A letter from Kyoto….


hari ini ada sebuah amplop besar sampai ke rumah saya, taraaaa inilah amplop itu

Image and video hosting by TinyPic

Isinya? Isinya adalah LoA dari salah seorang profesor di Teknik Lingkungan di Universitas Kyoto. Universitas impian saya selama ini…! Kyodai (Kyoto Daigaku) mungkin kalah pamor dengan Universitas Tokyo, tempatnya juga gak di pusat kota tapi peraih nobel di Asia paling banyak lahir dari universitas ini! Huwaaaaaaa….. kayak mimpi deh. Nobel loh nobel! Sewaktu masih SD saya pernah menulis di buku harian saya ingin salaman dengan peraih nobel… terus menjadi peraih nobel dari Indonesia.

Calon profesor saya pun juga peraih nobel loh, biarlah skrinsut yang bicara…

Buat yang belum liat sertifikat nobel, jangan khawatir saya juga baru liat sekarang hahahahahaha.
Nobel itu ada macam-macam, pada tahun 2007 Nobel Peace prize jatuh pada IPCC, sensei saya tergabung dalam penelitian IPCC jadi terhitung termasuk yang memperoleh nobel. Yang lebih kerennya lagi, Beliau sudah mengabdikan 20 tahun hidupnya untuk membangun model ekonomi energi se Asia-Pasifik! Asia Pasifik loh…. bukan cuman Darmaga atau Ciomas -.- Ya Allah…. keren dan rajin banget. Kalau saya sih ngebayangin aja udah bosen hahahaha, 20 tahun bangun model doang kan pusing ya. Istiqamah sekali Beliau ini.

Itu manis-manisnya…
Sekarang getirnya!
Permohonan pergantian universitas saya ditolak! Artinya beasiswa saya tidak bisa turun. Kenapa? karena LoA saya masih LoA profesor. Kalau bahasa kerennya LoA conditional. Saya masih harus lulus tes masuk universitas kyoto. Kabar sedihnya lagi, ujian masuknya adalah ke Fakultas Teknik dan jelas-jelas background saya ekonomi. Kisah sedih ketiga.. saya gak punya budget yang cukup *untuk saat ini* untuk berangkat tes kesana T^T huwaaaaaaaa sedih banget gak sih.

Jangan berisik lalu bilang “Kenapa gak ambil kelas internasional aja…. bla…bla…bla…” ya karena sensei saya di departemen teknik lingkungan itu… dan itu gak ada kelas internasional. Ya Allah… Beliau mau berbagi ilmu ke manusia bukan orang jepang aja udah subhanallah…. berbagi ilmunya ke saya lagi yang dari awal udah bilang I blind about energy economics. Beliau sampai rela loh gak pensiun dulu demi menunggu satu orang anak Indonesia bergelar emon ini berguru kepadanya. Tentu saja ini berkat perjuangan keras dan luar biasa dari promotor-promotor saya yang sabar Pak Rizaldi Boer dan Ibu Luky. Eh…. buat yang belum tau, Bapak Rizaldi Boer juga peraih nobel loh :p cari-cari di google ya. Heran deh IPB gak pasang baliho mahagede buat gembar-gembor masalah ini. Sudahlah kembali pada kisah sedih saya.

Mungkin memang susah juga ya jadi low middle income person…. tinggal dikit aja jadi mikir-mikir masalah uang. Belum cukup sampai situ, masih banyak manusia Indonesia yang memojokan keinginan saya…
“aduuuuh ngapain sih sekolah aja yang dipikirin”
“Kerja dulu aja kali, emang punya uang?”
bla
bla
bla
memang saya nggak punya… lalu mau apa?

Membantu tidak…
Mendukung tidak…
Menenangkan tidak juga…
Bikin stress iya!
Hal yang saya butuhkan saat ini adalah saran-saran yang solutif! Bukan menyalahkan segala keinginan saya.
Mungkin gak pernah kebayang ya… anak dengan kepintaran pas-pasan, kumel, acak-acakan, dan secara ekonomi juga gak banget bisa kemudian memperoleh kesempatan seperti ini. Ya nggak kebayang berarti kan bukan berarti hal yang mustahil.

