Dunia tanpa sajadah: Sebuah kritik!
Jika biasanya saya nyaris tidak peduli apakah posting blog saya dibaca atau tidak…
Kali ini… dunia harus tahu!
Huuuft~ emosi bergelora nih *opssss…. puasaaaaa~*
Begini kawan-kawan sekalian…
Ada satu hal yang sudah lama sekali saya pendam… laaaaamaaaaa sekali! Sejujurnya saya lebih kagum pada jamaah ikwan dibandingkan jamaah akhwat ketika shalat berjamaah. Sorry to say!
Kenapa?
Karena jamaah ikhwan itu jaaaaaaauuuuh lebih ringkas,praktis, dan rasional dibandingkan jamaah akhwat! Entah apakah hanya terjadi di lingkungan masjid di dekat rumah saya atau hanya terjadi ketika ada saya, tapi grrrrrr~ I’m getting mad with all of this.
Saya paham… bahwa shaf shalat itu harus rapat! Ya paham sekali…saya pun tahu persis alasannya.
Tapi entah kenapa selama bertahun-tahun shaf jamaah akhwat di masjid tempat saya shalat tarawih selalu saja ada yang longgar? Guess what? karena ibu-ibu, mbak-mbak, dan semuanya heboh dengan sajadah yang mereka bawa dari rumah!Kadang kalau udah panas denger dan lihat hal-hal seperti itu jadi mikir dunia tanpa sajadah akan sehebring ini nggak ya?
Saya tidak menyalahkan si sajadah, oh c’mon! itu kan maksudnya supaya tempat shalat jadi nggak kotor dsb…dsb… tapi cerita berbeda ketika personil dari jamaah yang ada tidak mau bergeser dengan alasan “Aduh… sajadah saya udah disini… repot kalau pindah-pindah lagi” Is it so hard? Belum lagi kalau udah asik dengan temen se-geng errrrghhh jangan harap bisa diganggu gugat. Yang lebih susah justru ibu-ibu karena kalau ditegur akan lebih galak T^T.
Beda dengan jamaah ikhwan, justru karena mereka nggak ribet bawa macem-macem mereka dengan mudah merapatkan shaf. Mereka juga kayaknya gak peduli tuh siapa yang disamping mereka; temen segeng-kah? musuhkah? dsb….dsb… dsb….
Kalau itu saja, KALAU ITU SAJA, saya mungkin tidak akan seheboh ini sampai menulis di blog!
Ada sebuah trend baru di masjid tempat saya shalat tarawih…. Setelah shalat tarawih selesai, para ibu-ibu banyaaaaak sekali yang bubar dan tidak mengikuti shalat witir plus tidak mendengarkan ceramah. Alasannya, yeaaaah~ mau tahajud di rumah lah. Bagi saya itu hal yang biasa bahkan ketika melihat masjid tiba-tiba kosong melompong. Lagipula saya berpikir, “This is not my bussiness” Tapi tidak dengan seseorang di samping saya kemarin.
Sebagai informasi, begitu kosongnya masjid setelah salat tarawih, di shaf saya hanya tersisa dua orang! Saya dan seseorang yang akan saya ceritakan. Di depan saya masih ada 2 shaf lagi dengan jumlah orang kira-kira yaaaaah total 10-11 orang lah. Itu jaaaaauh berkurang drasti dari sebelumnya >30 orang sebelum shalat tarawih.
Saya agak aneh dengan orang di samping saya, kelihatan agak kikuk dan kaku. Karena jelek-jelek dan kuper begini saya kenal muka-muka orang di komplek saya, naaaaah kemarin saya merasa orang ini rasa-rasanya muka baru. Saya kasihan juga karena dia yang jadi korban ibu-ibu untuk pindah-pindah mengisi shaf yang renggang *C’mon deh para emak-emak menyebalkan itu… kalau tau renggang kenapa nggak mereka aja yang ngisi? nyebelin banget* dan taraaaaa karena saya selalu di shaf depan yang pasti renggang dan nggak ada peminatnya itu, dia pun berjodoh dengan saya.
Awalnya saya kira dia keliatan kikuk karena efek kena semprot ibu-ibu. Tapi rupanya dia makin keliatan bingung dan celingak-celinguk nggak jelas dan dengan mata kosong melihat ibu-ibu yang pergi satu per satu, dengan rasa penasaran yang menggelegak saya bertanya kepada anak tersebut.
“Nggak pernah liat. Mbak baru ya kesini?”
