A letter from Kyoto….


hari ini ada sebuah amplop besar sampai ke rumah saya, taraaaa inilah amplop itu

Image and video hosting by TinyPic

Isinya? Isinya adalah LoA dari salah seorang profesor di Teknik Lingkungan di Universitas Kyoto. Universitas impian saya selama ini…! Kyodai (Kyoto Daigaku) mungkin kalah pamor dengan Universitas Tokyo, tempatnya juga gak di pusat kota tapi peraih nobel di Asia paling banyak lahir dari universitas ini! Huwaaaaaaa….. kayak mimpi deh. Nobel loh nobel! Sewaktu masih SD saya pernah menulis di buku harian saya ingin salaman dengan peraih nobel… terus menjadi peraih nobel dari Indonesia.

Calon profesor saya pun juga peraih nobel loh, biarlah skrinsut yang bicara…

Buat yang belum liat sertifikat nobel, jangan khawatir saya juga baru liat sekarang hahahahahaha.
Nobel itu ada macam-macam, pada tahun 2007 Nobel Peace prize jatuh pada IPCC, sensei saya tergabung dalam penelitian IPCC jadi terhitung termasuk yang memperoleh nobel. Yang lebih kerennya lagi, Beliau sudah mengabdikan 20 tahun hidupnya untuk membangun model ekonomi energi se Asia-Pasifik! Asia Pasifik loh…. bukan cuman Darmaga atau Ciomas -.- Ya Allah…. keren dan rajin banget. Kalau saya sih ngebayangin aja udah bosen hahahaha, 20 tahun bangun model doang kan pusing ya. Istiqamah sekali Beliau ini.

Itu manis-manisnya…
Sekarang getirnya!
Permohonan pergantian universitas saya ditolak! Artinya beasiswa saya tidak bisa turun. Kenapa? karena LoA saya masih LoA profesor. Kalau bahasa kerennya LoA conditional. Saya masih harus lulus tes masuk universitas kyoto. Kabar sedihnya lagi, ujian masuknya adalah ke Fakultas Teknik dan jelas-jelas background saya ekonomi. Kisah sedih ketiga.. saya gak punya budget yang cukup *untuk saat ini* untuk berangkat tes kesana T^T huwaaaaaaaa sedih banget gak sih.

Jangan berisik lalu bilang “Kenapa gak ambil kelas internasional aja…. bla…bla…bla…” ya karena sensei saya di departemen teknik lingkungan itu… dan itu gak ada kelas internasional. Ya Allah… Beliau mau berbagi ilmu ke manusia bukan orang jepang aja udah subhanallah…. berbagi ilmunya ke saya lagi yang dari awal udah bilang I blind about energy economics. Beliau sampai rela loh gak pensiun dulu demi menunggu satu orang anak Indonesia bergelar emon ini berguru kepadanya. Tentu saja ini berkat perjuangan keras dan luar biasa dari promotor-promotor saya yang sabar Pak Rizaldi Boer dan Ibu Luky. Eh…. buat yang belum tau, Bapak Rizaldi Boer juga peraih nobel loh :p cari-cari di google ya. Heran deh IPB gak pasang baliho mahagede buat gembar-gembor masalah ini. Sudahlah kembali pada kisah sedih saya.

Mungkin memang susah juga ya jadi low middle income person…. tinggal dikit aja jadi mikir-mikir masalah uang. Belum cukup sampai situ, masih banyak manusia Indonesia yang memojokan keinginan saya…
“aduuuuh ngapain sih sekolah aja yang dipikirin”
“Kerja dulu aja kali, emang punya uang?”
bla
bla
bla
memang saya nggak punya… lalu mau apa?

Membantu tidak…
Mendukung tidak…
Menenangkan tidak juga…
Bikin stress iya!
Hal yang saya butuhkan saat ini adalah saran-saran yang solutif! Bukan menyalahkan segala keinginan saya.
Mungkin gak pernah kebayang ya… anak dengan kepintaran pas-pasan, kumel, acak-acakan, dan secara ekonomi juga gak banget bisa kemudian memperoleh kesempatan seperti ini. Ya nggak kebayang berarti kan bukan berarti hal yang mustahil.

Rasanya kadang jengkel sendiri….
Kadang mau marah ke ayah… dateng ke makamnya… terus bilang “See… this is what happened because you leave us so fast”
Kadang mau marah ke mama…”Kenapa sih, Ma…. gak pernah mau denger pas saya bilang jaga kesehatan baik-baik dari dulu”
Tapi ini bukan kesalahan mereka. Kalian tau? kalian tidak akan pernah melihat orang tua sehebat Mama dan Ayah saya. Sejak saya kecil saya bebas meraih apa yang saya suka. Mereka berhasil mendidik dua anak mereka. Saya dan adik saya mungkin bukan dari keluarga terpandang, tapi kami punya tekad untuk berjuang mati-matian untuk segala hal. Jika orang-orang melihat saya dan adik saya manusia-manusia bahagia yang Alhamdulillah gak ribet masalah akademis dan melihat keluarga kami always cheerful… kalian gak pernah liat betapa banyak hal dan rintangan yang kami hadapi bersama. Kami berjuang untuk banyak hal… seharusnya bumi ini lebih fair untuk menghargai kami, termasuk saya, dalam berbagai hal.

Saya lalu ingin marah… dan kemarahan terbesar saya adalah pada diri saya sendiri “What will you do!” sambil membentak ke arah cermin.

