Emoninomics: Harta bukan hanya sekadar uang…


Sesekali saya kembali ke khittah saya sebagai ekonom hahaha.
Mmmm… mulai dari mana ya.


Dari sini aja,
Saya sering berdebat dengan seorang teman saya yang menurut saya luar biasa cukup idealis, I call him my personal banker. Tentu saya bukan nasabahnya -.- tapi karena ada banker yang bisa tahan kuping saya kritik dan omel-omelin jadi yaaa boleh lah diaku-aku hahahaha. Beberapa kali saya ngomel-ngomel karena dia bersikukuh kalau kerja di maunya di sektor syariah, woooooh…. saya sih sebagai ekonom yang duniawi, matrealistis, dan gila harta ini suka greget aja, apalagi kalau tesnya di bank yang gak syariah misalnya… saya perhatikan kok dia agak kurang semangat ya, “Apa sih hebatnya bank syariah? Gajinya kan gedean di bank konvensional and sorry to say jaringan dan pelayanannya juga masih jauh lebih luas dari konvensional, bla…bla….bla…” Seperti biasa gagasan ala Gregory Mankiw saya keluar semua, kalau gemes banget bisa gambar kurvanya juga kayaknya. Sekali dalam hidupnya kayaknya akhirnya dia mengeluarkan statement yang cukup keren “Mon, harta itu bukan masalah banyak aja, tapi masalah berkah juga”… jengkel juga sih awalnya, secara kartu debit saya konve semua hahahaha :p tapi bodo amat hahahaha, I’m kinda stubborn woman ever who live in this universe.

Tapi mari kita mulai dari statement berharga dari teman saya ini: Harta bukan masalah banyak atau tidak, tapi masalah berkah atau tidak.

Hmmmmm…. menarik!  Posting ini tidak akan bahas ekonomi Konvensional VS Syariah karena saya bukan expert di bidang itu, tapi tentang seberapa penting faktor bernama “keberkahan” untuk harta.

Ada kebiasaan unik di keluarga saya. Kami percaya bahwa memberi itu adalah hal yang baik. Do the good to other people and God will do the good things for you. Jadi di keluarga saya kayaknya antar setiap anggota keluarga selalu rajin saling beri-memberi, dan ya udah ngasih sih ngasih aja. Gak sampai situ, orang-orang yang sudah banyak membantu kami juga harus diberi sesuatu, kalau kata nenek saya “Mereka sudah baik pada kita, jadi kita harus baik juga ke mereka biar mereka gak sebel membantu kita lagi”, maka dengan itu bibi yang suka bantu di rumah sampai tukang kebun semuanya juga pasti cukup makmur kalau kerja di rumah. Setidaknya, Mama pasti ngasih makanan atau apaaaaa ajaaaa buat mereka walau hanya sekadar dikasih jeruk atau tahu bandung. Alhamdulillah, kami juga walau berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja, tapi Allah ngasih aja rezeki… tiap musim panen pasti ada aja yang ngirim hasil panennya ke rumah. Sampai sini siklus itu berjalan dengan baik dan benar tanpa hal-hal aneh apapun.

Tapi hari ini Mama tumben-tumbennya bilang “Kakaaaaak, jadi agak sebel deh ngasih ke Pak X” Pak X yang dimaksud adalah tukang kebun kami. “Loh tumben, Ma… ada apa.”
Dan mulailah Mama bercerita, ceritanyaaaa Pak X yang lebaran kemarin kebanjiran angpao dari orang-orang sekomplek termasuk dari Mama saya, saya, dan bahkan uwak saya! dianggap Mama tidak memanfaatkan uang-uang tersebut dengan baik dan benar. Usut punya usut, Pak X terlalu memanjakan cucunya dan saat pulang kampung kemarin sudah memberikan 500rb angpaonya untuk cucunya hanya untuk dibelikan handphone. Baru empat hari si handphone itu dibeli, kemarin pagi si cucunya yang masih bocah kelas 4 SD itu kembali datang nyamperin kakeknya yang sedang kerja di rumah saya. Apa yang bocah itu katakan? “Aki, embung ah hp-na, ieu mah hp Cina!” jika Anda roaming dengan bahasanya mmm saya translate “Kek, gak mau ah hp-nya, ini sih hp Cina”, maka dimulailah drama perang mulut yang super heboh pagi ini *sayang yang nonton cuman Mama doang* “Ini kan kamu yang beli, baru empat hari kan.” teriak si kakek, si cucu terus merengek-rengen histeris “Gak mauuuu, maunya nokiyem sekarang” teriak si cucu. “Ah, baru empat hari, gak usah lah. Udah kakek lagi kerja” tolak si kakek.

Lalu kata Mama, adegan dramatis pun dimulai.
Si cucu kemudian membanting hp-nya. Dibanting loh… dibanting…!!!!
Belum puas, dengan brutal si cucu menekan layar hp-nya hingga RETAK! PECAH! dan tentu saja sekejap si hp, RUSAK!
Mama langsung shock, salah sendiri sih pake penasaran ngintip di jendela -,- zzzz
Si kakek gak kalah shock.
tapi ada adegan yang lebih bikin shock lagi. Setelah adu mulut panjang, akhirnya si kakek pasrah dan mengeluarkan tempat persembunyian uangnya daaaaan kemudian memberikan 500rb lagi cash ke cucunya untuk: MEMBELI HP BARU! mukyaaaaaaaaaaa……
“Kak, kayaknya abis lebaran Pak X lebih kaya deh daripada kakak” kata Mama, errrrr Mama…. -,-

