Weddingnomics ala Indonesia: Mengapa Menikah di Indonesia itu “relatively” mahal?


Saya tergeletak di rumah hari ini karena sakit perut, yo wis mari menulis blog.
Yak Sodara-Sodara… izinkan saya yang belum menikah ini dan hingga Ramadhan 2016 hilal mengenai jodoh saya belum terlihat (yang terlihat adalah deadline proposal penelitian yang semakin mendekat) berbicara mengenai apakah nikah itu harus mahal? Pernikahan seperti apa sih yang ideal? dsb..dsb…dsb….

Entah ada angin apa, saya tergerak untuk men-search biaya paket pernikahan kemarin malam. Sungguh jomblo optimis, belum ada bayangan pun sudah melihat paket2an ahahahaha. Jadi nih ya buat kamu yang sama-sama Jomblo dan bloon masalah beginian, rupanya layaknya level di MLM paket nikahan juga ada yang bronze, silver, gold, sampai platinum! Namanya juga mahasiswa modal ngepas dong, saya lirik lah paket pernikahan bronze di sebuah cafe di Bogor, yang KATANYA sedang promosi. Sungguh mencengangkan…. total 30 juta!!! Uhuk…. bisa bayar satu semester kuliah di kampus saya loh ini. Dan itu untuk makan 300 pax (berarti sekitar 150 undangan). %^%**%^%$%$#$#^&%*(^&%^$%$
Rasanya pengen langsung mencurahkan isi hati pada Allah SWT, “lapangkan rizki hamba Ya Allah….”

Semakin gatal untuk menulis lebih detail mengenai hal ini ketika di socmed viral sebuah foto yang ini nih:

Mungkin bagi kalian ini biasa aja, namun sebagai pakar sosial media dan penulis blog semi-senior (ahahahaha ngaku-ngaku), hal ini jadi super seru!
Para jomblo yang masih kere tentu berkoar-koar dengan semangat 45 #SETOOODJOOOEEE
Para pasangan yang sudah menikah dan ehmmm… budgetnya cukup tinggi plus nikahnya di gedung apalagi yang kebetulan tinggal di kontrakan, kemudian angkat bicara “Heh… nikah sederhana sih oke, tapi GAK USAH NYINYIR WOY!”
Pasangan yang baru menikah dengan budget seadanya belum terlihat melakukan argumentasi berarti di social media, mungkin mereka sedang asik menikmati waktu dengan pasangan masing-masing #JanganIriYa

Dan Indonesia pun tetap ramai seperti biasa 🙂

Okay… mari kita selesaikan masalah ini dengan kepala dingin.

Berdasarkan teori, pernikahan itu sebenarnya gak perlu mahal, bahkan dianjurkan sederhana.Dalam Islam misalnya, pentingnya ada walimahan adalah untuk woro-woro ini looooh si A udah nikah dengan si B. Sebagai bentuk syukur yaaa ngundang orang masa sih gak disuguhin makanan? Namun makanan itu sendiri yaaa semampunya pengantin, kalau hanya bisa menyediakan jagung bakar yang jangan maksa nyediain Burger Kong. Gitu loooooh~ simple kan. Namun tentu pada praktiknya tidak semudah itu.

Jadi berdasarkan analisis culun saya, mengapa biaya pernikahan di Indonesia bisa begitu mahal? Ada dua komponen utama yang super mahal: 1. Catering, 2. Sewa gedung
Saya tidak akan melakukan perlawanan pada poin pertama. CATERING! a.k.a makanan. Camkan ini baik-baik, apapun acara yang akan kalian gelar nanti pastikan makanan kalian harus ENAK dan CUKUP. Pernah suatu hari saya datang ke undangan pernikahan mahamewah, namun 5 menit setelah tamu undangan keluar dari gedung, kebanyakan mengeluh “Gila…! Semangka aja gw gak dapet, Bray! Ludes semua!”, “Eh iya loh… gw juga cuman kebagian aquo gelas, mayan lah daripada gigit sendal”