Bisakah dunia diam sejenak… biarkan saya berpikir jernih, menanyakan jalan terbaik kepada orang-orang yang saya anggap berkompeten dan tunda dulu segala komentar yang menyudutkan saya. Saya juga sedang berjuang dan berpikir… tapi saya butuh waktu dan sedikit ketenangan.

Jika saya seorang anak konglomerat apakah orang-orang akan diam?
Tidak juga kan?
Saya tidak pernah berkomentar masalah orang lain… mengapa orang lain harus repot berkomentar tentang urusan saya? kehidupan saya? segalanya! Mohon dengarkan saya terlebih dahulu, pahami…. lalu beri masukan. Diam sejenak, lalu biarkan saya mengambil keputusan.

Sudahlah biarkan saja…

Di atas lembar LoA saya terselip sebuah sticky notes kuning dengan tulisan dari sekretaris profesor saya. Rasanya ingin ketawa sekaligus mau nangis. Tulisannya “Dear Marissa-san hope it works well” Lalu ada smiley-nya. Unfortunately it hasn’t work well yet… but there will be a time 🙂
Image and video hosting by TinyPic
Saya kira cukup…!
Apapun keputusan saya nanti, semoga semua bisa menghargai dengan baik.
Jika saya memilih sekolah lagi… semoga alasan-alasan saya bisa diterima. Orang setega apa sih yang tega menyia-nyiakan kebaikan orang lain? Orang lainnya beda negara lagi.

Perjuangan saya masih panjang… masih harus belajar gila-gilaan
dan menempa hati. Udah mencoba menjadi gak cengeng… tapi kadang kalau denger yang kejam-kejam masih belum kuat.

huhuhuhu….

Special thanks:
* Mama… the best mom in the universe. Apa perlu semua Mama di muka bumi belajar dari Mama? Biar mereka bisa menghargai dengan baik pilihan dan keinginan anak-anak mereka?

* Pak Boer dan Bu Luky... terima kasih telah memperkenalkan saya dengan orang-orang hebat. It’s a pleasure. Terima kasih juga sudah berheboh-heboh karena saya

*My lovely brother... yang bilang “Be yourself! No matter what they say!” hahahha kita memang English Man in New York banget deh

*Tiko…. Rupanya kisah hidup kita hampir serupa. Bahagia punya sahabat baru yang bisa berbagi pikiran. Apapun yang terjadi semoga gw jadi ya ke Kyodai.

*Solih… Paling tau masalah gw, tapi pada akhirnya jadi orang yang paling heboh mendukung gw. Kaget loh tiba-tiba so sweet hahahaha. terima kasih… terima kasih sudah mengenal gw dan menganggap gw sebagai diri gw sendiri. Keren banget… :’D

*Habib… terima kasih telah menyemangati juga beberapa jam sebelum tulisan ini diposkan. Go! pergi kemana aja yang kamu mau! Nekad kan? Insya Allah aku bantu dengan… doa :p Oleh-oleh dari KL masih belum turun nih, mohon segera diproses -,-

Demikian…

bangun! wujudkan mimpi2 walau masih ngantuk banget! 🙂 salam juang!

 

 

A world without bees….


Entah kenapa gak bisa berhenti baca a world without bees….

Sebuah desa di Cina pernah ada yang terpaksa menyerbuki seluruh tanaman pertanian mereka hanya karena tidak ada lebah lagi di desa mereka. Why? karena penggunaan insektisida yang berlebihan….!

Lebih gilanya lagi… jika lebah hilang dari lahan pertanian, maka produksi pertanian kita akan berkurang sekitar 3/4-nya. Kenapa? karena hampir 70% tanaman diserbuki oleh lebah madu.

Dampak paling ekstrimnya….
Kepunahan lebah akan mengakibatkan kematian manusia

Allah itu… kalau mau nyiksa manusia rupanya gampang banget ya…
Lebah aja sebegitu krusialnya.
Setahu saya, Amerika bahkan sudah mengadakan penelitian khusus mengenai menurunnya populasi lebah di Amerika.
Saya jadi ngerti deh… kenapa dalam Quran ada surat An-Nahl yang membahas lebah tersendiri…. Isssssh…. hebat sekali lebah itu ya.

Wanna read more! Check some links below:
* ftp://ftp.fao.org/docrep/fao/012/i0842e/i0842e09.pdf
*http://www.fve.org/uploads/publications/docs/bees_entire_brochure_02.pdf

Atau baca bukunya langsung:

Saya gak tau beli hardcopynya dimana, tapi pernah iseng2 nyari di internet ada e-booknya 😀 dan bisa dibaca di ibooks hohohoho~ Oiya, majalah TIME juga pernah membahas A world without bee bulan ini. Sekarang sudah avaible online untuk dibaca.

Mahasuci Allah dengan segala kekerenan-Nya 🙂

Sedang belajar: Energy Economics


Kalau kata mantan murid-murid saya… Kak Emon itu gak bisa lepas dari film terutama film animasi, ya ampuuuuunnn segitunya ya. Sebenarnya saya kalau udah nonton itu berarti udah di ujung kefrustasian dalam belajar. Kalau udah gak ngerti buku, yaaa coba cari film dokumenternya… atau cari animation movie-nya… kalau masih gak ngerti lagi baru nanya ke dosen atau siapapun lah. Antusiasme orang lain ngejawab pertanyaan kita itu berbanding lurus dengan antusiasme kita dalam mencari jawabannya soalnya. Pernah dong denger dosen yang tiba-tiba bilang “What a stupid question!” kepada murid-muridnya? Kalau belum…wah masih kurang merasakan pahit getirnya kehidupan tuh, hahahaha. Dulu saya mikir kok ya kejem banget ya dosennya, tapi lama-lama saya tahu rupanya kesel ya menjawab pertanyaan orang yang bahkan belum mencari jawaban pertanyaan dia sebelumnya… iiiiiihhhhh sebeeeeeellllll~

