Emoninomics: Harta bukan hanya sekadar uang…


Sesekali saya kembali ke khittah saya sebagai ekonom hahaha.
Mmmm… mulai dari mana ya.


Dari sini aja,
Saya sering berdebat dengan seorang teman saya yang menurut saya luar biasa cukup idealis, I call him my personal banker. Tentu saya bukan nasabahnya -.- tapi karena ada banker yang bisa tahan kuping saya kritik dan omel-omelin jadi yaaa boleh lah diaku-aku hahahaha. Beberapa kali saya ngomel-ngomel karena dia bersikukuh kalau kerja di maunya di sektor syariah, woooooh…. saya sih sebagai ekonom yang duniawi, matrealistis, dan gila harta ini suka greget aja, apalagi kalau tesnya di bank yang gak syariah misalnya… saya perhatikan kok dia agak kurang semangat ya, “Apa sih hebatnya bank syariah? Gajinya kan gedean di bank konvensional and sorry to say jaringan dan pelayanannya juga masih jauh lebih luas dari konvensional, bla…bla….bla…” Seperti biasa gagasan ala Gregory Mankiw saya keluar semua, kalau gemes banget bisa gambar kurvanya juga kayaknya. Sekali dalam hidupnya kayaknya akhirnya dia mengeluarkan statement yang cukup keren “Mon, harta itu bukan masalah banyak aja, tapi masalah berkah juga”… jengkel juga sih awalnya, secara kartu debit saya konve semua hahahaha :p tapi bodo amat hahahaha, I’m kinda stubborn woman ever who live in this universe.

Tapi mari kita mulai dari statement berharga dari teman saya ini: Harta bukan masalah banyak atau tidak, tapi masalah berkah atau tidak.

Hmmmmm…. menarik!  Posting ini tidak akan bahas ekonomi Konvensional VS Syariah karena saya bukan expert di bidang itu, tapi tentang seberapa penting faktor bernama “keberkahan” untuk harta.

Ada kebiasaan unik di keluarga saya. Kami percaya bahwa memberi itu adalah hal yang baik. Do the good to other people and God will do the good things for you. Jadi di keluarga saya kayaknya antar setiap anggota keluarga selalu rajin saling beri-memberi, dan ya udah ngasih sih ngasih aja. Gak sampai situ, orang-orang yang sudah banyak membantu kami juga harus diberi sesuatu, kalau kata nenek saya “Mereka sudah baik pada kita, jadi kita harus baik juga ke mereka biar mereka gak sebel membantu kita lagi”, maka dengan itu bibi yang suka bantu di rumah sampai tukang kebun semuanya juga pasti cukup makmur kalau kerja di rumah. Setidaknya, Mama pasti ngasih makanan atau apaaaaa ajaaaa buat mereka walau hanya sekadar dikasih jeruk atau tahu bandung. Alhamdulillah, kami juga walau berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja, tapi Allah ngasih aja rezeki… tiap musim panen pasti ada aja yang ngirim hasil panennya ke rumah. Sampai sini siklus itu berjalan dengan baik dan benar tanpa hal-hal aneh apapun.

Tapi hari ini Mama tumben-tumbennya bilang “Kakaaaaak, jadi agak sebel deh ngasih ke Pak X” Pak X yang dimaksud adalah tukang kebun kami. “Loh tumben, Ma… ada apa.”
Dan mulailah Mama bercerita, ceritanyaaaa Pak X yang lebaran kemarin kebanjiran angpao dari orang-orang sekomplek termasuk dari Mama saya, saya, dan bahkan uwak saya! dianggap Mama tidak memanfaatkan uang-uang tersebut dengan baik dan benar. Usut punya usut, Pak X terlalu memanjakan cucunya dan saat pulang kampung kemarin sudah memberikan 500rb angpaonya untuk cucunya hanya untuk dibelikan handphone. Baru empat hari si handphone itu dibeli, kemarin pagi si cucunya yang masih bocah kelas 4 SD itu kembali datang nyamperin kakeknya yang sedang kerja di rumah saya. Apa yang bocah itu katakan? “Aki, embung ah hp-na, ieu mah hp Cina!” jika Anda roaming dengan bahasanya mmm saya translate “Kek, gak mau ah hp-nya, ini sih hp Cina”, maka dimulailah drama perang mulut yang super heboh pagi ini *sayang yang nonton cuman Mama doang* “Ini kan kamu yang beli, baru empat hari kan.” teriak si kakek, si cucu terus merengek-rengen histeris “Gak mauuuu, maunya nokiyem sekarang” teriak si cucu. “Ah, baru empat hari, gak usah lah. Udah kakek lagi kerja” tolak si kakek.

