuk mematikan bakteri. Orang sini kan sering makan yang mentah-mentah including ikan. Hal serupa untuk masakan eropa, kok steak aja harus disiram wine atau aneka minuman beralkohol lainnya? Ya karena mereka banyak yang makan setengah mateng dagingnya… jadi alkohol itu membantu membunuh para parasit dan semacamnya yang mungkin masih boboks di situ. Logika yang sama ketika kenapa masakan timur tengah dan asia selatan kok rempahnya terlalu strong ya…. Karena mereka banyak mengkonsumsi mutton, daging kambing….! Kolestrol brow, nah untuk meminimalisir itu… maka dimasukanlah seluruh spices and herbs. Semacam itu.Untuk meyakinkan apa yang telah saya baca, saya langsung menanyakan kepada dua orang sahabat saya yang notabenenya satu orang berlatar belakang dokter hewan dan satu lagi pentolan teknologi pangan.
Apa yang saya dapatkan…
Dari kubu dokter hewan “Mon, lo mending cuman diri lo yang mempertanyakan. Gw di depan professor-professor ahli hewan ditanya kenapa Muslim gak makan babi. Gue gak bisa jawab macem-macem. Yah ini mah perkara komitmen sama Islam aja lah. Lo udah milih jadi Muslim ya udah, manut”
Dari kubu teknologi pangan “Mon, gue… gue… gue suka banget wangi wine, dan gue rasanya mau banget nyicip. Please, wine itu secara kandungan gizi menyehatkan ya, Mon. Gue mau minta minum wine di surga nanti.”
Dan setahu saya, sake, arak, dsb dsb dsb… dalam dosis yang terbatas mereka memang menyehatkan dan kalau kalian berada di negara yang dingin, bisa untuk menghangatkan badan. Cuman ya, kan khamr ya… Allah mungkin tahu kita probably ketagihan, terus mabuk, hilang kesadaran, dan bisa bikin macem-macem yang mungkin tidak hanya membahayakan kita tapi juga orang lain.
Begitu pula daging, kandungan protein daging Babi itu bagus loh. Sumber protein, jika Muslim boleh mengkonsumsi babi, saya yakin peternakan Babi akan lebih banyak daripada ternak sapi dan kambing, bahkan mungkin ayam.
Jadi jika kalian mau bilang “Iyaaaa… ini diharamkan karena tidak sehat.” Errrr…. Mungkin alasan itu sudah tidak mutu lagi. Sorry to hurt you, guys.
Atau jika mau berdalih “Kalau kebanyakan itu bisa berbahaya buat kesehatan” yah kalau itu sih, kita kebanyakan minum air putih juga bisa mati karena Hiponatraemia. So many ways to sick and die, gak perlu capek dengan minum khamr atau olahan daging babi.
Maka kembali pada kesimpulan teman-teman saya: It is a matter of COMMITMENT. Sudah memilih Muslim maka turuti aturan mainnya. Dan untuk saat ini mungkin ini alasan paling masuk akal yang bisa kita lempar ketika ada yang bertanya.
Dari Sudut Pandang Ekonomi
“Ok, jadi mon… daging halal itu lebih murah dari yang non-halal” kata seorang teman yang pernah berusahan menjelaskan hal ini di depan saya. Dia lupa, saya ini seorang: ekonom :’)
Kalau minuman, oke lah ya. Minuman beralkohol kan prosesnya lebih panjang dibandingkan yang non-alkohol. Jadi well… make sense.
Tapi daging?
Where? Where you bought your meat? Ya daging ayam halal memang lebih murah daripada yang non-halal, di INDONESIA. Kenapa? Karena supplynya lebih banyak. Ini kan perkara kasus supply demand aja. Di negara Muslim, semua slaughterhouse akan menyembelih hewannya dengan cara yang “halal” sedangkan yang non-halal mungkin dia punya metode pemotongan yang lebih cepat, mesin jagal atau bahkan yang kejam seperti di listrik dsb, itu akan butuh capital cost yang lebih mahal. Nah, iki bener iki!
Tapi di negara non-moslim? Paling banter adalah harganya sama dengan harga daging non-halal. Dengan metode pembuktian terbalik menggunakan cara berpikir pada paragraph sebelumnya. Harga yang sama dengan daging non-halal ini bisa terjadi jika slaughterhouse di suatu negara menyadari bahwa daging halal itu bisa dikonsumsi oleh semua orang, bukan hanya Moslim. Dan ini yang menjadi celah “bisnis” untuk negara-negara seperti Brazil dan Australia misalnya. Jika kalian berada di luar negeri, pasti bisa menemukan daging halal yang diimpor dari negara-negara non-Muslim.
Untuk kesehatan daging sendiri, dari yang saya baca dari berbagai jurnal dan buku, untuk negara Eropa yang semakin parno dengan kesehatan makanan dan hajat hidup para hewan, mereka juga secara prinsip cara memotongnya sama dengan cara memotong hewan ala kita. Bedanya hanya, tidak membaca Bismillah di awal menyembelihan. Ini yang membuat daging mereka jadi tidak halal untuk kita. Namun untuk sisi kesehatan, sama daging di Indonesia sih lebih sehat daging mereka ya HAHAHAHAHHAA. Ketika mereka mulai sadar bahwa mereka cuman tinggal menambah “Bismillah”, maka saya yakin beberapa tahun kedepan pasar daging dan makanan halal di dunia akan dikuasai yaaaaah setidaknya oleh negara-negara Eropa. Yes! Europe… plus Jepang lah karena mereka kan bersih banget.