Oiya.. kali ini saya sedang mulai belajar bidang baru nih… judulnya Energy Economics….. Pusing juga baca-baca publikasinya. Penelitian saya selama ini selalu Monetary and Fiscal Policy atau Microfinance Institution…. Tapi kali ini… karena satu dan lain hal yang mungkin kelak akan saya ceritakan, saya pun belajar Ekonomi Energi yang rupanya cukup bikin kepala nyut….nyut….nyut…

Kalau biasanya ketemu ekonomi moneter atau fiskal tinggal cari data lalu run… run…run… biarkan komputer berpikir… gw tinggal analisis. Selesaiiiiii~~~
Energy Economics… wueeets tunggu dulu. Tiap sumber energi ada plus minus mereka masing-masing…punya cost dan benefit masing-masing… energi yang dihasilkan juga jumlahnya beda-beda… emisi yang dihasilkan juga beda-beda lagi…. whuuuuusssssssh otak langsung panas, udah berasap dan sepertinya mulai menghasilkan emisi nih.

Ngerti deh kenapa ekonomi energi banyaknya dikuasai anak teknik… jujur aja loh sebagai anak ekonomi “konvensional” saya aja baru ngeh dunia energi itu luaaaaaaaaaaassssss baaaaangeeeeet. Semua dipikirin, bahkan… bahkan mau ngitung emisi alat transportasi aja dihitung berapa kapasitas maksimum penumpang di moda transportasi tersebut. Ya Allah… ada ya yang sampai ngitung sedetil itu. Mau bangun reaktor nuklir aja dihitung kira-kira energinya bisa bertahan sampai berapa tahun…. kerugian kalau tiba2 reaktornya jebol berapa…. berapa penghematan yang dilakukan dibandingkan dengan menggunakan sumber lain… Kalau saya sih dulu gak pernah peduli hal-hal kayak gitu hahahahhaa… GAK PERNAH!

Tapi yaaaa mungkin justru harus belajar ya biar wawasan makin luas. Kalau gak gini, gak akan amaze gila-gilaan ke ilmu pegetahuan.

Tapi jujur aja, karena energi adalah hal yang baru… jadi yaaaa saya harus belajar gila-gilaan. Lagipula kalau nanti saya nanya ke dosen saya, mbok ya saya jangan malu-maluin banget. Sayang otak saya mulai panas, jadi untuk refreshing saya buka video-video ttng energy economics… beberapa seru banget buat diliat.Cekidot

Inti dari videonya sih Renewable Energy itu haruslah yang harganya terjangkau dan aman. kemudian walau ada target pengurangan emisi 80% pada tahun 2050, tapi mengingat birokrasi dkk… maka haus act now! yaaaa pokoknya begitu. Yang bikin sedih sih justru komen di youtube, ada yang bilang “Ngapain mengurangi emisi toh India dan China justru cuek aja meningkatkan emisinya… ngapain nurunin emisi toh ini juga udah telat” errrrrrrhhhhh egois sekali *banting sendal*  ya gimana? jelek-jelek gini, bumi ini tempat kita tinggal loh… kemudian kelak kita akan beranak pinak… energi harus sustain dong, begitu pula sumber daya yang lain. Mikir dong…. mikir… errrrrgggghhhhh *remes-remes kertas kotretan*

Eh ada lagi….

jadi kisahnya makhluk di muka bumi ini butuh 30% lagi tambahn fresh water, 40% lagi tambahan energi, dan 50% lagi tambahan food. Wueeeetssss… jangan kira, kalau anak Bogor mah air, energi, makanan berlimpah ruah, di muka bumi lain? wueeeetsss banyak yang gak mendapat akses untuk itu. Nah, yang paling banyak dilupakan adalah air, energi, dan makanan itu satu kesatuan. Kebanyakan negara-negara tidak menganggap masalah ini menjadi satu kesatuan, dan akhirnya menyelesaikan masalah-masalah ini secara terpisah-pisah… akhirnya ada yang peduli sama food aja eh lupa sama energi dan air, begitu seterusnya.

Seru kan 😀

Seruuuu dong…. belajar itu seru-seru aja kok, lebih seru lagi kalau dishare dan kemudian diimplementasikan.

Ah…Bumi, Selamat hari raya Idul Fitri ya… mohon maaf lahir dan batin karena sudah terlalu banyak mencederaimu 🙁

Mengapa kita tidak bersatu saja ???


Jika Anda follower saya di twitter maka beberapa dari Anda akan merasa geram atau sekadar bertanya-tanya kenapa saya berkali-kali menyebut nama “Dewa Ilmu Pengetahuan” lalu memaki-maki beberapa orang yang terlalu memuja-muja si Dewa tersebut. Beberapa kali teman saya yang tipe ikhwan-ikhwan kemudian mempertanyakan “Mooon… Dewa itu gak ada!” *kalau yang akhwat mah udah gak kuat kali ya menghandle saya hahahahha jadi gak komentar*, hahahahahha…. makanya dengarkan penjelasan saya terlebih dahulu.Mohon maaf, kebanyakan baca sastra melayu tahun ini gara2 ngajarin adik sebelum UN, jadi gaya bahasanya suka aneh-aneh.