Masih dengan kikuknya, anak ini mengangguk sambil tersenyum. Saya mulai mengira-ngira… sepertinya dia anak SMA atau mahasiswa di semester awal. Masih fresh dan kinyis-kinyis gimana gitu… mungkin juga lebih muda lagi. Anaknya mungil soalnya…
Karena saya tidak pandai dalam mengembangkan pertanyaan saya lalu diam dan kembali mendengar ceramah yang menurut saya gaje karena mic-nya bobrok banget!
Tiba-tiba si anak ini bertanya,
“Mbak… kok yang perempuan pada pulang ya? Ada apa?”
“Oh… mereka nggak ikut witir. Mungkin mau shalat tahajud di rumahnya masih-masing sebelum sahur nanti”
“Oh… kok yang laki-lakinya nggak pada pulang?”
“Mmmm… pada denger ceramah 🙂 ”
“Kenapa yang perempuannya nggak denger ceramahnya ya, Mbak? Memang mic-nya nggak jelas sih… tapi memang salah kalau tidak didengarkan? Kenapa yang laki-laki lebih rajin juga ya ngikutin dari awal sampai akhir ya?”
Jeng….jeng….jeng….jeng…jeng…Saya mulai curiga! Untuk anak segede ini, pertanyaannya yang jlebh itu masuk kategori terlalu polos menurut saya. Saya tidak bisa menjawab jadi saya ternganga aja denger anak ini.
“Hehehehe… maaf ya, Mbak… banyak tanya. Saya baru shalat jamaah di masjid seperti ini” kata si anak polos ini setelah melihat muka saya yang pasti sudah di set ekspresi bingung.
Saya makin bingung….
Selidik punya selidik, dia akhirnya menceritakan bahwa dia adalah anak dari orang tua yang berbeda agama. Jika tidak salah dengar bapaknya hindu dan ibunya islam jadi yeaaah you know lah, Guys! Menurut ceritanya, ketika di Bali dia melihat setiap orang beribadah dengan khusyu’ dan mendengarkan para tetua adat secara seksama serta mengikuti ritual peribadatan dari awal sampai akhir tanpa terkecuali. Jeng~jeng~jeng~jeng~jeng~ saya yang dengar cerita anak ini aja rasanya malu sendiri 🙁 hmmmmmmppph~
Karena mendengar pertanyaan anak itu saya jadi memperhatikan jamaah ikhwan yang shafnya terus rapat dari awal hingga akhir…
Mereka juga lebih supel dan langsung bersalam-salaman setelah beres shalat…
pokoknya semangat untuk shalat berjamaahnya saya nilai lebih oke deh.
Mungkin ini hanya terjadi di masjid tempat saya shalat aja kali ya (semoga…)
Tapi… apa kita tidak pernah berpikir bahwa tindakan kita mungkin ada yang memperhatikannya dengan seksama? Setidaknya saya sendiri baru sadar bahwa mungkin selama ini ada yang diam-diam memperhatikan tingkah polah saya.
Dulu sekali, saya pernah dimarahi ayah saya semalaman suntuk karena meninggalkan masjid tanpa mendengarkan ceramah dan tidak shalat witir. Alasannya? Entahlah… dulu masih bocah, jadi ngikutin mayoritas yang saya lihat aja sih….
“Tidak ada yang boleh meninggalkan majelis jika ada seseorang yang membacakan firman Allah di majelis tersebut! Lagipula, memang kamu sudah pasti mau shalat malam lagi di rumah?” Kata ayah saya waktu itu.
“Tapi, yah? Itu kan ceramah….! bukan ngaji”
“Emangnya yang ceramahnya membawakan apa? Pasti ada firman Allah kan?”
“Tapi kan bosen, Yah… itu lagi-itu lagi- itu lagi”
“Yaph! tapi itu untuk menjaga ingatan kita mengenai firman dan keagungan Allah dan kewajiban kita sebagai muslim”
Beraaaaaaaaat….. karena waktu itu masih bocah, dan paling nggak bisa adu argumentasi sama ayah saya, jadi saya nangis aja deh waktu itu. Sekejer-kejernya, ya iyalaaaaah…. saya kan anak perempuan yang manja dan dimanja, sekalinya diomelin boleh dong nangis :p
“Nak… manusia diajarkan Allah bukan hanya dengan melihat, tapi juga dengan mendengar”
Dan saya terima perkataan ayah saya itu bulat-bulat! kini saya memahami ada makna yang lebih dalam dari apa yang saya pahami selama ini.
So, have you learn to listen for other people?
C’mon gals! Seperti yang sudah saya bilang… kita ini populasi terbesar yang memenuhi bumi ini. We should do something which can make this world proud to us! I am learning now, how about you?