Lalu kata Mama, adegan dramatis pun dimulai.
Si cucu kemudian membanting hp-nya. Dibanting loh… dibanting…!!!!
Belum puas, dengan brutal si cucu menekan layar hp-nya hingga RETAK! PECAH! dan tentu saja sekejap si hp, RUSAK!
Mama langsung shock, salah sendiri sih pake penasaran ngintip di jendela -,- zzzz
Si kakek gak kalah shock.
tapi ada adegan yang lebih bikin shock lagi. Setelah adu mulut panjang, akhirnya si kakek pasrah dan mengeluarkan tempat persembunyian uangnya daaaaan kemudian memberikan 500rb lagi cash ke cucunya untuk: MEMBELI HP BARU! mukyaaaaaaaaaaa……
“Kak, kayaknya abis lebaran Pak X lebih kaya deh daripada kakak” kata Mama, errrrr Mama…. -,-

Keluar dong jiwa emak-emak cerewet Mama saya, setelah si cucu pergi dan akan berburu hp lagi entah dimana, Mama pun keluar dari persembunyiannya di balik jendela.
“Pak, kalau ke cucu jangan terlalu dimanja sama uang, nanti makin lama makin parah. Dimanja teh sama ilmu sina bageur jeung pinter (Sunda: Biar baik dan pintar)”
dan jawaban si Pak X, “Kajeun lah, Bu… sieun teu aya umur deui (Sunda: Biar lah, Bu. takut gak ada umur lagi)”
“Ih lebar-lebar acisna  (Sunda: Ih sayang banget uangnya)”
Wajar Mama saya kecewa, mungkin kalau sekomplek liat juga akan merasa hal yang sama. Pak X ini luar biasa sih rajinnya dan gak pernah ngeluh kalo disuruh macem-macem. Pokoknya udah kayak asisten pribadi Mama dan beberapa ibu-ibu di komplek. Masalahnya ya itu… terlalu memanjakan cucunya dengan uang, jadi seluruh uang yang dikasih ke dia suka dibelikan macem-macem untuk cucunya, it’s ok! Masalahnya yang dibeliin itu barang-barang yang menurut kami gak krusial! Beli sandal dan sepatu aja kemarin minta 400 rb [adik saya yang penggemar sepatu aja sampai shock, dengan kaki dia yang ukuran 44, dengan uang kurang dari itu dia masih bisa kebeli sepatu yang udah oke punya], beli seragam sekolah setiap semester 4 stel, beli hp juga yang biasanya cuma bertahan beberapa hari, dsb…dsb…dsb. Pak X ini sendiri udah rada sepuh, dan kami sebenarnya kasian karena dia masih harus kerja keras pada usia segitu dan bahkan karena uangnya dikasih buat cucunya semua dia kadang sampai gak makan seharian.

Mulai jengkel kan… “Mon, si cucunya itu kan punya nenek dan ibunya, mereka gak bisa ngontrol tuh bocah?’ aha! pertanyaan cerdas… sayangnya si nenek dan si ibunya itu sama aja, bahkan lebih parah, kalau mereka datang ke rumah saya dan manggil si Pak X itu udah pake bahasa Sunda kasar deh, peraaaang mulut terus, dan intinya seperti biasa minta uang. Kalian kini tahu darimana root sifat si cucu kan sekarang?

Alasan lainnya kenapa Mama saya benar-benar jadi jengkel sampai akhirnya kemarin Mama saya sampai cuekin Pak X yang memandang nanar ikan bandeng di tukang sayur hari ini (biasanya kalau udah ngeliat gelagat mupeng kayak gini, Mama saya pasti beliin buat Pak X, emang baik banget Mama saya, kadang terlalu over), mungkin karena udah capek menasehati Beliau bahwa keluarga itu, secinta apapun kita pada mereka, tidak boleh dimanja oleh harta.