Dewa Ilmu Pengetahuan yang saya maksud adalah lambang-lambang Universitas yang ada di muka bumi… well ada yang bentuk gajah megang pentungan, ada yang kayak penggebuk kasur, ada yang bentuk tameng dan bunga tratai, ada yang bentuk burung garuda, daaaaaan sebagaaaaainya… Saya mulai geram karena seperti ada chauvinisme masalah ini. Setiap orang membangga-banggakan almamater mereka secara “lebay” lalu terkesan mendewakannya. Sejujurnya bagi saya hal seperti amatlah tidak krusial dan tidak penting.

Sungguh bukan maksud saya atau menjadi kewenangan saya untuk mengganggu tiap kubik rasa bangga Anda pada almamater Anda. Tidak! Tidak sama sekali! Tapi ketika rasa bangga itu menuntun Anda pada keangkuhan… ini lain cerita! Saya mencintai dunia akademik dan penelitian, saya tidak mau dunia tersebut dikotori sifat tidak bermutu seperti itu! Kini ini menjadi urusan saya… Anda suka, atau tidak suka.

Pernahkah kalian? kita semua…. melakukan hal yang paling pertama diperintahkan Tuhan, IQRA! membaca! Baca filosofi setiap lambang kampus di muka bumi ini, jika Anda jeli… Anda akan menemukan satu kesamaan, semuanya akan merujuk pada KEBIJAKSANAAN dan KERENDAHHATIAN! Ketika Anda tidak bisa memupuk itu pada tindak tanduk Anda sebagai insan akademis, maka sebenarnya Anda telah mencederai “Dewa Ilmu Pengetahuan” yang Anda banggakan.

Pembaca yang budiman…
Mata, hati, serta pikiran saya kemudian mulai lelah dengan beberapa kenyataan yang ada. Dalam instansi pemerintah, banyak orang yang membanggakan almaternya, beberapa diantara mereka bahkan hanya ada yang mengambil jenjang akademis yang lebih tinggi hanya untuk menaikan jabatan mereka lalu menyombongkan almamaternya secara luar biasa. Bahkan ada joke yang beredar… kalau ingin melihat proporsi lulusan mana yang paling banyak diterima di suatu perusahaan, maka lihatlah susunan bos besar di institusi tersebut dan lihat mereka lulusan mana, nepotisme terselubungkah? Aaaah… ilmu saya belum cukup untuk menjawab itu. Tapi jika saya adalah “Dewa Ilmu Pengetahuan” maka saya akan menangis sedih memandang kenyataan ini.

Di dunia penelitian, kadang ego institusi juga masih begitu dominan. Institusi X kadang anti bekerjasama dengan institusi Y hanya karena beda institusi, bahkan kadang dalam satu institusi saja ada juga kasus Manusia X tidak mau bekerja sama dengan Manusia Y karena beda almamater. Tidak semua memang, tapi ada! dan itu membuat saya tidak habis pikir!

Mengapa ada… diantara kita, yang secara halus menyatakan bahwa, orang dari institusi X lebih “kurang kompeten” dibandingkan orang dari institusi Y?
Sungguh itu picik sekali!
Ingat! Anda bukanlah lebih pintar daripada orang lain, Anda mungkin hanya lebih dulu belajar dibandingkan orang lain. Satu lagi! Anda mungkin hanya lebih beruntung.

Saya harus mengakui bahwa kualitas pendidikan di Indonesia memang tidak merata, hal ini mengakibatkan ada ketidakmerataan kualitas pendidikan. Oke! Kita menyepakati itu. Lalu apakah jika kita berada di institusi dengan kualitas yang baik, kita pantas pongah? apa kita pantas merasa lebih eksklusif dari orang lain? Saya rasa tidak… ini tidak ada dalam konsep ilmu pengetahuan yang ingin mengajarkan kita menjadi bijaksana!

Pengetahuan akan berkembang ketika ia menjadi interdisiplin, catat ya…bukan hanya multidisiplin tapi juga interdisiplin, artinya setiap ilmu bersatu padu untuk memecahkan suatu permasalahan. Untuk menjadikan ilmu itu menjadi interdisiplin dan komprehensif serta terus berkembang, maka diperlukan kerjasama yang baik dari semua stakeholder. Dengan demikian semua bisa saling melengkapi kekurangan masing-masing. Ketika saya misalnya, seorang lulusan ilmu ekonomi, di sebuah institut pertanian, apa saya hanya boleh meneliti dengan orang-orang dari institusi yang sama dengan topik yang itu-itu saja pula? Apa salahnya jika ada masa ketika saya ingin belajar fisika, kimia, teknik, geografi, dsb untuk kemudian memperluas pengetahuan saya… apa salahnya jika saya kemudian bekerja sama dengan orang-orang dari bidang keilmuan yang berbeda dan dari institusi yang berbeda untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang sudah ada? Salah? Apa karena saya minoritas yang berpikir demikian maka semuanya menjadi salah?

