Rumah….
Kyoto itu “Meh”! Berkali-kali saya tegaskan itu pada sohib saya, Tiko.
“Apa coba?… cuman kuil-kuil aja, busnya aduh gw kan mabokan… gw udah cocok sama Tokyo dan keretanya. Apa? Peta? Lo suruh gw baca peta? Hahhahaa…o tau kan gw agak disleksia. Terus kalau panas bikin gosong, kalau dingin bikin rematik.”
Ada jutaan list yang saya sodorkan ke dia.
Iya sih Tokyo meh… orang-orangnya cuek, tapi saya toh orang yang seperti itu juga jadi bodo amat hahahahaa. Karakter saya dan Tokyo mungkin serupa. Toss!
“Tapi gw tetep kangen kyoto, Mon”
“Ah okay… impress me, Tik. Ini kali ketiga gw dateng… gw mau liat apa yang ngangenin dari Kyoto”
Dan saya tidak pernah salah perihal objektivitas. Yaph! no place like home… saya tetap mencintai Tokyo dengan segala keruwetannya… dengan segala manusia cueknya…. dengan suara kereta yang intens setiap menitnya.
Tapi kali ini saya mengerti mengapa sahabat saya ini keukeuh bilang Kyoto itu ngangenin.
Ada satu hal yang saya tidak dapat di Tokyo: Kehangatan keluarga.
Ah ya, saya kan kuper! Sampai lupa…
Eh iya ya…Kyoto kali ini terasa berbeda…
Ini pertama kalinya saya menginap di rumah keluarga kecil yang kata sahabat saya “hommy” banget.
Dan rupanya benar…. 3 anak yang lucu dan ramah, Masnya juga seru dan aduuuuh masakannya itu loh membuktikan teori saya kalau basically cowok itu lebih jago masak daripada cewek, Mbaknya baik dan tempat curhat yang menyenangkan. Ah keluarga yang menyenangkan.
Ini pertama kalinya saya lihat sahabat-sahabat saya dengan mata penuh binar curhat dengan lepas pada keluarga ini. Seperti layaknya bercerita kepada keluarga sendiri.
Silently, I am happy to see that.
Mereka butuh orang seperti itu, sejujurnya saya bukan pendengar dan pencerita yang baik juga.
Ah Mama… kalau ada Ayah mungkin kita bakalan seheboh ini.
Then I missed my mini sized family….
Kok jadi malah sedih ya hahhahaa…Oh come on emon, lo gak secupu ini.
Actually it is a mixed feeling… we can’t explain something that mix and blend together.
============
Dua bulan lagi, mendekati libur musim dingin, teman saya ada yang akan membawa keluarganya jalan-jalan keliling Jepang. Saya geli setengah mati karena rasanya dia kok rempongnya ampun-ampunan. Saya tahu lah budget mahasiswa, kebetulan di tanggal yang sama dia akan ke Tokyo saya harus ke Tsukuba. Jadi yo wis kalau mau numpang di kamar saya yang mahaberantakan dan penuh sama tumpukan buku yang cuman dibeli tapi gak sempet sempet dibaca itu.
kalau saja…kalau…teman saya itu tidak bawa orang tuanya, saya ogah banget deh memberi tumpangan kepada siapapun! Saya kan introvert kelas kakap. Tapi inget orang tuanya… waaaah…saya luluh.
Rasanya pengen bawa Mama dan Adik juga ke Jepang.Uang toh bisa dicari asal bisa jalan-jalan sama my mini-sized family.
Tapi Mama yang belum mau diboyong kemana-mana… entah kapan mau.
Kiki? Dia lagi super sibuk dengan sekolahnya
.============
Ah… tapi toh saya selalu dikelilingi orang-orang baik 🙂
Mama… kakak baik-baik aja kok di sini…
Dan jauh-jauh ke Kyoto, akhirnya menemukan “rumah” yang lain…
Ya… rumah…
Kalau kata Benjamin Franklin:
A House is not a home unless it contains food and fire for mind as well as the body