Di keluarga saya, sejak kakek saya meninggal dunia hingga ayah saya meninggal dunia, saya tidak pernah mengenal harta warisan berupa uang dan harta benda, gak pernah! Ya emang harta bendanya gak banyak ahahaha, tapi ini menarik deh. Saat saya masih kecil, kakek saya bilang “Kalau Si’agam (Aceh: Kakek) sudah gak ada, Si’agam cuman bisa ninggalin buku-buku ini. Ini ilmu, mungkin ada beberapa yang sudah ketinggalan jaman karena ilmu terus berkembang, tapi pasti tetap berguna karena ilmu selalu berguna kapanpun dan dimanapun” maka jangan heran rumah kami penuhnya sama buku. Ayah saya? Ini mah apa lagi, “Ayah sudah ajarkan hal-hal krusial yang harus kamu pegang dalam hidup, jaga Mama… jaga adik… jaga prinsip dan cita-cita kamu, insya Allah…Allah ridha semua langkah kamu” sepeninggal Ayah saya… saya dapat buku-buku-dan buku lagi. Luar biasa kan, entah deh harus bilang apa.

Pendidikan seperti itu membuat kami gak tendeng aling-aling berbagi dengan sesama keluarga dan orang lain. Kerennya lagi, saya dan adik saya, walau gak semua buku kami suka dan walau kami gak pinter-pinter amat, tapi kami bisa menghargai hal-hal yang lebih berharga lainnya dengan baik: keluarga, waktu, dan ilmu. Kami bahagia dengan alasan-alasan yang sederhana.

Tapi ketika kalian mengenal saya, mengenal keluarga saya, kalian harus siap dengan cerita-cerita unik dan fenomenal.

Ada cerita lain.
Sejak Mama saya terserang stroke dan kini jalannya kurang normal dan masih tertatih-tatih, maka kami mempekerjakan Bibi, sebut saja Bibi Y, yang bisa bantu-bantu Mama terutama buat nyuci dan nyetrika. Jangan salah, ini pun bukan tanpa kisah panjang. Bibi Y ini terkenal di komplek kalau agak sedikit panjang tangan, jadi beberapa kali di-PHK-kan sama majikannya, tapi memang terkenal juga kerjanya rapi dan cepat plus jago masak. Mama saya kan anti mainstream, jadi “Ok, Kak… kita pekerjakan saja Bibi Y. Gak ada yang sempurna, lagian apa yang mau diambil di rumah ini… isinya kucing semua”

Bibi Y ini kerjanya luar biasa cepat, tapi saking rapi dan cepatnya kadang ya ada receh-receh yang ilang juga, waaaah terbukti dong dugaan selama ini. Tebak apa kata Mama, “Kak… udahlah… mungkin dia butuh, atau jangan-jangan kita aja yang lupa nyimpennya. kita harus perlakukan manusia secara manusiawi” dari situ Mama cuman sekali ngomong serius ke Bibi Y “Bi, saya butuh orang yang jujur di rumah ini. Saya orang yang jujur, anak-anak di sini… kakak sama si ade juga jujur, jadi kalau ada yang gak jujur tempatnya bukan di rumah ini”, hari-hari selanjutnya Mama selalu ngasih uang tambahan atau oleh-oleh buat Bibi Y bawa pulang ke rumah. Ajaibnya semakin hari, Bibi Y makin baik ke kami, bahkan karena Bibi Y jago masak sering dapet makanan enak juga. Semua juga bilang kalau dia jadi keliatan lebih ramah dan bahagia.

Semakin lama Bibi Y makin terbuka ke kami, dan terkuaklah kalau sebenarnya banyak masalah yang bertubi-tubi menimpa kehidupan Bibi Y.
Yang lebih seru adalah ketika Bibi Y curhat anaknya ada yang masuk penjara karena mengedarkan ganja. Astagfirullah… lucunya Bibi sempet bilang “Padahal cuman beberapa gram, Bu… ada yang lebih gede lagi jualnya. Padahal Bibi suka dapet uang dari anak Bibi yang itu sekarang mah abis buat penjara”
Jangan kira ya, masuk penjara itu hi-cost abis loh. Buat dapet lapak tidur aja harus bayar iuran bulanan, belum lagi kalau mau makan, mau sms, dsb…dsb…
Belum lagi suaminya meninggal mendadak setelah bertani,
Kebunnya yang gagal panen
dsb
dsb
dsb
Keren abis deh mental Bibi Y.