Rasanya kadang jengkel sendiri….
Kadang mau marah ke ayah… dateng ke makamnya… terus bilang “See… this is what happened because you leave us so fast”
Kadang mau marah ke mama…”Kenapa sih, Ma…. gak pernah mau denger pas saya bilang jaga kesehatan baik-baik dari dulu”
Tapi ini bukan kesalahan mereka. Kalian tau? kalian tidak akan pernah melihat orang tua sehebat Mama dan Ayah saya. Sejak saya kecil saya bebas meraih apa yang saya suka. Mereka berhasil mendidik dua anak mereka. Saya dan adik saya mungkin bukan dari keluarga terpandang, tapi kami punya tekad untuk berjuang mati-matian untuk segala hal. Jika orang-orang melihat saya dan adik saya manusia-manusia bahagia yang Alhamdulillah gak ribet masalah akademis dan melihat keluarga kami always cheerful… kalian gak pernah liat betapa banyak hal dan rintangan yang kami hadapi bersama. Kami berjuang untuk banyak hal… seharusnya bumi ini lebih fair untuk menghargai kami, termasuk saya, dalam berbagai hal.

Saya lalu ingin marah… dan kemarahan terbesar saya adalah pada diri saya sendiri “What will you do!” sambil membentak ke arah cermin.

Bisakah dunia diam sejenak… biarkan saya berpikir jernih, menanyakan jalan terbaik kepada orang-orang yang saya anggap berkompeten dan tunda dulu segala komentar yang menyudutkan saya. Saya juga sedang berjuang dan berpikir… tapi saya butuh waktu dan sedikit ketenangan.

Jika saya seorang anak konglomerat apakah orang-orang akan diam?
Tidak juga kan?
Saya tidak pernah berkomentar masalah orang lain… mengapa orang lain harus repot berkomentar tentang urusan saya? kehidupan saya? segalanya! Mohon dengarkan saya terlebih dahulu, pahami…. lalu beri masukan. Diam sejenak, lalu biarkan saya mengambil keputusan.

Sudahlah biarkan saja…

Di atas lembar LoA saya terselip sebuah sticky notes kuning dengan tulisan dari sekretaris profesor saya. Rasanya ingin ketawa sekaligus mau nangis. Tulisannya “Dear Marissa-san hope it works well” Lalu ada smiley-nya. Unfortunately it hasn’t work well yet… but there will be a time 🙂
Image and video hosting by TinyPic
Saya kira cukup…!
Apapun keputusan saya nanti, semoga semua bisa menghargai dengan baik.
Jika saya memilih sekolah lagi… semoga alasan-alasan saya bisa diterima. Orang setega apa sih yang tega menyia-nyiakan kebaikan orang lain? Orang lainnya beda negara lagi.

Perjuangan saya masih panjang… masih harus belajar gila-gilaan
dan menempa hati. Udah mencoba menjadi gak cengeng… tapi kadang kalau denger yang kejam-kejam masih belum kuat.

huhuhuhu….

Special thanks:
* Mama… the best mom in the universe. Apa perlu semua Mama di muka bumi belajar dari Mama? Biar mereka bisa menghargai dengan baik pilihan dan keinginan anak-anak mereka?

* Pak Boer dan Bu Luky... terima kasih telah memperkenalkan saya dengan orang-orang hebat. It’s a pleasure. Terima kasih juga sudah berheboh-heboh karena saya

*My lovely brother... yang bilang “Be yourself! No matter what they say!” hahahha kita memang English Man in New York banget deh

*Tiko…. Rupanya kisah hidup kita hampir serupa. Bahagia punya sahabat baru yang bisa berbagi pikiran. Apapun yang terjadi semoga gw jadi ya ke Kyodai.

*Solih… Paling tau masalah gw, tapi pada akhirnya jadi orang yang paling heboh mendukung gw. Kaget loh tiba-tiba so sweet hahahaha. terima kasih… terima kasih sudah mengenal gw dan menganggap gw sebagai diri gw sendiri. Keren banget… :’D

*Habib… terima kasih telah menyemangati juga beberapa jam sebelum tulisan ini diposkan. Go! pergi kemana aja yang kamu mau! Nekad kan? Insya Allah aku bantu dengan… doa :p Oleh-oleh dari KL masih belum turun nih, mohon segera diproses -,-

Demikian…

bangun! wujudkan mimpi2 walau masih ngantuk banget! 🙂 salam juang!

 

 

Saya… Menara Eiffel… dan Sepotong Pesan tentang Impian…


On se connaît depuis l’enfance
On allait au cours de piano à côté
En face du grand marché
On jouait au square du quartier
À la marelle et au ballon prisonnier
Puis c’était le goûter

C’était bien là nos plus belles années
Qu’aucun souci ne pouvait altérer
Tokyo et Paris
Paris et Tokyo
Et puis toujours la musique
Tokyo et Paris
Paris et Tokyo
Et puis toujours la musique,
À Paris, nous étudierons
Ensemble

(Paris et Tokyo—- OST Nodame Cantabille)

Setiap saya merasa sedih atau galau….yang saya lakukan asking Allah for everything dan sesekali agak nyolot dan protes juga *hadeuuh tetep* dan satu lagi…. saya mengingat tentang Menara Eiffel.