Pembaca yang budiman….
Saya… saya mengecap pendidikan hingga S1 saja sudah Alhamdulillah sekali. Tidak banyak orang yang seberuntung saya di muka bumi ini, apalagi selain masalah finansial, otak saya juga agak pas-pas-an :'(
Saya… saya mungkin salah satu orang yang paling banyak dicaci di muka bumi ini karena pilihan-pilihan saya bersekolah dan keasikan melakukan penelitian padahal harusnya saya menjadi kepala keluarga yang baik karena merupakan anak pertama.
Sudah pengorbanannya segitu, masih ada yang iseng bilang “Aduuuh… kok penelitiannya ambil jatah bidang orang lain sih?”, “Aduuuh… Perguruan tinggi kamu siapa yang jadi menteri gak ada ya?”, “Aduuuuh ngapain sih belajar terus?” daaaaaan sebagaaaaaaiiiinyaaaaaa… belum tentu deh kalian kuat kalau jadi saya, udah banyak banget soalnya. Saya ini dicap sombong, brengsek, nyebelin, kampungan, dsb sudah pernaaaaaaah semua! dan sudah kebal!
Tapi apakah saya dendam untuk itu semua?
Tidak…! Tidak sama sekali!
Sejak saya menasbihkan diri mengabdikan diri saya untuk setiap orang disekitar saya lewat ilmu pengetahuan, saya bermimpi ada sebuah masa dimana setiap ilmuwan, akademisi, hingga penentu kebijakan bersatu padu merumuskan penelitian dan kebijakan untuk negeri secara bersama-sama. Tidak perlu melihat SARA, almamater, parpol, atau kecemburuan sosial lainnya.
Jika otak saya mampu, saya ingin belajar semua bidang. Okelah otak saya sudah diset belajar ilmu sosial sekelas ilmu ekonomi, tapi saya juga ingin belajar science, saya ingin belajar sastra, semuanya…. saya ingin bekerja sama dengan orang-orang yang menguasai dan mencintai bidang keilmuan mereka masing-masing dan memiliki ghirah yang sama dengan saya, membangun ilmu pengetahuan untuk kepentingan bersama.

Saya ingin ada sebuah masa, dimana saya kelak bisa menjadi sebuah role model bagi generasi-generasi setelah saya bahwa kehilangan atau kekurangan bukan menjadi alasan untuk berhenti berjuang, tapi sebuah alasan untuk menjadi jauh lebih baik dan bisa menjadi pribadi yang bisa memperbaiki banyak hal. Saya ingin menjadi sebuah simbol perjuangan, bahwa variabel endogen kesuksesan adalah sikap serta perjuangan kita sendiri, bukan masalah almamater, parpol, SARA, atau kecukupan materi.

Mengapa tidak banyak yang kemudian berpikir sama dengan saya?
Mengenyahkan ego-ego pribadi lalu bersatu padu saling membantu untuk kemashlahatan bersama. Sesulit itukah?

Saya pernah bertemu seorang teman yang belajar di jurusan teknik geologi dalam sebuah lomba tingkat nasional , dalam esainya yang luar biasa  dia berkata…

“……Bumi ini semakin tua dan beban yang ditanggung semakin berat, akan ada masa ketika bumi tidak kuat lagi menampung serta menahan beban yang ada. Kita yang hari ini, berjalan tanpa pernah menyadari itu, lalu terus membebani bumi hingga kelak melebihi kapasitasnya. Ahli-ahli akuntansi kemudian hanya membangun bangunan megah yang bisa menyeimbangkan neraca debet dan kredit mereka, ahli ekonomi hanya asik dengan pembangunan yang bisa membuat kurva indiferen dan garis anggaran mereka saling bersinggungan, para ahli-ahli teknik terus membangun bangunan megah tanpa memperhitungkan social cost deficit dari bangunan megah mereka, ahli statistik terlena dengan data-data pertumbuhan ekonomi tanpa melihat ketimpangan yang terjadi, semua orang pintar di muka bumi ini asik dengan pekerjaan mereka masing-masing, dengan diri mereka masing-masing, dengan institusi mereka masing-masing, mereka terlena lalu lupa… bumi yang tengah mereka pijak sedang berteriak, meminta mereka bersatu padu, mengulurkan tangan, untuk setidaknya sekali dalam hidup mereka memperdulikan kemashlahatan semesta.”

Jadi, masih ingin egois? Aaaah… apa daya? saya sudah berusaha menyadarkan Anda.
Saya sudah berusaha menyampaikan pemikiran saya.

 

 

 

 

When I decide to continue my study : Sebuah cerita dari meja wawancara beasiswa


Someday
Our fight will be won then
We’ll stand in the sun then
That bright afternoon
‘Till then
On days when the sun is gone
We’ll hang on
Wish upon the moon

(Someday—- The Hunchback of Notre Dame OST)

Ingatlah bahwa ego kita tidak boleh mengalahkan impian kita.
Biarkan ego dan setiap pemikiran kita berdebat,
bukan untuk mematahkan semangat berjuang
Hanya untuk membuat kita semakin bijaksana dalam mengambil keputusan.

Setidaknya itulah yang saya pelajari bulan ini.

Mulai dari kabar gembira dulu, insya Allah awal tahun depan jika tidak ada aral melintang saya akan kembali bersekolah di Magister Ekonomi Terapan, di sebuah universitas negeri di Bandung. Akhirnya ada juga yang mau nerima saya hahahahaha dan alhamdulillah-nya lagi insya Allah saya akan sekolah dengan very very full scholarship, jadi seharusnya sih tinggal belajar dan dapet nilai yang bagus. Kalau saya inget tagline lembaga pemberi dana beasiswa saya “Ingatlah! Beasiswamu adalah amanah rakyat untukmu” Huwaaaaaaaa ampuuuuun deh, langsung deg-deg-an kalau inget uang beasiswa saya itu juga dapet dari pajak mukyaaaaaaaa, dosa banget kalau saya nggak serius.

