Dalam Doaku —– [replied]
Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara
Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala, dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil kepada angin yang mendesau entah dari mana
Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis, yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu, yang tiba-tiba gelisah dan terbang lalu hinggap di dahan mangga itu
Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang turun sangat perlahan dari nun di sana, bersijingkat di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya
di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku, yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia
demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku
Aku mencintaimu..
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu
(1989)”
―Sapardi Djoko Damono
———-
“Dalam doaku, kau menjelma menjadi harap. Itu sebabnya aku tidak pernah berhenti berharap padamu.
Dalam doaku, kau menjelma menjadi rindu, itu sebabnya aku menunggumu seperti jam yang menanti jarum menit menghabiskan putarannya.
Dalam doaku, kau menjelma menjadi syair. Itu sebabnya aku tidak kunjung berhenti menulismu.
Aku mencintaimu, itu sebabnya aku tidak pernah berhenti mensyukuri kehadiranmu kepada Sang Pencipta”
———-
Apakah kamu juga menyelipkan kisah kita dalam doamu?