Ya! bukan indahnya tenda apalagi perkara cantiknya atau gantengnya pengantin, yang pertama kali tamu Indonesia kritisi dalam sebuah pesta pernikahan adalah MAKANAN!
Bahkan, Kalian yang scientist mungkin gak tau hal ini, namun dalam ilmu hitam Indonesia… dukun di Indonesia menyediakan service khusus untuk membalas sakit hati Anda kepada pasangan yang meninggalkan Anda kawin dengan orang lain dengan cara membuat seluruh makanan catering BASI!
Yaaaa… makanan, adalah faktor paling krusial :’D

Sebagai ekonom, pemerhati ilmu sosial, dan penggiat makanan… saya setuju mengenai mahalnya biaya catering. Namun, jika saya boleh saran… pangkaslah biaya di penggunaan es ukir yang setinggi puncak Mahameru! Iya sih cantik, tapi useless… kecuali setelah acara resepsi, Mamang tukang es serut kemudian memboyong si es untuk kemudian disulap jadi es serut, “Mang… es serut satu, Mang!”

Sudahlah…. makanan sih makanan aja gitu loh, pastikan makanannya enak dan gak apa lah kalau kelebihan sedikit. Jika ada kelebihan, bungkus jadi beberapa nasi kotak, bagikan ke orang-orang kecil di sekitar. Pak satpam, tukang sapu, dsb…dsb…dsb…
Mari kita case closed masalah makanan. Mari berjuang untuk menyediakan makanan yang murah namun tidak murahan untuk para tamu undangan kita nanti, Allahuakbar!

Lalu masalah gedung…Nah ini yang setelah baca listnya, saya semakin dekat kepada Allah SWT karena senantiasa melafalkan “Astagfirullah”
Namun kita tidak bisa menyalahkan para pengguna gedung untuk resepsi, kenapa? karena beres-beres rumah itu bisa bikin gila! Saya, saya harus jujur bahwa saya pasti akan memilih resepsi di gedung atau out door, bye rumah! Kenapa? 1. Mama saya kan sakit ya, terlalu kejam jika kemudian membuat Beliau terlalu kelelahan secara fisik dan psikis melihat rumah yang super berantakan setelah resepsi. 2. Rumah saya itu di pinggir jalan, yaaaa masa iya saya mau memblokir jalan. That’s super annoying thing.
Saya percaya di luar sana banyak orang yang memiliki alasan serupa dengan saya

Maka… mengatakan nikah di gedung itu sebuah dosa merupakan sebuah kesalahan besar. Kita semua punya argumen kuat untuk membantah itu.
Namun, haruskah gedungnya super mewah? Waaaah…. ini sih lain cerita.

My dream wedding itu yang super sederhana di sebuah taman atau kalau hujan ya terpaksa di gedung, yang dateng gak perlu banyak tapi orang-orang yang saya kenal. Semua orang bisa makan di kursi dan meja, termasuk saya dan suami saya…. yaaa gila aja, masa kalian tega sih saya kan pasti udah diet tuh biar gaun muat kan, terus rela berdiri dan tersenyum pas foto, mungkin suami saya juga kelak kemudian (dan menurut prediksi dia pasti lebih rewel karena males hal-hal seremonial), mana mungkin kami juga harus rela menahan haus dan dahaga….. TIDAAAAAAAAKKKK~~~~~ bring my foods!
Adik saya juga sudah memberikan statement: “Kiki and Mom, we are on the foods stall side. Period”
karena saya berharap biaya resepsi saya sepenuhnya ditanggung saya dan suami saya kelak, tamu undangan yang gak perlu banyak, dan hiburan terbesar adalah makanan enak… tentu saya tidak butuh gedung mahamewah. Bukan tidak mau, tapi tidak sanggup dan mubazir :p gak usah muna deh, siapaaaaa….siapaaaaaa yang nolak kalau nikah di gedung mewah itu gratis? Gak akan ada ahahahaha.