Keluar dong jiwa emak-emak cerewet Mama saya, setelah si cucu pergi dan akan berburu hp lagi entah dimana, Mama pun keluar dari persembunyiannya di balik jendela.
“Pak, kalau ke cucu jangan terlalu dimanja sama uang, nanti makin lama makin parah. Dimanja teh sama ilmu sina bageur jeung pinter (Sunda: Biar baik dan pintar)”
dan jawaban si Pak X, “Kajeun lah, Bu… sieun teu aya umur deui (Sunda: Biar lah, Bu. takut gak ada umur lagi)”
“Ih lebar-lebar acisna  (Sunda: Ih sayang banget uangnya)”
Wajar Mama saya kecewa, mungkin kalau sekomplek liat juga akan merasa hal yang sama. Pak X ini luar biasa sih rajinnya dan gak pernah ngeluh kalo disuruh macem-macem. Pokoknya udah kayak asisten pribadi Mama dan beberapa ibu-ibu di komplek. Masalahnya ya itu… terlalu memanjakan cucunya dengan uang, jadi seluruh uang yang dikasih ke dia suka dibelikan macem-macem untuk cucunya, it’s ok! Masalahnya yang dibeliin itu barang-barang yang menurut kami gak krusial! Beli sandal dan sepatu aja kemarin minta 400 rb [adik saya yang penggemar sepatu aja sampai shock, dengan kaki dia yang ukuran 44, dengan uang kurang dari itu dia masih bisa kebeli sepatu yang udah oke punya], beli seragam sekolah setiap semester 4 stel, beli hp juga yang biasanya cuma bertahan beberapa hari, dsb…dsb…dsb. Pak X ini sendiri udah rada sepuh, dan kami sebenarnya kasian karena dia masih harus kerja keras pada usia segitu dan bahkan karena uangnya dikasih buat cucunya semua dia kadang sampai gak makan seharian.

Mulai jengkel kan… “Mon, si cucunya itu kan punya nenek dan ibunya, mereka gak bisa ngontrol tuh bocah?’ aha! pertanyaan cerdas… sayangnya si nenek dan si ibunya itu sama aja, bahkan lebih parah, kalau mereka datang ke rumah saya dan manggil si Pak X itu udah pake bahasa Sunda kasar deh, peraaaang mulut terus, dan intinya seperti biasa minta uang. Kalian kini tahu darimana root sifat si cucu kan sekarang?

Alasan lainnya kenapa Mama saya benar-benar jadi jengkel sampai akhirnya kemarin Mama saya sampai cuekin Pak X yang memandang nanar ikan bandeng di tukang sayur hari ini (biasanya kalau udah ngeliat gelagat mupeng kayak gini, Mama saya pasti beliin buat Pak X, emang baik banget Mama saya, kadang terlalu over), mungkin karena udah capek menasehati Beliau bahwa keluarga itu, secinta apapun kita pada mereka, tidak boleh dimanja oleh harta.

Di keluarga saya, sejak kakek saya meninggal dunia hingga ayah saya meninggal dunia, saya tidak pernah mengenal harta warisan berupa uang dan harta benda, gak pernah! Ya emang harta bendanya gak banyak ahahaha, tapi ini menarik deh. Saat saya masih kecil, kakek saya bilang “Kalau Si’agam (Aceh: Kakek) sudah gak ada, Si’agam cuman bisa ninggalin buku-buku ini. Ini ilmu, mungkin ada beberapa yang sudah ketinggalan jaman karena ilmu terus berkembang, tapi pasti tetap berguna karena ilmu selalu berguna kapanpun dan dimanapun” maka jangan heran rumah kami penuhnya sama buku. Ayah saya? Ini mah apa lagi, “Ayah sudah ajarkan hal-hal krusial yang harus kamu pegang dalam hidup, jaga Mama… jaga adik… jaga prinsip dan cita-cita kamu, insya Allah…Allah ridha semua langkah kamu” sepeninggal Ayah saya… saya dapat buku-buku-dan buku lagi. Luar biasa kan, entah deh harus bilang apa.

Pendidikan seperti itu membuat kami gak tendeng aling-aling berbagi dengan sesama keluarga dan orang lain. Kerennya lagi, saya dan adik saya, walau gak semua buku kami suka dan walau kami gak pinter-pinter amat, tapi kami bisa menghargai hal-hal yang lebih berharga lainnya dengan baik: keluarga, waktu, dan ilmu. Kami bahagia dengan alasan-alasan yang sederhana.

Tapi ketika kalian mengenal saya, mengenal keluarga saya, kalian harus siap dengan cerita-cerita unik dan fenomenal.

Ada cerita lain.
Sejak Mama saya terserang stroke dan kini jalannya kurang normal dan masih tertatih-tatih, maka kami mempekerjakan Bibi, sebut saja Bibi Y, yang bisa bantu-bantu Mama terutama buat nyuci dan nyetrika. Jangan salah, ini pun bukan tanpa kisah panjang. Bibi Y ini terkenal di komplek kalau agak sedikit panjang tangan, jadi beberapa kali di-PHK-kan sama majikannya, tapi memang terkenal juga kerjanya rapi dan cepat plus jago masak. Mama saya kan anti mainstream, jadi “Ok, Kak… kita pekerjakan saja Bibi Y. Gak ada yang sempurna, lagian apa yang mau diambil di rumah ini… isinya kucing semua”

Bibi Y ini kerjanya luar biasa cepat, tapi saking rapi dan cepatnya kadang ya ada receh-receh yang ilang juga, waaaah terbukti dong dugaan selama ini. Tebak apa kata Mama, “Kak… udahlah… mungkin dia butuh, atau jangan-jangan kita aja yang lupa nyimpennya. kita harus perlakukan manusia secara manusiawi” dari situ Mama cuman sekali ngomong serius ke Bibi Y “Bi, saya butuh orang yang jujur di rumah ini. Saya orang yang jujur, anak-anak di sini… kakak sama si ade juga jujur, jadi kalau ada yang gak jujur tempatnya bukan di rumah ini”, hari-hari selanjutnya Mama selalu ngasih uang tambahan atau oleh-oleh buat Bibi Y bawa pulang ke rumah. Ajaibnya semakin hari, Bibi Y makin baik ke kami, bahkan karena Bibi Y jago masak sering dapet makanan enak juga. Semua juga bilang kalau dia jadi keliatan lebih ramah dan bahagia.

Semakin lama Bibi Y makin terbuka ke kami, dan terkuaklah kalau sebenarnya banyak masalah yang bertubi-tubi menimpa kehidupan Bibi Y.
Yang lebih seru adalah ketika Bibi Y curhat anaknya ada yang masuk penjara karena mengedarkan ganja. Astagfirullah… lucunya Bibi sempet bilang “Padahal cuman beberapa gram, Bu… ada yang lebih gede lagi jualnya. Padahal Bibi suka dapet uang dari anak Bibi yang itu sekarang mah abis buat penjara”
Jangan kira ya, masuk penjara itu hi-cost abis loh. Buat dapet lapak tidur aja harus bayar iuran bulanan, belum lagi kalau mau makan, mau sms, dsb…dsb…
Belum lagi suaminya meninggal mendadak setelah bertani,
Kebunnya yang gagal panen
dsb
dsb
dsb
Keren abis deh mental Bibi Y.