Meanwhile in Indonesia, yang lebih sibuk mikir pilkada daripada memikirkan konstelasi global. Untuk lead pasar makanan halal aja kita belum mampu. Kenapa? Karena kalau kata teman saya “Kita itu lupa, Mon…. halal itu gak cukup, tapi harus halalan tayyiban. Kualitasnya juga harus baik”
Ternak kita masih belum aman dari aneka penyakit sih, belum lagi perlakuan off-farm yang seadanya :’) belum lagi lambung kita yang sudah terbiasa dengan pewarna tekstil dan borax plus MSG dalam jumlah tinggi, rasa-rasanya tidak terlalu peduli dengan kualitas makanan yang masuk ke tubuh kita. Untuk dikonsumsi oleh Muslim, daging kita cukup ok-lah yaaa daripada lapar. Namun untuk merebut hati pasar internasional, sayangnya belum.
Mengapa saya harus menjelaskan hal ini, karena jika kalian kelak ketemu bule atau siapapun yang apesnya lebih pintar dari kalian dan bertanya “Kenapa ini haram?” lalu jawaban kalian “Oh iya, karena gak sehat”, they will turn the table and say “Lha, emang makanan di Indonesia sehat?”
Lalu Apa Alasan yang Tepat?
Dengan ilmu agama saya yang cetek, saya tidak tahu. Saya dan teman-teman saya pun beda pendapat masalah ini. Yang pasti kami hanya sepakat, rule is a rule…
Mungkin Allah sengaja mengetes komitmen kita.
Sedangkan saya, hmmm…. Untuk khamr, saya memahaminya sebagai upaya preventif. Supaya otak kita tetap waras ketika menghadapi segala sesuatu. Walau kemudian masih bisa ditimpal juga dengan “Lah kalo wine dipake buat ngerendem daging kan gak akan bikin mabok” Iya sih… makin enak pula kan ya HAHAHAHAHA. Tapi yaaa, wis lah, rule is rule.
Sedangkan untuk daging… entahlah. Ini pun susah mencari celahnya.
Semakin saya belajar di bidang lingkungan hidup, saya memahaminya sebagai the way Allah menjaga keseimbangan ekosistem. Tanpa rule ini, eksploitasi terhadap Babi mungkin akan over (karena mereka juga bagus buat penelitian kedokteran), konsumsi daging juga pasti akan meningkat, peternakan akan semakin banyak seiring dengan meningkatnya deman ternak, itu berarti rumput dan tumbuhan lainnya juga akan over exploited karena herbivor-nya pun semakin banyak.
Yah, tapi masa selebay itu sih? Iya sih… walau saya percaya kita ini sebagai manusia by default memang “rakus” jadi tanpa aneka rule kita akan maen lahap semua sumber daya di muka bumi ini. Wong ada rule aja kita masih ngerusak planet ini kok.
Mungkin dengan aturan dari Allah “Ingatlah Aku sebelum makan dan minum” melalui mekanisme halal-haram ini, kita jadi bisa sedikit mengerem nafsu konsumtif kita. Mungkin.
Namun, wallahu’alam bi shawab
Ah, namun lagi-lagi…. Yang paling utama adalah ini masalah komitmen kita pada Yang Di atas.
LARASATI RAHAYU
2017/04/19 - 8:47 am
Mon, nambahin: Daging babi, sapi, kambing, dan domba mentah semuanya sama2 beresiko disempilin kista cacing pita (bukan cacing pita dewasa, cacing pita dewasa sih mati kena panci penggorengan dan asam lambung) dan toxoplasma. Mereka ini punya jaket yang tebel dan ukuran yg super kecil. Orang Indonesia sih gak perlu khawatir karena makan daging direndang. Kista alhamdulillah hancur. Kecuali makan sate yang dibakar gak 100% mateng sampe ke dalem, makhluk2 parasit ini masih hidup dan bikin penyakit di dlm badan.
Gmn dengan manusia2 di Eropa, Amrik, dan Jepang? Mereka kan banyak makan steak setengah matang, ya itu resiko kena penyakitnya tinggi. makanya segala dikasih alkohol. sekian.
People should know this, I think.
Again, kita gak boleh cari2 alasan ilmiah kenapa sesuatu diharamkan. Tapi kita harus selalu siap dengan penemuan ilmiah terbaru. Siapa tahu ada profesor atheis di bidang pangan hewan yang tanya: “Babi yg bebas penyakit dan mutasi gen (supaya gennya gak mirip manusia) kan udah aman dimakan, yang gitu masih haram?” 😀
Annisa
2017/04/23 - 9:19 am
Nice post emon. Sebagai manusia berakal & diperintahkan untuk iqro (membaca, literally & not literally), mencari tahu alasan di balik suatu rule berlandaskan ilmu pengetahuan tidaklah mengapa. Sebagai muslim yang taat, jangan sampe lupa dengan kewajiban percaya Al-Qur’an kalam Allah yang melarang babi, wine, dsb.
Pertanyaannya sekarang kalo ada sushi mentah halal, katakanlah dia ga ‘dimandiin’ pake alkohol. Lalu apa kabar parasit di sushi mentah itu? Apa makanan/minuman yang bisa jadi pengganti fungsi alkohol tsb?
*komen dari orang yang belum kesampean makan sushi mentah?✌? *maap agak #oot