Lha… tapi itu kan Marissa. Siapalah Marissa, remah-remah rawit di bungkus gorengan.
Beda cerita ketika yang jadi manten atau orang tua mereka memegang peranan khusus di masyarakat. Ada yang pejabat, bussinessman, macem-macem lah pokoknya. Nah, resepsi itu kemudian bukan hanya sekadar acara selamatan atau woro-woro terjadi pernikahan,namun juga sebuah media networking, ya masa iya orang-orang dalam lingkup network tersebut gak diundang? Waaah bisa kacau dunia persilatan, keluarga itu bisa dibilang “sombong” dsb… walaupun mungkin maksudnya bukan begitu. Kata teman saya “Nikahan di Indonesia itu, Mon…. bukan hajatan mantennya, tapi hajatan orang tuanya”
Nah! Ini yang harus kalian ketahui. Bukan hal yang aneh ketika nikahan di Indonesia, pasangan pengantin tidak tahu siapa tamu yang datang menyalami mereka… why? Karena itu bukan tamu mereka! Itu tamu orang tua mereka. Salah? Tentu tidak…
Ini harga sebuah budaya dan tradisi.
Masih ingatkah kita ketika Pak Jokowi mengadakan pernikahan anaknya? Pernikahannya cukup sederhana untuk seorang anak presiden. Banyak tanggapan positif dari masyrakat, namun nyinyirers tetaplah nyiyirers… ada juga yang bilang “Yah, masa’ anak presiden ngirit-ngirit banget nikahannya”

Di negeri seheterogen Indonesia, melangkah kemanapun pasti ada pro dan kontra.

Jadi mari kita berikan senyuman tulus kita pada pasangan-pasangan yang menikah baik di gedung yang seadanya dan yang mewah….
hargai bahwa di balik kursi mempelai, banyak pertimbangan-pertimbangan yang kita sendiri mungkin tidak ketahui. Kita diundang untuk mengucap doa, bukan untuk menjadi auditor biaya pernikahan.

Saya memang orang yang bermahzab nikahan yang super simple, gak lama, dan budget yang ada lebih baik buat nabung… kasih ke panti asuhan…. dan keliling dunia.
Saya juga orang yang tidak pro dengan Pre-wedding photography, walau saya suka foto setengah mati. Alasannya… mungkin budget foto bisa dialihkan buat makanan (hiyaaaa makanan lagi). Seriously, pre wedding bagi saya itu ribet… harus pose lah, harus cari tempat, alamat… udahlah ya after wedding photo aja lah, sini gw foto ampe Memory card penuh.
Saya juga bermimpi pernikahan saya kelak, EO-nya sahabat-sahabat saya dan ide adik saya plus geng-gengnya… yang mengatur makanan, rekomen tempat, yang nyanyi, yang angkat panci, beresin taplak meja, dsb… terlihat kejam kan, memang ahahahahha *disinyalir setelah ini sahabat-sahabat saya langsung pergi tanpa jejak*, tapi saya merasa semuanya jadi lebih personal :]

tapi kan semua orang tidak seperti saya, tidak semua berada pada kondisi psikis, emosional, ekonomi, sosial, dan budaya seperti saya.
lebih tepatnya lagi: KITA SEMUA BERBEDA
dan alangkah menyenangkannya menghargai perbedaan yang ada.

Pernikahan yang mewah? Saya gak kontra tuh…. saya senang malah apalagi kalau di undang, terus ada gubuk makanan yang WOW! Ahahahahha…
Pernikahan yang sederhana? Saya juga suka… tidak ada yang lebih menetramkan hati melihat resepsi pernikahan dengan kesan humble dan apa adanya. Rasanya gak mau berhenti senyum dan bilang “Oh guys! You made it, very well”
Masalah mereka mau tinggal dimana setelah menikah… kontrakan, apartemen, hotel, rumah kardus… hahahahahhaa, who’s care? Pertama, itu bukan urusan kita semua. Kedua, kini mereka punya sepasang tangan untuk menutup telinga mereka masing-masing, hanya perlu ketulusan hati dan sebuah kalimat singkat “Hei… mari kita jalani kehidupan kita bersama hingga rambut kita memutih nanti”

Udah ah, jangan baper.