Mama kalau keluar baiknya paling bilang “Minta maaf aja ya, Bi ke Allah… mungkin Bibi pernah banyak salah. Inget lagi coba hartanya bibi udah berkah atau belum. Kalau cepat habis biasanya karena pernah dapetnya kurang dapet restu dari Gusti Allah. Udah sekarang mah jangan terlalu dipikir, bibi kerja aja yang seneng di sini… nanti lama-lama juga ada gantinya, banyak sedekah….”

TRING
Sejak saat itu, tidak pernah ada kisah legenda Bibi Panjang Tangan di rumah kami, bahkan di komplek.

Perlahan tapi pasti, anak Bibi Y yang perempuan ada yang jago masak dan alhamdulillah cukup baik hati, bisa jualan buras dan gorengan dan cukup laris di kampungnya. Belum lagi, sejak stigma negatif Bibi Y hilang perlahan, order buat si Bibi Y makin banyak… Mama kadang jadi kesel sendiri “Ya ampuuuuun…. kan kita duluan yaaaa yang rekrut si Bibi, kalau udah digojlok aja orang-orang pada mau. Sama aja kayak kucing kita dulu pas liar gak ada yang mau pas udah kita urus pada ngambil” agak errrr juga denger komentar Mama, apa-apaan ini si Bibi disamain sama kucing. Tapi mohon jangan kaget, karena jumlah kucing di rumah lebih banyak dari manusianya jadi sudah lumrah kata kucing di sebut di rumah ini. Saya bahkan pernah panggil adik saya Mpus –.–

Dari itu semua saya mendapat kesimpulan bahwa kaya atau miskin itu bukan masalah kuantitas uang yang dimiliki seseorang, tapi kelapangan hati seseorang serta kebijaksaan orang tersebut dalam mengatur keuangannya. Apakah Pak X dan Bibi Y bisa dikatakan orang miskin, sebenarnya sih tidak juga ya, secara kuantitas uang mereka gak seburuk yang kita duga loh… akan tetapi mereka punya sedikit masalah dalam hal mengatur keuangan mereka, ada yang dari cara mendapatkannya ada yang dari cara membelanjakannya.

Saya belajar banyak dari keluarga saya, bahwa harta kita yang sebenarnya adalah apa bisa kita berikan kepada orang lain dan bisa memberikan kebaikan kepada kehidupan orang tersebut. Mama saya bilang “Uang itu harus dari sumber yang baik, halal, kalau kotor sedikit aja uangnya bisa dibeliin gizi yang bagus tapi gak akan pernah bisa membeli otak dan akhlak yang bagus”
Alhamdulillah anak Mama saya semuanya gendut-gendut eh maksudnya gak aneh-aneh walau gak pinter banget dan gak baik hati banget juga, sedang-sedang aja lah ya. Hahahaha…

Saya juga belajar banyak dari keluarga saya, bahwa harta benda yang dibagi itu, selama dibagi ke orang yang tepat dengan tujuan yang tepat gak akan berkurang tapi bertambah. Yaaaa konsep sedekah lah ya. Saya juga merasa kalau uang saya dikasihnya buat Mama, buat sekolah adik, atau apalah yang guna… pasti entah darimana akan ada gantinya. Mungkin niat dari penggunaan harta benda itu sendiri juga variabel penting ya, karena kalau niatnya baik kayaknya Allah ngasih gitu aja gantinya. Mungkin tidak dalam bentuk harta benda lagi, bisa dalam bentuk lainnya but trust me it’ll make you so much happy and happier.

Kembali pada statement teman saya, dan mari kita pertegas: Harta bukan masalah banyak atau tidak, tapi masalah berkah atau tidak.

Ada matematika ekonomi kasat mata yang mungkin kalkulatornya dipegang Tuhan, dimana ketika harta itu dibelanjakan dan didapatkan dengan cara yang baik dia akan menghasilkan banyak hal yang baik, dan tidak akan pernah memiskinkan pemiliknya. Masalahnya, tetap sebuah PR besar bagi kita untuk bisa mendapatkan harta dengan cara yang baik, membelanjakan harta dengan bijak, dan mensyukuri apa yang kita miliki serta menyadari bahwa harta bukan hanya sekadar uang kartal dan saldo di rekening bank.

Di muka bumi Allah yang luas ini, Allah meluaskan rizqinya… rizqi ini menunggu manusia-manusia untuk mengambilnya lewat ikhtiar lalu mensyukurinya lewat ibadah dan budi pekerti yang baik.