Mama kalau keluar baiknya paling bilang “Minta maaf aja ya, Bi ke Allah… mungkin Bibi pernah banyak salah. Inget lagi coba hartanya bibi udah berkah atau belum. Kalau cepat habis biasanya karena pernah dapetnya kurang dapet restu dari Gusti Allah. Udah sekarang mah jangan terlalu dipikir, bibi kerja aja yang seneng di sini… nanti lama-lama juga ada gantinya, banyak sedekah….”

TRING
Sejak saat itu, tidak pernah ada kisah legenda Bibi Panjang Tangan di rumah kami, bahkan di komplek.

Perlahan tapi pasti, anak Bibi Y yang perempuan ada yang jago masak dan alhamdulillah cukup baik hati, bisa jualan buras dan gorengan dan cukup laris di kampungnya. Belum lagi, sejak stigma negatif Bibi Y hilang perlahan, order buat si Bibi Y makin banyak… Mama kadang jadi kesel sendiri “Ya ampuuuuun…. kan kita duluan yaaaa yang rekrut si Bibi, kalau udah digojlok aja orang-orang pada mau. Sama aja kayak kucing kita dulu pas liar gak ada yang mau pas udah kita urus pada ngambil” agak errrr juga denger komentar Mama, apa-apaan ini si Bibi disamain sama kucing. Tapi mohon jangan kaget, karena jumlah kucing di rumah lebih banyak dari manusianya jadi sudah lumrah kata kucing di sebut di rumah ini. Saya bahkan pernah panggil adik saya Mpus –.–

Dari itu semua saya mendapat kesimpulan bahwa kaya atau miskin itu bukan masalah kuantitas uang yang dimiliki seseorang, tapi kelapangan hati seseorang serta kebijaksaan orang tersebut dalam mengatur keuangannya. Apakah Pak X dan Bibi Y bisa dikatakan orang miskin, sebenarnya sih tidak juga ya, secara kuantitas uang mereka gak seburuk yang kita duga loh… akan tetapi mereka punya sedikit masalah dalam hal mengatur keuangan mereka, ada yang dari cara mendapatkannya ada yang dari cara membelanjakannya.

Saya belajar banyak dari keluarga saya, bahwa harta kita yang sebenarnya adalah apa bisa kita berikan kepada orang lain dan bisa memberikan kebaikan kepada kehidupan orang tersebut. Mama saya bilang “Uang itu harus dari sumber yang baik, halal, kalau kotor sedikit aja uangnya bisa dibeliin gizi yang bagus tapi gak akan pernah bisa membeli otak dan akhlak yang bagus”
Alhamdulillah anak Mama saya semuanya gendut-gendut eh maksudnya gak aneh-aneh walau gak pinter banget dan gak baik hati banget juga, sedang-sedang aja lah ya. Hahahaha…

Saya juga belajar banyak dari keluarga saya, bahwa harta benda yang dibagi itu, selama dibagi ke orang yang tepat dengan tujuan yang tepat gak akan berkurang tapi bertambah. Yaaaa konsep sedekah lah ya. Saya juga merasa kalau uang saya dikasihnya buat Mama, buat sekolah adik, atau apalah yang guna… pasti entah darimana akan ada gantinya. Mungkin niat dari penggunaan harta benda itu sendiri juga variabel penting ya, karena kalau niatnya baik kayaknya Allah ngasih gitu aja gantinya. Mungkin tidak dalam bentuk harta benda lagi, bisa dalam bentuk lainnya but trust me it’ll make you so much happy and happier.

Kembali pada statement teman saya, dan mari kita pertegas: Harta bukan masalah banyak atau tidak, tapi masalah berkah atau tidak.

Ada matematika ekonomi kasat mata yang mungkin kalkulatornya dipegang Tuhan, dimana ketika harta itu dibelanjakan dan didapatkan dengan cara yang baik dia akan menghasilkan banyak hal yang baik, dan tidak akan pernah memiskinkan pemiliknya. Masalahnya, tetap sebuah PR besar bagi kita untuk bisa mendapatkan harta dengan cara yang baik, membelanjakan harta dengan bijak, dan mensyukuri apa yang kita miliki serta menyadari bahwa harta bukan hanya sekadar uang kartal dan saldo di rekening bank.

Di muka bumi Allah yang luas ini, Allah meluaskan rizqinya… rizqi ini menunggu manusia-manusia untuk mengambilnya lewat ikhtiar lalu mensyukurinya lewat ibadah dan budi pekerti yang baik.

Salam sayang selalu untuk pembacaku yang keren! 🙂