Karena Bahagia itu Sederhana, Asal…..: Mari sedikit bijaksana dalam menulis di media sosial
Bahagia itu milik kita
Aku raja dan engkau ratunya
Walau cuma kita berdua yang tahu
Aku dan kamu kita berdua bahagia
Sederhana……
Dan mari sedikit menyanyikan lagu sederhana ini, ini sekaligus permintaan maaf terdalam untuk beberapa salah kata dan perbuatan yang saya lakukan, hahaha sumbang tapi yang penting niat:
Ya! Seperti lagu itu… saya percaya bahwa kebahagian itu sederhana
Bahkan jika hanya ada dua insan yang saling mengetahui mereka saling bahagia. Atau bahkan jika hanya insan itu dan Tuhan yang tahu.
Saya tahu diri juga, mungkin saya terlihat seperti nenek lampir garis ektrim yang terlalu ekstrim mengkritik beberapa hal di media sosial. Sungguh saya menyadari kesalahan saya dengan segenap hati, saya sadar saya bukan tipe penyabar, hahaha tidak pernah. Namun seiring dengan permintaan maaf saya yang sederhana ini, diiringi lagu yang sumbang, izinkan saya menyampaikan alasan saya mengenai beberapa kata pedas yang terkadang saya lontarkan di media sosial dan mungkin grup.
Saya bahagia ketika saya melihat orang lain bahagia,
mungkin begitu pula dengan kalian…
Tapi seberapa dosis kebahagiaan yang perlu kita publikasikan agar tidak menjadi over dosis dan kemudian malah mematikan?
Ya! Mematikan!
mematikan kebahagiaan orang lain.
Here is one case:
Di usia saya yang sudah tidak muda banget lagi ini, udah seperempat abad, bok! Saya sadar bahwa teman-teman saya sudah berkeluarga atau setidaknya sudah punya tunangan. Yeaaaah… emangnya gw yang jomblo! Mwakakakaka. Saya senang loh kalau ada kabar teman saya menikah, tunangan, hamil, punya anak. Ya ampun bahagia lah! Hei… pada periode kehidupan saya, saya menjadi saksi perubahan fase kehidupan manusia lain, subhanallah banget gak sih?
Siapa tidak paham kebahagiaan orang lain…
Tapi tiba-tiba banyak juga yang kemudian terlalu too much in sharing
“Sayang aku sayang kamu” with —– abang AAAA
“Ih hubby kamu dimana sih” with—– mas BBBB
Sebuah hal yang seharusnya sih bisa banget dilakukan dengan menggunakan media komunikasi semacam yang modern seperti skype, whatsapp, LINE, hingga media yang agak purba bernama SMS dan MMS.
belum lagi foto bayi, printout foto USG, dan foto selfie yang yaaaah mungkin kalau hanya 1-2 x boleh lah, ini… bisa beberapa kali dalam satu hari!
Atau ada juga yang nyindir cantik seperti:
“Subhanallah, istri yang shalehah memang yang seperti kamu sayang” with—-Ukhti UUUU
“[ARTIKEL] Antara Karir dan Bakti pada Suami”
Dan pada suatu hari saya mendapat chat dari seorang teman saya, tiba-tiba sekali…
“Mon, aku keguguran”
“Hah! Innalillahi, kenapa? Mungkin kecapean… udah gak apa insya Allah diganti nanti.”
“Doain ya, Mon. Katanya kandungan aku lemah gitu.”
“Hei… come on. Kalau kata Allah mah `kun fayakun` udah..udah..jangan mikir macem-macem. Makan yang banyak makanya *solusi gw selalu berkisar pada makan =.=”
“Aku konyol deh, aku suka sedih gitu kalau liat temen-temen lain pada update foto-foto bayi… foto USG mereka… rasanya pengen aku unfriend semua. Aku salah apa ya?”
JEDEEEER!
Nah kan! Diam-diam korban “over dosis” sebar kebahagiaan itu ada… dan pasti ada…
Mari kita tinggalkan kisah teman saya itu. Eh ngomong-ngomong doain ya semoga doi cepet lah punya bayi yang lucu.
Sebuah pertanyaan kecil dari saya, apa kita setega itu? Setega itu untuk diam-diam mengiris perasaan orang lain? Mungkin Anda tega, saya tidak.
Kalau kata teman saya, sungguh indah dunia jika
Yang sudah menikah menjaga perasaan yang belum menikah
Ibu rumah tangga menjaga perasaan Ibu yang berkarir dan sebaliknya
yang sudah punya pacar menjaga perasaan yang jomblo
yang sudah punya anak menjaga perasaan yang belum dianugerahi keturunan
ya! hal yang terdengar mudah bernama: SALING MENJAGA PERASAAN dan bukankah akan menjadi lebih tenteram jika dunia diganti dengan hal bernama: SALING MENDOAKAN
Sosial media itu seharusnya menjadi sebuah media untuk menyalin silaturahim bukan?
Bukan ajang riya` apalagi media pengganti SMS #hadeuh =.=
Tahukah kalian bahwa kata adil berasal dari bahasa Arab yang berarti berada di tengah-tengah, jujur, lurus, dan tulus.Maka sesuatu itu harus adil, berada di tengah-tengah, tidak terlalu berlebihan. Go ahead! share everything to the world! tapi ingat selalu ada batas antara apa yang bisa dan tidak bisa kita share. Kelola pemikiran kita terlebih dahulu sebelum memposting sesuatu.
Saya meyakini pembaca blog saya mayoritas sudah diatas 20 tahun.
Usia yang sudah cukup matang dan dewasa.
Tua itu pasti tapi dewasa belum tentu, dan saya pikir kita semua ingin memutuskan menjadi seseorang yang dewasa. Seseorang yang memiliki kualitas sikap dan tingkah laku yang kompeten untuk kelak menjadi teladan yang baik untuk generasi-generasi kita selanjutnya.
Memilih untuk memiliki kualitas yang mumpuni untuk menjadi insan yang bahagia dan membahagiakan orang lain.
Maka bukankah itu semua perlu dimulai dari mengkoreksi diri sendiri?
Makan bukankah itu semua perlu dimulai dari hanya sekadar memilah mana yang sangat buruk, buruk, baik, dan terbaik? Itulah gunanya pemikiran kita mendewasa, agar level pemilahan kita terhadap segala sesuatu meningkat
Mudah? Hahahaha… yang jelas tidak lah!
tapi setidaknya kita tidak akan pernah bisa jika tidak pernah mencoba, dari sekarang
waktu yang akan menempa kita.
Insya Allah 🙂
Jadi semoga kebahagiaan kita yang sederhana akan menjadi lebih indah ketika kita juga bisa membahagiakan orang lain…
Semoga kebahagiaan kita yang sederhana bisa mendapat ridha-Nya dengan cara-cara yang manis dan penuh surprise, seperti biasa 😉