Salam sayang selalu untuk pembacaku yang keren! 🙂

dan menjadi wanita [mungkin] memang tidak mudah…


Tersebutlah di sebuah planet yang mirip dengan bumi, terdapat sepasang manusia yang sedang melakukan pembicaraan sangat serius di sebuah cafe, sebutlah namanya Rama dan Shinta.
Rama (R): Shin, aku mau tanya apa pendapat kamu tentang wanita yang sudah menikah, apa dia masih harus berkarir atau tidak?
Shinta (S): Kenapa nanya aku, Ram? Itu kan pertanyaan klasik banget.
R: Ini serius, Shin… aku mau tau sudut pandang kamu.Jawaban kamu akan menentukan banyak hal.
S: Mmmm… kalau aku ya, aku sih fine-fine aja tuh wanita mengejar karir mereka bahkan setelah menikah.
R: Tapi nafkah kan kewajiban suami, Shin.
S: Kewajiban dan gengsi pria, Ram… harga diri dan martabat, pria! Catat itu… aku tahu dan paham itu. Tapi apa salahnya jika wanita mengejar impian mereka juga. Apa wanita tidak boleh ambisius?
R: Dalam agama kita, Shin.., seorang wanita hanya perlu menjaga kehormatan dirinya dan suaminya. Mendidik keluarga, mengurus anak-anaknya, untuk apa berlelah-lelah di rumah.
S: Aku tahu maksud arah pembicaraan ini, Ram… aku paham.
Shinta tersenyum simpul lalu menyeruput teh hangat di depannya.
S; Ram, kamu sudah semakin dewasa dan semakin religius. Perdebatan ini gak akan ada habisnya, Ram. Kamu tahu itu, kita tidak pernah selesai berdebat.
R: Aku sekadar ingin tahu.
S: Dan menginvestigasi? Ram… kamu pernah baca artikel tentang Abenomics? Sebuah mahzab ekonomi baru dari Perdana Menteri Shinzo Abe di salah satu tempat di planet biru, dia mengatakan bahwa sebuah negeri yang makmur juga harus memberikan kesempatan untuk wanita agar mereka bisa berkembang, bersinar, dan berkarya. Dengan mengoptimalkan kemampuan wanita, maka perekonomian dan kondisi sosial akan lebih stabil. Oh come on, kamu harus sering jalan-jalan ke planet lain di antariksa ini.
R: Aku tidak kenal siapapun dia, tapi bagi aku wanita adalah pondasi keluarga. Dia mengajarkan anak-anak, mengurus rumah tangga, mengatur gizi, bayangkan jika dia harus menghabiskan waktu lebih banyak di luar dibandingkan di dalam rumahnya sendiri. Kamu pernah dengar kan suami yang selingkuh, anak yang kurang cerdas, anak yang kurang perhatian…
S: Ram, kamu angkuh sama seperti dulu. Sama seperti sejak pertama kita bertemu.
R: Aku bukan angkuh, aku berpegang teguh pada pendirianku.
S: Ram, untuk hal ini kita berbeda. Ram, aku juga anak seorang wanita yang bekerja… yang kata kamu lebih lama di luar rumah dibandingkan di dalam rumah itu loh.
R: Aku juga, aku lihat ibuku kelelahan setiap kali Beliau pulang dari kantor, dan aku tidak tega. Aku tidak mau Ibu seperti itu, dan aku mencintai istriku kelak maka aku tidak akan memperbolehkannya bekerja dan lelah. Biar aku mati tapi keluargaku tetap adalah tanggung jawabku.
S: Jika kamu meninggal di tengah masa-masa indahmu dengan istri kamu, apa yang akan kamu lakukan? Bangkit dari kubur? Ram, kamu tahu kenapa Mamaku bekerja… karena Papaku meninggal karena kecelakaan kerja. Kami butuh uang… untuk bertahan hidup…untuk makan…. untuk sekolah… untuk segalanya. Aku dan Mama, kami wanita yang harus bisa menghadapi permasalahan kami dengan kepala tegak, tanpa air mata lagi. Seberapa hebat pria, Ram? Apakah mereka bisa hidup selamanya?
R: Tuhan bisa selesaikan segala masalah.
S: Tapi Tuhan tidak mengurus aku saja di planet ini, Ram… Aku sudah terlalu banyak memohon… sudah. Aku harus bersikap lebih santun kepada-Nya dengan menunjukan segala usaha yang bisa aku lakukan.
Kali ini Rama terdiam.
S: Ram, okay… kamu pasti akan bilang bahwa aku terjebak pada histeria dan ketakutan berlebihan. Tapi mungkin ya, aku sedikit trauma masalah ini. Jika aku menikah, aku harap suamiku bisa memahami hal ini. Aku ingin bekerja, mendapat penghasilanku sendiri, membagi diriku dan gagasanku pada setiap bagian planet ini.
R: Lalu bagaimana dengan keluarga kamu? Anak kamu misalnya?
S: Aku bisa titipkan ke Mamaku saat aku kerja, Mamaku sudah berhasil mendidik aku menjadi wanita yang tegar. Aku ingin anakku cukup beruntung bisa diajari Beliau juga kelak. Aku juga bukan wanita berhati batu, Ram. Aku punya tekad aku tidak mau bekerja terlalu sibuk, aku akan pulang tepat waktu dan kemudian mengurus anakku. Wanita itu bisa multitasking, Ram. Kamu tahu kan aku bahkan bisa bekerja sambil kuliah selama ini.
R: Ini berbeda, kamu paham tidak? Ini lebih rumit. Kamu tahu betapa lelahnya seseorang sehabis bekerja
S: Aku tidak pernah lelah untuk semua pekerjaanku, Ram… termasuk untuk anakku nanti. Dan oiya, aku ingin selesaikan semua permasalahan finansial keluargaku dan ingin memastikan bahwa itu tidak akan terjadi lagi. Sama seperti kamu, aku juga sayang Mamaku dan itu alasan kenapa aku sekarang bekerja. Dan oiya, sama seperti kamu aku juga sangat mencintai suamiku nanti, aku tidak mau menambah masalahnya dengan masalahku. Jika kamu punya gengsi untuk membangun keluargamu dengan idealisme ala kamu itu, aku juga punya gengsi sebagai anak sulung yang ingin membahagiakan keluargaku setelah bertahun-tahun aku melihat betapa sulitnya kehidupan kami. Ini harga diriku sebagai wanita dan sebagai seorang anak.
R: Hahahaha….kamu tetap keras kepala seperti sejak pertama kali kita bertemu. Logika kamu sudah mengalahkan apapun.
S: Dan aku jadi paham kalau kita hanya bisa sampai pada level sahabat, tidak kurang dan tidak lebih. Kamu juga masih seperti dulu, ketika kamu mempercayai suatu hal kamu pasti tidak akan mengubah itu.
R: Kamu terkukung pada seluruh obsesi-obsesi kamu itu.
S: hahahahahahaha… Obsesi kata kamu? Iya mungkin. Tapi Ram, aku mengenal obsesiku, impianku, cita-citaku, lama sebelum aku mengenal kamu. Begitu lamanya, sehingga mereka lebih layak diperjuangkan daripada kamu.
R: Baik, aku paham.
S: Terima kasih, Ram. Terima kasih.
R: Oke, aku pergi dulu ya.
Rama kemudian berdiri dari tempat duduknya, hujan yang mengguyur planet tersebut tidak mengurungkan niatnya untuk pergi dari cafe itu.
S: Ah yap, aku juga ada urusan. Ngomong-ngomong kenalin sama wanita yang akan menjadi istri kamu itu ya. Mentalnya hebat banget.
Rama tersenyum tipis.
R: Pasti, kamu akan jadi salah satu orang yang pertama tahu ketika saat itu tiba. Yang pasti dia gak sesulit kamu kalau diajak berdebat.
S: Hahahaha… jaga dia baik-baik ya, dan jangan mati terlalu cepat. Setidaknya bahagiakan keluarga kamu sebelum kamu mati.
R: Pasti! Itu kan gengsi aku sebagai pria. Kenalkan juga aku pada pria yang kelak jadi suami kamu ya, pasti pria dengan kesabaran tinggi karena cuman yang seperti itu yang bisa memahami kamu.
S: Pasti. Terima kasih.