Saya punya satu impian terbesar…. salah satu negara yang wajib saya kunjungi sebelum mati adalah Perancis, setidaknya untuk bertemu menara Eiffel hahahaha. Semua orang hanya bilang “waaaah keren..keren…” tapi tidak pernah bertanya “Kenapa harus menara Eiffel?”

Ada beberapa alasan… selain karena ulang tahun menara Eiffel sama dengan ulang tahun saya… yaitu karena Eiffel seperti sebuah surat cinta Gustave Eiffel kepada dunia yang tidak pernah terbaca secara detil. Izinkan saya menceritakannya sejenak…sebuah cerita yang pernah diceritakan kakek saya kepada saya.

Gustave Eiffel adalah seorang insinyur yang luar biasa… setidaknya bagi saya. Selain membangun menara Eiffel, dia juga yang mendesain kerangka patung liberty (Patung Liberty itu hadiah Perancis untuk Amerika Serikat, makanya namanya Liberty, itu sebenarnya dari Liberte :p setahu saya ya…). Tapi ada banyak hal yang belum diketahui dari Gustave Eiffel… dia adalah seorang penderita disleksia dan phobia pada ketinggian.

Walau penderita disleksia dan takut ketinggian… dia punya satu impian terbesar… Dia ingin bisa meraih bulan dan ingin orang-orang yang punya impian yang sama untuk bisa meraih bulan. Seems crazy and impossible, right?

Tapi impian membuat segala yang mustahil menjadi mungkin…
Maka tergagaslah ide membuat menara Eiffel… sebuah menara yang sangaaaaat tinggi dan jika dilihat dari kejauhan puncaknya akan mencapai bulan.

karena idenya gila… maka proyek itu awalnya yaaaa ditolak sana-sini. Oiya, pada awalnya Eiffel ingin membangun menaranya di Barcelona, bukan Paris. Tapi ditendang karena terlalu mahal dan gak jelas gunanya apa. Kasihan kan? Pun akhirnya diterima di Paris itu pun tidak mudah karena proyek itu dikritik sebagai proyek mercusuar yang mengganggu pemandangan.

Tapi setelah 2 tahun, 2 bulan, dan 3 hari menara Eiffel selesai dibangun… lalu diresmikan tanggal 31 Maret 1889 dan seperti impian Eiffel… ujung dari menara Eiffel menjulang ke langit dan seakan-akan seperti menjangkau bulan. Kalian tahu apa perkataan Eiffel setelah menara itu selesai dibangun? Entahlah… saya juga tidak tahu. Tapi kakek saya bilang terdapat salah satu tulisan Eiffel yang menyatakan

“Lihatlah, menara Eiffel telah berhasil meraih impiannya untuk meraih bulan. Biarkan ia terus berdiri agar kelak dia bisa menjadi simbol bagi orang-orang di Paris dan di dunia bahwa mereka bisa meraih impian mereka, walau itu setinggi bulan sekalipun”

Seperti Eiffel… saya ingin bisa meraih bulan dan melihat orang lain meraih bulan mereka masihg masing.

———————–

Ketika menulis ini saya sedang memikirkan sebuah hal maharumit yang rasanya sudah nyaris saya tidak bisa pecahkan lagi.

Ketika saya memperoleh beasiswa yang full dan flexible (karena kita bisa ganti universitas dimanapun asal 500 besar dunia dan terlist di dikti), tawaran-tawaran lainnya muncul dan sebuah hal yang luar biasa ketika saya ditawari untuk bersekolah di sebuah universitas di Jepang, universitas impian saya, universitas yang sudah banyak mencetak peraih nobel, dan dengan calon sensei seorang peraih nobel di bidang ekonomi energi. Nobel kawan! nobel! dalam setiap detik kehidupan saya, saya tidak pernah menyangka akan ada tawaran untuk belajar dengan seorang peraih nobel! Orang-orang teknik atau orang-orang di bidang energi pasti iri setengah mati kepada saya. Mimpi apa… manusia seperti saya yang untuk mengerti ekonometrika saja sampai nangis-nangis mau diajari ekonomi energi huwaaaaaa…. keren!

Namun, di muka bumi ini pintar saja tidak cukup, harus menjadi orang yang beruntung
Beruntung saja tidak cukup… harus mega super combo beruntung.
Ada beberapa yang tidak bisa saya ceritakan di sini.
Terlalu menyedihkan untuk saya hahaha…
tapi intinya, saya hanya belum sampai taraf mega super combo beruntung. Terkadang saya ingin marah untuk beberapa hal yang terjadi pada saya. But, well… peperangan besar hanya untuk prajurit-prajurit yang hebat bukan?

