Nasehat seorang ayah pada putrinya tentang ilmu…
Suatu malam, sambil menikmati acara TV dari sebuah TV kecil ukuran 14′, seorang ayah bertanya kepada putrinya….
“Hei… tau gak kenapa ilmu kalau ditulis dalam bahasa arab itu jadi علم” kata Sang Ayah sambil menuliskan serangkaian huruf arab di atas kertas.
“Lha… memang asal katanya itu kan, Yah? Ah yang kayak gitu aja dipertanyakan… repot banget” kata si anak
“Wuettts… semua itu ada filosofinya lagi”
“Apa emang?”
“Ah…. katanya gitu aja dipertanyakan…”
“Ih… sebel banget, udah penasaran gak jadi cerita. Ya udah gak jadi”
“Yah, padahal tadi mau mulai cerita”
“Aduuuuh apa siiiih? :(”
“Hehehehe… ya udah nih ayah bahas. Perhatikan ya…”
Lalu Sang Ayah menuliskan kata علم besar-besar di sebuah kertas kosong ukuran A4.
“Perhatikan, huruf pertama ‘ع’ …..’ain kan?… perhatikan mulut ‘ain selalu terbuka… itu berarti dalam ilmu hal pertama yang perlu kita lakukan adalah terus lapar terhadap ilmu. Ilmu tidak pernah cukup, maka kita harus secara terbuka untuk terus belajar dan belajar. Ilmu itu dinamis… maka dia harus terus dipelajari. Jangan pernah merasa puas atas ilmu yang sudah kita peroleh.
Huruf kedua…’ل’… lam! Perhatikan huruf lam selalu tegak… maka ketika kamu menguasai suatu ilmu maka tegakanlah kebenaran berdasarkan ilmumu. Jangan menjadi orang yang sok tahu, jangan melakukan sesuatu yang tidak kamu ketahui ilmunya, karena pada intinya ilmu itu menegakan yang benar. Jadilah orang yang benar dengan ilmu yang benar, jadilah bermanfaat dengan ilmu yang bermanfaat.
huruf terakhir itu ‘م‘…mim. Pada kata ini, mim ditulis merunduk. Maka ketika ilmumu sudah semakin tinggi tetaplah rendah hati. Ingat ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk. Ingatlah pula jika kelak kamu meninggalkan dunia ini nanti, biarkan dunia mengenangmu sebagai seseorang yang menyebar manfaat kepada banyak orang. Tinggalkanlah dunia ini dengan meninggalkan ilmu yang bermanfaat. Karena ilmu adalah kebijaksanaan… maka dia membuat pemiliknya memiliki hati yang lebih bijaksana.”
Si anak hanya terpana, usianya yang masih terlalu kecil masih terlalu dini mencerna kalimat ayahnya….namun ia paham bahwa apapun yang dimaksud oleh ayahnya adalah sesuatu yang luar biasa.
“Gak ngerti ya?” Tanya si Ayah.
Si anak mengangguk pelan.
“Gak apa, nanti juga ngerti sendiri. Itulah ilmu… butuh proses dalam pemahamannya” jelas sang Ayah.
———————–
Beberapa tahun kemudian, si anak itu beranjak dewasa. Dia semakin memahami apa yang dikatakan oleh Ayahnya. Setiap dia merenungi tiap senti kehidupannya… ketika dia mulai merasa terjatuh dalam menghadapi sesuatu… maka penjelasan Sang Ayah itu membangkitkan semangatnya. Penjelasan ayahnya itu membangkitkan dirinya berpuluh-puluh… beratus-ratus… mungkin beribu-ribu kali.
——————–
Anak kecil itu adalah saya… dan Sang Ayah adalah Ayah saya
Terima kasih, Ayah 🙂 just missing you in the middle of training today 🙂