Dan percakapan panjang di cafe itu pun berakhir.

NOTE!!!!: Kesamaan kisah, latar belakang, tokoh, dsb…dsb… hanyalah sekadar kebetulan belaka. Jangan diambil hati apalagi dibuat galau :p Cukup diambil esensi ceritanya aja.

——————————————————————————————————————

Mungkin diantara kita ada yang pernah menghadapi perbincangan seperti itu. Dalam masyarakat kita, perbedaan pandangan merupakan suatu hal yang lumrah, wanita memegang berbagai peran dan juga menghadapi pilihan. Jika saya harus jujur, maka setengah mati saya mengagumi wanita yang bisa memberikan sepenuh waktu, jiwa, dan raganya kepada suaminya ketika dia sudah menikah. Saya kagum melihat teman saya menikah dengan wanita yang rela meninggalkan pekerjaannya setelah menikah, saya terharu juga melihat teman saya yang dengan luar biasa “Insya Allah ini pilihan yang terbaik, gw tinggalkan pekerjaan gw karena suami gw dan anak gw” sambil dia kemudian mengelus perutnya yang sudah mulai membuncit karena hamil. Saya takjub ketika teman saya dengan usia yang setara dengan saya sedang asik menyuapi anak-anaknya.
Saya, saya mungkin tidak sehebat itu. Saya mau jalan-jalan keliling dunia, mau beli rumah dengan nama saya sendiri, harta-harta duniawi, ngasih mama macem-macem…. bla..bla..bla… pokoknya duniawi banget deh.

Adik kelas saya pernah ada yang curhat pada saya mengenai masalah ini. Dan dia bilang “Pokoknya Kak, aku mau Mamaku di rumah aja titik gak usah ngejar-ngejar karir. Hidup biasa-biasa aja cukup kok”. Apakah dia salah? Tidak! Sama sekali tidak.

Seorang pria pernah menyatakan pada saya, bahwa wanita perlu di rumah saja. Apa dia salah? Tidak sama sekali.

Tapi jika saya tidak mau menyetujui hal itu sepenuhnya, apa saya salah?
Saya yang hari ini dididik dan juga dibantu banyak hal oleh wanita-wanita karir yang luar biasa.
Saya tahu rasanya financial unstability ketika suatu keluarga yang sepenuhnya menyandarkan sumber pedapatan kepada pria, dan pria itu lalu meninggal.
Saya mengenal beberapa pria yang berjuang siang malam, mengorbankan banyak hal,  untuk menghidupi keluarganya dan adiknya yang banyak. Begitu luar biasa sehingga saya berdoa jika kelak mereka berkeluarga semoga mereka mendapatkan rizqi yang baik dan pasangan yang baik sehingga bisa menghidupi keluarganya tanpa menelantarkan adik-adik mereka.
Apa saya salah berkaca dengan hal tersebut dan menyatakan ada saat ketika seorang wanita boleh mengejar impian mereka, obsesi mereka, pekerjaan mereka, semuanya selama dia masih menyadari harkat dan tanggung jawabnya sebagai istri, anak, kakak, dan sebagai WANITA.

Menjadi wanita tidaklah mudah, mereka menghadapi pilihan-pilihan dan seperti layaknya teori ekonomi bahwa ketika ada pilihan mereka harus memilih pilihan yang bisa memberikan kepuasan terbesar bagi mereka dengan mempertimbangkan kondisi dan keterbatasan yang mereka miliki. Maka dari itu, setiap manusia, termasuk wanita, memiliki titik optimum mereka masing-masing untuk segala pilihan hidup mereka.

Maka segala pilihan itu harus dihargai.
Maka segala pilihan tidak perlu dipertanyakan karena dia sudah mengalami proses bernama: pemikiran.

Demikian! Selamat bekerja kembali besok hehehehe.
See you.

10 lembar pertama novel pertama saya…


Jika kalian mengenal saya cukup lama, membaca blog ini cukup lama, maka kalian akan tahu betul bahwa saya ingin menjadi penulis. Penulis apa? semuanya…. penulis pertama, kedua, atau ketiga di jurnal nasional bahkan internasional, penulis artikel, penulis blog yang kece, dan satu lagi: Penulis novel. Yaph, ceritanya saya mau jadi penulis novel. Awalnya sih mungkin karena iseng, karena saya gak suka pekerjaan lapang, saya suka jadi orang di belakang layar dan di balik meja… jadi saya pikir kalau nulis dan bisa mendatangkan uang yang silaturahim ke rekening kenapa gak? Tapi kalian akan tahu bahwa semakin hari kalian akan semakin menyadari bahwa uang tidak bisa menjadi alasan utama kalian untuk melakukan apapun!

Satu bulan ramadhan ini membuat saya terbiasa hidup lebih teratur, dan bangun tidur lebih awal. Saya punya sedikit masalah dengan pola tidur, kalau sudah terbangun malam ya gak bisa tidur lagi. Otak saya melanglang buwana kemana-mana. Kadang tiba-tiba autis sendiri bangunin kucing yang lagi tidur nyenyak, kadang mainin boneka-boneka saya yang raksasa semua dan selalu mikir apa yang terjadi kalau mereka hidup kayak di toy story, kadang nulis blog dan buku harian, ahaaaa! itu dia kenapa saya selalu punya buku harian, otak saya jauh lebih aktif di malam hari, jadi kalau gak ada pelampiasan lewatlah sudah.

Okay, Mon.. jadi sehebat apa novel lu nanti…?
Gak, gak tau ya hahahaha… saya bukan penulis sebaik Mbak Asma Nadia atau penulis-penulis novel lainnya, tapi bagi saya tulisan adalah gambaran karakter seseorang…. tulisan adalah karya yang kelak akan dibaca oleh banyak orang, maka dia harus sempurna atau setidaknya mendekati sempurna menurut saya sendiri. Saya ingin mempersiapkannya sebaik mungkin. Masalah diterima atau tidak oleh penerbit nanti,ah itu bukan urusan saya… urusan saya adalah menulis sebaik mungkin.