Saya sudah berjanji pada adik-adik kelas saya yang juga murid-murid saya di kelas responsi untuk berbagi cerita jika saya sudah memperoleh beasiswa. Hmmmm…. prosesnya masih panjang sih, saya masih harus pengayaan, ngurus berkas, dsb. Tapi biarlah sebelum saya lupa dengan kisah-kisah heroik saya. Berjanjilah… ketika kalian selesai membaca ini, siapapun kalian, dimanapun kalian akan melanjutkan studi atau impian kalian, ingatlah bahwa kalian bukan apa-apa tanpa kerja keras dan bantuan orang lain! Saya tidak mau pembaca blog saya menjadi orang yang angkuh. Setuju? Baik! Lanjuuuut.

Perjuangan saya memperoleh beasiswa itu gak mudah. Saya berkali-kali gagal, berkali-kali kecewa, dsb. Kegagalan terbaru saya adalah ketika saya gagal di step terakhir beasiswa Pemerintah Turki. Kegagalan yang saya buat sendiri, karena saya bisa-bisanya lupa membawa satu bundel semua hasil publikasi saya. How stupid! Tapi kemudian saya menyadari bahwa memang itu bukan pilihan yang tepat dari Allah untuk saya. Pun saya keterima berarti saya harus meninggalkan tanah air 2,8 tahun. Okay… gak kuaaaat hahaaha :p

Banyak yang mungkin bertanya-tanya dan bahkan kecewa karena saya akhirnya malah memilih melanjutkan sekolah di dalam negeri dan bukan di luar negeri. Aiiish… reviewer saya pun gemes setengah mati tentang itu sampai Beliau bilang “Kamu itu… sedikit lagi loh. Kamu sudah pantas melanjutkan studi kamu ke belahan dunia manapun yang kamu mau”

Iya, Mon! Kenapa? Perjuangan lu hanya segitu saja?

hahahahhaa… ya  gak lah! Dari dulu impian saya menjelajahi eropa, suwun ke Universitas Tokyo, dan memenuhi rasa penasaran mengenai benua Eropa. Tapi Allah lebih tahu yang terbaik untuk saya, untuk keluarga saya, untuk semua orang di sekitar saya, dan tentu untuk negara saya. Saya akan ceritakan hal ini nanti. Sebentar ya.

Bagi saya, langkah terberat dalam beasiswa itu sebenarnya wawancara. Kenapa ya? kalau administrative things sih asal kita apik dan teliti, insya Allah semuanya beres. Tapi pas wawancara, wueeetssss… kalau Allah gak ridha atau kita terlalu takabur bisa macem-macem tuh halangannya, mulai dari blank, ketinggalan macem-macem, keringet dingin, sakit perut, atau telinga tiba-tiba tuli dan otak buntu sampai gak ngerti pewawancara ngomong apa. Sedih banget ya hahahahhaha.

Wawancara saya yang terakhir, yang mengantarkan saya untuk dapat Magister ekonomi terapan ini, cukup berasa nano-nano. Antara PD, blank, dan kepikiran karena pada tanggal yang sama adik saya daftar ulang ke SMA. Kasian banget adik saya sampai diusir dari sekolahnya karena gak ada wali yang dateng :'( sorry adikku sayang, untungnya dia selalu ikhlas kalo kakaknya bilang mau sekolah lagi *walau sempet ngambek seharian*

Tanggal 2 Juli 2013 saya dan kandidat lain diharuskan mengikuti briefing calon penerima beasiswa di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan. Gedungnya oke punya hahahhaa, buat kalian yang punya kelebihan harta nanti…boleh tuh nikahan di gedung itu. Insya Allah tempat duduknya cukup hehehehe.

Saya pun telat karena saya kerja dulu, dan biasaaaaa…. fatamorgana jarak. Merasa kantor saya deket banget sama dhanapala saya pikir tinggal menggelinding kesana, eh rupanya mesti nyebrang pake jembatan penyebrangan toh. Ya udahlah saya pun menyebrang sambil lari-lari. Nyampe gedungnya udah keringetan terus kotak snack udah mau abis, waaaah panik jangan-jangan gak kebagian snack *lagi-lagi salah fokus*

Masuk kedalam gedung, saya baru sadar kacamata ketinggalan di kantor, saya duduk di belakang. Huwaaaaa gak keliatan apa-apa. Untung kuping masih normal jadi masih bisa mengikuti dengan baik. Sesi tanya jawab pun seru, semua antusias. Ya iyalaaaaaah…. siapa yang gak antusias, wong kalau kita lulus untuk program Magister atau Doktor Luar Negeri, mau bayar SPP sampai 3 milyar juga dibayarin mwahahahaha. Saya yang daftar magister dalam negeri aja ngeliat rincian beasiswanya langsung deg-deg-an, huwaaaa utang gw sama rakyat Indonesia banyak banget -.- kalau gw bodoh kayaknya pantas dilempar bakiak deh.

Kemudian, secara mengejutkan ada pengumuman bahwa kita harus nunggu sebentar karena kami semua aka dibagi ke dalam kelompok-kelompok dan setiap kelompok harus liat jadwal wawancara. Kalau kebagian hari itu juga maka silakan duduk dengan manis di gedung tersebut. Saya PD dong “Aaaaaah….paling besok, lalalala yeyeyeyeye, pulang ke Bogor aja ah ngurus sekolah adik” eh emang deh Allah itu suka banget ngasih surprise, saya rupanya kelompok satu dan wawancara siang di hari itu juga. Huwaaaaaa…. kelabakan! Sms Mama, sms adik, sampe sms dosen, bukannya sms minta doa, tapi nanya gimana kabar adik saya yang mau daftar ulang itu. Dosen saya bilang “Forget your brother for a while, dia udah keterima di SMANSA, kamu masih belum dapet beasiswa. Focus for your interview” Okeh takluklah sudah. Minta maaf ke adik dan janji akan bayar ganti rugi dengan nonton Despicable Me 2 hehehhehehe.