Akan tetapi, sejujurnya saya cukup lelah ketika setiap detik ada saja orang-orang yang seenaknya menjudge saya.
Sejujurnya saat ini saya mulai muak dengan anggapan dan penilaian beberapa orang bahwa saya tidak memikirkan segala hal dengan baik dan serius. Dunia tidak tahu bahwa untuk bersekolah saja saya dan adik saya sudah berjuang sangat keras… Saya sudah berlari sangat jauh dengan segenap jiwa raga saya.

Saya bahagia….
Bolehkah sekali saja saya meminta kepada dunia agar tidak melihat saya dengan tatapan penuh belas kasihan?
atau dengan tatapan penuh tanda tanya?
atau dengan tatapan merendahkan?

Saya bahagia, namun kebahagian saya tidak memiliki skala… Ia begitu abstrak dan dinamis. Mencari bentuk dan posisi ekuilibriumnya sendiri.
Saya bahagia… namun bukan berarti indikator kebahagiaan saya sama dengan kebahagiaan orang lain.

Sejujurnya saya ingin dihargai eksistensinya sebagai manusia dengan berbagai gagasan dan pilihannya.

Apa kalian pernah menonton film Ratatoille? Di akhir cerita Anton Ego si kritikus makanan menulis sebuah esai yang sangat indah tentang masakan di restoran Gusteau… mungkin esai terindah juga di dalam hidup saya:

In many ways, the work of a critic is easy. We risk very little, yet enjoy a position over those who offer up their work and their selves to our judgment. We thrive on negative criticism, which is fun to write and to read. But the bitter truth we critics must face, is that in the grand scheme of things, the average piece of junk is probably more meaningful than our criticism designating it so.

But there are times when a critic truly risks something, and that is in the discovery and defense of the new. The world is often unkind to new talent, new creations. The new needs friends. Last night, I experienced something new: an extraordinary meal from a singularly unexpected source. To say that both the meal and its maker have challenged my preconceptions about fine cooking is a gross understatement. They have rocked me to my core. In the past, I have made no secret of my disdain for Chef Gusteau’s famous motto, “Anyone can cook.” But I realize, only now do I truly understand what he meant. Not everyone can become a great artist; but a great artist can come from anywhere.

Percayalah mengkritik itu mudah, yang sulit adalah ketika tetap berjalan dengan kepala tegak dan senyuman ketika dilempari berbagai kritik.

Saya ada Remy… sebuah tikus got di selokan jalanan Paris.
Melihat menara Eiffel dari balik jeruji penutup got.
Diam-diam mengejar impiannya yang nyaris terlihat mustahil dan berharap setelah lelah berjuang bisa menatap mera Eiffel dari dekat.

Mungkin kakek saya benar….
Menara Eiffel bukanlah simbol cinta seperti yang selama ini orang pikirkan, menara ini adalah simbol impian. Jutaan orang menggantungkan impiannya di atas puncak menara Eiffel… berusaha meraih bulan mereka masih-masing.

Jika misi Jepang gagal, lalu saya patah hati… tidak apa. Menara Eiffel menanti.
Entah kapan, tapi saya harus kesana…
Menghabiskan waktu saya seperti Hemingway yang menghabiskan waktunya menulis berbagai buku untuk kemudian membaca dunia.
Mendedikasikan impian seperti Eiffel… untuk membangkitkan impian orang lain.

So… here is my next destination…. mungkin akan sedikit membutuhkan waktu lama. Please Perancis… jangan kelamaan kena krisisnya 🙁


Biar galau galau bisa langsung lari ke menara Eiffel atau menceburkan diri ke Sungai Seine hahahahaha :’D Lagipula saya benar-benar ingin menjadi penulis esai profesional… dan rasanya harus ada kesempatan di mana saya datang ke negara tempat esa lahir, Perancis.

But everything can be happen! Jalan hidup saya akan terkuat di bulan Oktober… apapun itu, akan saya hadapi dengan kepala tegak.
Indahnya hidup kalau benar-benar bisa seperti lagu Paris et Tokyo… selesaikan impian di Jepang dan Perancis. Somehow… memang tidak semudah itu. Biar Allah yang memilihkan saya jalan di perempatan ini. Entah Jepang… entah pelosok dalam negeri… entah Jakarta… entah negara lain… entahlah!

Apapun itu… saya harap dunia akan menghargai segenap keputusan saya.

Please 🙂