Kenapa harus sebaik mungkin, well…. I have several reasons:
1. Saya ingin memberikan kado terbaik untuk ayah, ya ampun Mon…sudahlah. Gak…gak… ini serius. Saya harus mengakui bahwa saya mungkin sangat terpukul dengan kepergian ayah saya sejak SMP, terpukul karena saya belum sempat membahagiakan Beliau sebaik mungkin. Saya sudah berhasil dapat beasiswa ke luar negeri sesuai dengan harapan Beliau, tinggal belajar sebaik mungkin. Tapi, saya tidak akan pernah bisa melupakan setiap jerih payah Beliau, saya tidak akan pernah lupa ketika kecil saya pernah bilang “Yah, nanti di rak buku ini harus ada buku tulisan saya ya, Yah”… saya ingin dunia tidak akan pernah lupa bahwa di planet ini pernah hidup seorang sosok ayah yang keren banget.

2. I don’t like money, but unfortunately almost everythings need money; uang itu gak dibawa mati lagi… tapi yang rese kalau gak mau mati cepet-cepet kita harus punya uang. Saya berpikir bagaimana caranya saya bisa memperoleh uang secara stabil tanpa saya harus terlalu capek karena jujur aja otak sih boleh lah ya diajak kerja tapi fisik aiiih nehi banget deh. Saya gak butuh uang banyak-banyak banget sih… yang penting cukup buat bawa Mama naik haji, bukan apa-apa saya pikir saya harus bawa Mama ke depan ka’bah langsung and request ke Allah supaya Mama bener-bener bisa sehat 100% dan gak pernah kambuh-kambuh lagi, sehat selamanya. Kalau kemudian ada sisa, mungkin lunasin cicilan KPR *hayah…* dan kalau masih ada sisa lagi, I don’t know… saya pikir ingin saya sumbangkan untuk biaya sekolah anak-anak yatim piatu. Hah? Apa Mon? Iya… iya…. gak salah ketik kok, saya tahu sekolah itu susah, jadi jika kelak bisa membantu sekolah anak-anak yang secara sosial ekonomi kurang beruntung saya rasa itu keren banget. Tidak ada skill lain yang bisa saya banggakan sebaik skill menulis saya yang sebenarnya biasa-biasa aja, tapi kan siapa tahu ya? Allah mungkin luluh juga mengabulkan impian-impian kecil saya menjadi kenyataan.

3. Saya selalu jengkel kalau ada orang yang mengeluh dan bilang kalau mereka gak cukup punya kemampuan dan kesempatan untuk meraih impian mereka. Saya mau bilang, kemampuan itu selalu ada ketika seseorang punya niat untuk mengasahnya…. kesempatan itu bukan hanya dicari tapi juga dibuat. Saya tidak akan hidup lama-lama banget di muka bumi ini, jadi okay harus cari cara bagaimana untuk bisa sedikit ngobrol dengan beberapa manusia di muka bumi ini.

4.Saya ini mukanya jutek dan galak hahahaha…. gimana ya, saya gak bagus dalam berkata-kata, jadi buat semuanya… buat semua yang sudah berjuang untuk satu ekor Marissa di pojokan bumi ini… I will write for you. Yeay~

5. Di balik pria yang hebat selalu ada wanita yang hebat, yuph! Tapi saya menemukan satu hal lainnya…. di balik wanita yang hebat juga selalu ada pria yang sabar. Oh I can’t believe I write this hahaha. Tapi serius, saya pikir…. setelah saya kehilangan ayah yang paling kece saya kehilangan pria paling keren di muka bumi ini, but I just wrong. Ini untuk menebus kesalahan karena sudah terlalu kaku selama ini.

Dulu sekali saya pernah bicara pada seseorang:
“Lu tau? Gw selalu mau jadi penulis, hmmm harus yang rada bagus tulisannya jadi nanti bisa ada acara book signing. Lu tau gak siapa cowok paling romantis yang akan datang? Cowok yang tiba-tiba dateng terus bilang ‘Boleh minta tanda tangannya, saya pembaca pertama Anda, fans pertama Anda, dan pembaca buku Anda selamanya, belum sempurnah sih tulisannya tapi saya selalu suka” Mukyaaaaaaaaa *pingsan*, dulu sih cuman ketawa-ketawa aja pas ngomongin itu karena ya ampun FTV bingits, bayangin Marissa yang kerjaannya tidur, makan, dan nonton kartun itu bisa ngebayangin hal sedrama itu… tapi sekarang, mmmm…. sepertinya saya sudah tahu siapa yang akan menjadi pembaca pertama saya dan hei siapa tau kan itu bisa terjadi, hahahahaha.

Waini!!!!
JENG JENG JENG
Siapakah dia? Blog ini akan menceritakan tentang dia cukup banyak… mungkin kelak satu postingan penuh, ya jika dia memang layak diceritakan…

Waktu masih berjalan,
dan saya masih baru mengetik 10 lembar pertama untuk novel pertama saya.
It’s gonna be interesting… semoga bisa selesai tahun depan sambil menghilangkan kepenatan kuliah, kerja, dan belajar.

Dan ingatkan saya ya kalau saya mulai malas 🙂
Saya pemalas profesional, saya harus senantiasa diingatkan.

Ok, see you in the next absurd posting :p

Kata maaf yang tidak akan pernah cukup…


Saya ingat, beberapa tahun yang lalu, ketika Ayah saya masih ada. Saya pernah lari tunggang langgang ke luar rumah ketika akan di tes mengaji. Sayangnya saya kurang beruntung, saya tertangkap basah pagi itu. Saya harus membaca Quran surat Ar-Rahman dengan tartil, namun apa daya saya selalu melakukan kesalahan…. saya haru mengulang membaca ayat 1-13 berkali-kali hingga saking lelahnya saya menangis histeris lalu berteriak “Ayah, saya capek… kenapa sih… biarin aja mau 6 harakat… 4 harakat… 2 harakat… yang penting kan saya tau itu panjang atau gak, ayah kejaaaaaaam” tak pernah saya duga bahwa beberapa bulan kemudian pria yang mengajari saya mengaji dengan cukup keras tersebut kini tidak akan pernah mengajari anak-anaknya mengaji lagi. Parahnya, saya belum sempat mengatakan maaf atas kesalahan saya tersebut.