Saya pun melangkah dengan mantap untuk kembali ke kantor. Ambil kacamata, suwun ke bos, ambil berkas-berkas, dan print semua bukti publikasi yang pernah saya buat *karena trauma dengan kasus gagal beasiswa pemerintah turki*

Siang saya pun kembali ke gedung kece di komplek Kemenkeu itu. Karena sudah mulai tenang dan kenyang karena sudah menghabiskan dua mangkok mie ayam (kalau grogi saya akan makan banyak hahahahaha). Saya mulai ekspansi, melemparkan pandangan ke semua penjuru. Kaget banget karena banyak yang pakai bajunya lebih aksi daripada ngelamar kerja. Saya sendiri hanya pakai jilbab dan baju biru muda, celana hitam, dan sepatu kucel karena keinjek di kereta pas pagi-pagi, yaaah penampilan standar anak kereta lah. Pasrah aja deh. Saya pun kemudian iseng-iseng mencari siapa saja sih orang-orang yang apply beasiswa ini, rupanya semuanya keren-keren… sama mah bukan apa-apa. Ada yang daftar magister ke Amrik, bahasa Inggrisnya udah kayak air terjun niagara… lancar dan deras. Ada anak ITB yang mau ambil beasiswa ke Titech, keliatannya sih cupu-cupu gitu, eh tapi pas liat publikasinya hehehehhe jiper ah, anaknya nyantai banget “Mas kenapa gak ambil monbu aja? U to U mah langsung tinggal guling aja kali dengan CV seoke ini.” terus jawabannya “Heu… saya teh ketinggalan info, pas lagi ada daftar-daftar itu saya teh lagi conference di Jepang” Haaahahahaha… udah deh, no further confirmation, udah canggih tuh si anak ITB, tapi ya ampuuuuun logat sundanya gak nahan hahahahaha. Ada juga anak kedokteran UI yang ambil beasiswa tesis, kemudian dengan gegap gempita menjelaskan mengenai penelitian dia ke saya. Saya takjub, tapi sayang saya gak ngerti hahahahahha terlalu keren soalnya.

Tapi yang paling hebat adalah, ada seorang penyandang cacat yang bertekad mengambil beasiswa magister. Dia berjalan pun harus dibantu dengan tangannya karena paha dan betisnya tidak sempurna. Bukan saya kalau nggak penasaran sama orang, iseng-iseng lagi saya dengarkan ketika dia ngobrol dengan kandidat lain. Kenapa sih Mas mau sekolah lagi? jawabannya Saya ingin menjadi inspirasi bagi orang-orang seperti saya. Keterbatasan bukan alasan untuk kita meraih cita-cita kita, bukan alasan untuk melunturkan semangat kita. Subhanallah… saya aja masih suka luntur semangatnya hahahhahaa. Hebat ya? Huwaaaa saya udah senyum-senyum miris aja, kira-kira bakal keterima gak ya hahahahaha.

Karena keasikan memperhatikan orang lain, tanpa terasa saya dipanggil untuk segera menuju kursi panas dan bertemu dengan para reviewer saya. Rupanya satu orang direview oleh 3 orang: 2 orang doktor dan 1 orang psikolog. Jangan kaget deh, kalau keluar dari ruangan ini ada yang sampai nangis-nangis bombay, reviewernya detil banget dan kadang kata-katanya menyentuh di sanubari yang paling dalam, padahal mah pertanyaannya gitu-gitu aja, tapiiii ya itu…mendalam. Saya akan ringkaskan percakapan saya dengan para reviewer, tentu dengan keterbatasan ingatan saya hehehehhe….

Reviewer 1 (R1) : Waaaah…. dengan siapa nih?
Saya (M): Marissa, Pak. Marissa Malahayati
R1: Malahayati itu nama kapal ya?
M: Oh mungkin banyak Pak jadi nama kapal, tapi sebenarnya itu nama Pahlawan wanita di Aceh
R2: Owalaaaah orang Aceh toh
M: Secara patrilineal orang Jawa Timur, Bu
R1: Loh… Ibu kamu orang Aceh toh, kok bisa ketemu orang Jawa Timur. Keren sekali ujung ketemu ujung
M: Biasa lah, Pak… cinta bersemi di kampus