Saya ingat, berkali-kali saya memarahi Mama saya, “Mama… kalau di ekonomi ya, inflasi itu udah tinggi, Mama hemat dong…ngapain sih beli macem-macem buat saya” bak ekonom paling hebat di muka bumi saya menceremahi Mama saya. Lalu saya menyadari, selama ini, seluruh uang yang saya berikan kepada mama saya, seluruh uang yang mama saya miliki, semuanya untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Hingga kini Beliau yang sudah semakin tua dan sudah tidak sesehat dulu lagi, masih berusaha memenuhi kebutuhan anak-anaknya dengan kualitas terbaik. Dan saya ingat, saya masih sering membantah perintahnya, bahkan pernah beberapa kali pura-pura tidur ketika Beliau minta tangannya diberi pijatan kecil.

Saya ingat, saya pernah memarahi adik saya habis-habisnya ketika ulangannya mendapat nilai yang kurang memuaskan “Kamu itu, belajar yang benar…. buku mahal-mahal dijadiin apa? bantal? gak ada di buku, ada kan internet. Mau jadi apa kamu kalau males begitu” tanpa saya sadari saya hanya bisa mengomel dan mengomel… saya bahkan tidak mengajarinya secara jelas dan komprehensif tentang stoikiometri dan trigonometri. Saya bahkan mungkin tidak bisa juga mengerjakan soal ujiannya yang semakin lama semakin sulit dan bahkan lebih sulit dibandingkan soal di jaman saya bersekolah dulu.

Saya ingat, pernah suatu hari,lama sekali… seorang  teman yang paling baik hati meng-sms saya “Mon, lu dimana, gw udah nunggu di perpus” lalu 2 jam kemudian saya membalas smsnya “Hah? di perpus? Ih gw di rumah… ini baru bangun tidur. Lu ngapain? masih di sana?” TING sms balasan datang “Iya, masih. Oh dikirain jadi ke perpus” beberapa tahun kemudian… kekejaman saya masih sama “Aduuh, lu itu harus gini loh…. harusnya gitu loh… betah stagnan gini-gini aja?” dan senyumnya masih sama seperti dulu. Tanpa saya ketahui, dia mungkin berusaha keras mewujudkan apa yang saya katakan padanya, berjuang untuk impian-impiannya, masa depannya, keluarganya, semuanya. Saya ingat, dia masih selalu ada untuk saya bahkan ketika saya ada untuk orang lain.

Saya ingat, keangkuhan saya membatasi saya dengan pergaulan yang lebih luas. “Ih… males ah gaul sama si A… si B… si C… yang diomongin cuman masalah fashion, high heels, pacarnya gimana, emangnya urusan gw tau segala macam tentang doi termasuk foto selfienya sama pacarnya dan kapan doi putus”, dan saya ingat beberapa dari mereka yang saya jauhi tersebut kemudian mendekat pada saya, lalu menceritakan segala masalah mereka “Mon, gw percaya… lu kan orangnya logis, gw percaya sudut pandang lu yang beda dengan orang lain”, saya tidak menyangka bahwa rupanya masalah mereka lebih besar daripada yang saya kira, tidak menyangka bahwa mereka butuh banyak masukan, dan tidak menyangka bahwa mereka menghargai keberadaan dan pendapat saya.

Saya ingat, saya tidur ketika kuliah… merasa bosan dengan materi yang dibawakan oleh dosen saya. bahkan di luar kelas saya masih sempat komentar bahwa slide Beliau bikin sakit mata dan bisa membuat minus mata bertambah. Saya juga ingat sekali saya sampai tidak membaca buku teks di rumah karena saya sudah putus asa dengan pengajaran dosen saya yang saya pikir membuat materi semakin sulit. Siapa sangka, materi-materi yang saya abaikan itu kemudian menjadi materi-materi krusial yang harus saya kuasai di jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Saya ingat ketika bos saya mengirim sms di hari libur, saya membiarkannya berdering… lalu tidak mengangkatnya… lalu saya tinggal tidur. Saya tidak peduli pada saat yang sama Beliau sedang galau habis-habisan dengan data yang sudah saya olah… saya tidak peduli bahwa pada saat itu yang Beliau butuhkan hanya diingatkan bahwa e-mail sudah saya kirimkan.

Saya ingat bahwa saya senantiasa melakukan kesalahan…
Saya memang tidak bisa mengingat satu per satu kesalahan dan dosa saya, tapi saya ingat bahwa dalam perjalanan hidup saya ini saya senantiasa melakukan kesalahan. Hebatnya, begitu cintanya Allah pada saya, hingga semua orang masih bersedia membantu dan menyayangi saya bahkan ketika saya melakukan kesalahan pada mereka tiap hari, tiap menit, tiap detik.
Maaf saja tidak akan pernah cukup untuk menebus segala kesalahan saya.

Saya hanya memohon izinkan saya, menjadi wanita yang lebih dewasa….
Izinkan saya dalam perjalanan panjang yang akan saya jalani bisa membuat saya menjadi wanita yang bisa membuat kalian bangga karena telah mengenal saya. Saya mungkin tidak akan pernah mengurangi segala kesalahan saya, tapi saya pasti bisa menambah hal-hal baik yang bisa membuat kalian semua bahagia.

Terima kasih.

Marissa Malahayati

——————————————————————————–

Selamat hari raya Idul Fitri..
Image and video hosting by TinyPic

ketika kesepian di tengah keramaian….


Mumpung hujan, mari ngegalau sedikit hehehe… sekaligus konferensi pers kenapa kalau ada kumpul-kumpul dengan teman lama saya jadi pendiam dan kudet banget *emmm… bukan rahasia sih, saya emang kuper :’D hahahaha hiks*

Berawal di suatu hari yang cerah, bos besar saya bercerita dengan tamunya yang dari Jepang… Beliau menceritakan sedikit tentang masa lalunya. Katanya, Beliau menikah ketika S3 itu pun sebenarnya ingin nanti-nanti aja hanya saja kemudian Beliau ngerasa semua teman-temannya sudah menikah dan taraaa setelah dipikir-pikir kok jadi sepi ya. Karena kesepian itulah akhirnya Beliau memutuskan menikah. Taraaaa the end dan happy ending.

Tapi saat dengar itu saya ketawa-ketawa, ya ampuuuuun masa sih segitunya. Masa sih sampe segalau itu dan masa sih sampe kesepian di tengah keramaian gitu. Wkwkwkwkw… oh come on, Pak.