———dan percakapan ringan terjadi di 10 menit pertama hanya karena Malahayati

R1: Marissa, kenapa sih kok kamu apply beasiswa yang dalam negeri. Kamu putus asa apa gimana ini? Ceritanya bagaimana?
R3: Iya nih. Hasil publikasi kamu sudah banyak, bahasa Inggris sudah baik, essay kamu bagus, pernah jadi mapres segala, aduuuh sayang banget. Kenapa?
R1: Ini sih sudah pantas sebenarnya ambil yang luar negeri, harusnya kamu sabar dan berjuang sedikiiiiit lagi saja. Apa alasan kamu? Dosen kamu gak ngasih kamu rekomendasi buat sekolah keluar? Masa perlu saya yang kasih?
M: Saya juga maunya keluar, Pak. Dosen saya welcome sekali, bahkan sudah menawarkan senseinya di Universitas Tokyo untuk membimbing saya. Tapi saya rasa itu belum jalan terbaik untuk saya dari Tuhan.
R1: Ah masa iya? Universitas Tokyo loh! Tokyo Daigaku! Jutaan orang gontok-gontokan untuk masuk Todai.
M: Tapi saya mempertimbangkan masalah keluarga saya, Pak.
R1: Aha! Ini pasti serius. Teruskan
M: Mama saya terserang stroke saat saya di tingkat akhir S1, Pak. Sekarang sudah jauh lebih membaik akan tetapi saya pikir lebih bijaksana jika saya dalam waktu dekat ini tetap memperhatikan Beliau. Adik saya juga baru masuk SMA sekarang sedangkan ayah saya sudah meninggal dunia sejak saya duduk di bangku kelas 2 SMP. Saya rasa saat ini, saya bertanggung jawab pula untuk menjaga adik saya apalagi sekarang dia baru saja peralihan dari SMP ke SMA, saya masih belum bisa sepenuhnya melepas dia.
R1: Ah… saya paham sekarang. Kalau begitu, kamu ada rencana lanjut ke S3 kan?
M: tentu Pak, saya ingin tulisan saya masuk ke publikasi-publikasi internasional jadi saya rasa jenjang S3 akan menjadi channel saya meraih impian saya tersebut.
R1: Baik…. kamu harus bisa menyelesaikan S2 kamu dengan cepat dan baik. Banggakan Ibu dan adik kamu. Kemudian ketika kamu sudah siap, apply jenjang doktor. Tapi saya sungguh tidak mau lihat kamu apply untuk dalam negeri lagi. Kalau kamu mau wujudkan impian kamu tersebut, harus ada waktu dimana kamu menjelajahi dunia dan membuka wawasan kamu. S3 harus dan harus di luar negeri ya. Kontak dengan dosen kamu terus, pikirkan untuk masuk Todai. Tapi mohon maaf, kamu jangan lupa menikah ya jangan belajar terus
M: *melongo* iya, Pak… masa iya saya mau jomblo terus.
R2: Udah ada calon belum?
M: Hehehe… it is complicated, Bu
R2: hahahahahhaha… waaaah, harus ada syarat tambahan berarti nanti kalau mau ambil S3. harus udah ada rencana menikah dan harus udah ada calonnya.
R3: Iya… iya… terus resepsinya di gedung ini, jangan lupa undag kita-kita ya.
M: *melongo* *tak bisa berkata-kata* errrrr -_____-

———————————lalu entah kenapa jadi ngomongin masalah jodoh.

R1: Kenapa sih kamu mau berjuang sekeras ini. Apa motivasi utama kamu?
M: karena saya yang sekarang mungkin tidak akan jadi apa-apa tanpa bantuan orang lain. Saya pikir, saya kelak harus bisa jadi orang yang bisa membantu banyak orang. Jika tidak dengan harta, mungkin dengan ilmu yang saya miliki.
R1: Berat sekali bahasanya, apa contoh konkritnya? Kamu punya background yang mendasari pernyataan kamu itu?
M: Saya dan adik saya sekolah saja, Pak…. itu semua karena ada bantuan dari keluarga saya untuk membiayai semua biaya sekolah kami. Jika tidak ada, mungkin saya tidak akan apply untuk beasiswa magister hari ini. Mungkin tidak pernah ada nama saya di database mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor. Dari itu saja, saya berusaha belajar mati-matian untuk setidaknya menunjukkan rasa terima kasih saya kepada Beliau. Saya ingin pintar, agar kelak saya bisa mengajari banyak orang. karena saya tahu betapa berharga dan mahalnya pendidikan dan ilmu pengetahuan. Bapak Ibu sekalian, hidup saya ini tidak mudah… tapi Allah memberikan saya kemudahan-kemudahan, dan kemudahan itu datang dari orang-orang lain. Saya rasa tidak etis jika saya egois dan hanya ingin mengejar keberhasilan dan prestige diri saya sendiri. Keberhasilan saya adalah ketika saya dibutuhkan, dibutuhkan untuk membawa kebahagiaan dan kemudahan bagi orang lain.

—————————————- dan seterusnya!

Wawancara saya sendiri berlangsung kurang lebih 45 menit bahkan kayaknya lebih! terlalu keasikan mengorek-ngorek jati diri saya sepertinya. But actually, saya belajar tips untuk wawancara beasiswa:

1. JUJUR! karena itu membuat pembicaraan mengalir dengan lebih baik. Berbohong itu menguras memori karena kita harus merecall memori kita tentang kebohongan yang kita buat hahahahha

2. Bawa berkas selengkap-lengkapnya. Masalah mau diliat atau gak, pokoknya BAWA! At least kita udah well prepare. Jangan lupa kita juga udah harus ngelotok tentang apa penelitian kita, apa pencapaian-pencapaian kita, dsb.

3. MAKAN dan ISTIRAHAT YANG CUKUP, kalau saya sih suka capek sendiri kalau grogi. Hiburan saya ya makan enak dan boboks hehehehhe. Ini sih tergantung kalian.

4. SOPAN! Wawancara beasiswa itu yang dinilai bukan masalah otak aja tapi juga masalah kepribadian. Yaaaa… buat apa sih pinter tapi manner nol besar kan?

5. IBADAH dan DOA. jangan lupa juga MINTA DOA ORANG TUA.

Intinya kalian memang harus menjual diri tapi jangan lebay dan jangan sombong.

Semoga post ini menjawab beberapa rasa bertanya-tanya kalian jadi saya gak usah berkali-kali ngejawab hahahahaha.