Tapi semua berubah ketika negara api menyerang
Tapi semua berubah ketika kalian merasakan hal itu sendiri, perlahan-lahan, tapi mematikan *haish*

Ada masa ketika teman-teman lu ada di sekitar lu… ada! They totally exist and of course still become your friends, tapi lu sebagai seorang manusia yang mendadak gak nyambung dengan dunia mereka. Ah masa sih? Entahlah… mungkin saya aja sih. But let me tell you.

Saya merasa beruntung, di kantor… walau ada beberapa yang sudah berumah tangga… tapi mereka juga kebanyakan mahasiswa dan tentu kerjaan yang kami hadapi serupa. Jadi di kantor pembicaraan kami rasanya masih dalam ranah nyambung senyambung-nyambungnya. Pokoknya happy banget, suka duka semuanya bisa ditertawakan bersama.

Tapi dengan teman kuliah? Teman SMA? Dan sebelum itu…? mmmm
Ketika kalian sampai di usia seperti saya, ketika kalian dapat undangan nikahan lebih banyak dibandingkan undangan ulang tahun apalagi buka puasa bersama, kalian akan sampai pada sebuah deduksi bahwa semuanya sudah tidak sama lagi seperti dulu.

Mayoritas teman kuliah saya sudah menikah ataupun jika belum, mereka berfokus pada karir mereka yang menurut saya sudah bagus-bagus. Sungguh saya bangga pada mereka… tapi ketika harus berkumpul, saya mulai merasa saya tidak terlalu paham dengan apa yang mereka bicarakan.

Saya hanya bisa tersenyum simpul ketika para banker berkumpul, mebicarakan karir mereka, target mereka, sistem bekerja di kantor mereka masing-masing, masalah keinginan resign dan kantor lain yang akan menjadi tujuan mereka selanjutnya.

Saya hanya bisa mengerutkan dahi, ketika beberapa dari mereka sudah mulai membicarakan cicilan rumah, tabungan masa depan, pernikahan, dan lain sebagainya.

Saya hanya bisa turut bahagia ketika teman-teman saya yang sedang hamil atau yang sudah memiliki anak saling sapa dan bercengkrama di baik di dunia nyata maupun di dunia maya… ketika mereka membicarakan tentang pengalaman morning sick mereka, ngidam, test pack, kontraksi, atau perkembangan anak-anak mereka dari bulan ke bulan… dari hari ke hari.

Saya bahagia mendengar itu semua, namun sayangnya saya tidak bisa masuk dalam ruang lingkup pembicaraan mereka karena saya… saya… saya tidak paham apa-apa kecuali sebagian kecil.

Saya harus bicara apa ya? Climate change? Aduh emon -.- pasti saat saya mengajukan topik pembicaraan itu semuanya langsung gelar kasur terus tidur.

Aduuuh… paham gak sih perasaan gw? huhuhuhuu….. *peluk tembok, tembok meluk balik*

Percayalah… jokes dan pembicaraan antara orang yang sudah berkeluarga, sudah fokus pada karir, dan yang sedang sekolah itu bedaaaaaa banget… sehingga memang harus menjadi bunglon jika ingin berbaur dengan semuanya. Masalahnya saya buruk sekali masalah “membunglon” seperti itu. Ah poor you emon.

Bayangkan! Di saat orang heboh dengan ruang dan waktu mereka sendiri, saya masih heboh dengan gimana ngurus visa, gimana nanti hidup saya di negeri antah berantah, gimana memahami satu bundel tebel tentang Computer general equilibrium, variabel-variabel apa yang kelak akan masuk ke dalam penelitian saya, apa kabar kucing-kucing saya di rumah…. dsb dsb…

Bayangkan! Teman-teman saya sudah berpikir nanti nikah konsepnya mau apa…. dekor kamar anaknya mau gimana…. dan saya? Saya masih kayak bocah aja, mengurus kucing-kucing saya yang sedang naksir kucing angora tetangga, dan saat ini sedang membayangkan bagaimana anak hasil perkawinan kucing saya dengan kucing tetangga.

Luar biasa, emon….

Tapi itu bukan masalah besar, setidaknya saya berpikir demikian.
Tapi ketika sahabat-sahabat saya satu per satu mulai menapaki kehidupannya sendiri, kesepian itu semakin terasa.

Ketika salah satu sahabat saya saat SMA menikah, saya mulai berpikir ya ampuuuun dulu kan kami teman segeng yang sama-sama jomblo kekal semua, dan waaaw she finally get married. Saya terharu banget 😀

Ketika salah seorang teman baik saya memberika surat undangan “Mon, dateng ya… nikahan gw sehabis lebaran ini”, waaah banyak juga yang ngasih undangan sehabis lebaran…. lalu saya bertanya lagi kenapa kok cepet banget nikahnya dan gak bilang-bilang sejak awal “Gw juga nemu dia belum lama ini, Mon… sepertinya cocok, sudahlah gw nikah aja biar ada yang ngurus gw setiap kali pulang kerja” ah hopefully…. that’s good for you.

Bahkan ketika lu melihat salah satu sahabat terbaik lu sepertinya lebih bahagia dan lebih berbinar-binar ketika dia bergaul dengan teman-teman sebaya yang profesinya sejalan dengan dia.

Saat itu kalian akan sadar, akan tiba masa ketika teman-teman terdekat kalian saat ini akan fokus pada kehidupannya masing-masing. Mereka akan memiliki pekerjaan masing-masing, keluarga masing-masing, dsb…. dsb….mereka akan begitu sibukd engan lingkup kehidupan mereka sendiri.

Hah…. well, that escalated quickly.
Sedih? Gak terlalu sih… sedihnya dikit karena ngerasa baru sadar sekarang.
Perjalanan dan waktu toh akan mempertemukan kita dengan orang-orang baru, teman-teman baru, kerabat-kerabat baru… dan saya percaya itu.

Saya hanya merasa sedikit menyesal karena kuper, saya tidak banyak menghabiskan waktu dengan teman-teman saya dulu 🙁 actually I love them, walau keliatannya saya galak dan jutek…. gendut pula…. jadi keliatan serem, but I do love them and happy for them for everything they achieve.

Ah rupanya begini kesepian di tengah keramaian :’D