Jangan mau jadi ghostwriter!


Buat kalian yang follow twitter saya, pasti liat saya murang-maring terus akhir-akhir ini. Huft~ many things, kawan. Mikirin saya kira-kira akan kerja dimana? Karena selama ini terlalu santai jadi pas udah satu tahun jadi asisten peneliti di kampus baru ngeh “Hei…hei… move on dong, Mon…. move on!” apalagi inget Mama masih belum sembuh bener dan adik gw sekolah mukyaaaaaa~ sebenernya nggak masalah sih, karena saya punya keluarga yang baik sekali. Haaaah… baik sekali, sangat baik. Tapi gimanapun setiap anak pertama di suatu keluarga atau anak laki-laki tunggal di suatu keluarga akan berpikir serupa seperti saya? Iya kan? Agak telat ya.

Hal lain lagi yang bikin saya kesal adalah… lagi-lagi saya berhadapan dengan dunia yang sangat kejam menurut saya, khususnya untuk penulis-penulis kere, dunia itu bernama dunia “Ghost writing”

Kalian senang membaca?
Punya buku-buku favorit?
Kagum dengan penulisnya?
Tapi apa kalian yakin orang yang tertera pada cover buku atau karya tulis lainnya tersebut benar-benar merupakan orang yang menulis karya tersebut? BELUM TENTU.

Ada orang-orang yang disebut ghost writer!

Ghost writer adalah orang yang menuliskan karya tulis orang lain, biasanya buku. Jadi misalkan ada Si A dia punya ide menulis tentang krisis ekonomi global misalnya. Idenya banyak… tapi nggak terstruktur dan nggak karuan dan si A ini merasa tidak bisa menulis atau tidak punya waktu untuk menulis, maka si A bisa mendelegasikan proyek menulis itu kepada si B yang punya skill menulis yang lebih baik. Nah si B ini yang kemudian nulis sampai ketombean.

Lalu dimana letak kekejamannya?
Kekejamannya adalah, Si B tidak akan pernah ditulis dan dianggap sebagai penulis! TIDAK SAMA SEKALI! yang tertera sebagai penulis karya tersebut tetap aja si A. Bahkan jika si A hanya nyuruh-nyuruh saja? Iyaph! Tepat sekali. Bahkan jika si B guling-guling untuk mati-matian menyelesaikan karya tersebut? Absolutely!

Kok ada orang yang bodoh banget mau jadi ghost writer? Errrr… ada, banyak. Dan saya pernah menjadi ghost writer beberapa kali. Gak usah bilang apa-apa, saya juga merasa “Gila gw kok bodoh banget”

Track record pertama saya menjadi ghost writer adalah ketika saya baru masuk kuliah. Ada sebuah pihak yang mengajak saya ikut dalam sebuah proyek penulisan. Namanya anak ingusan, saya langsung say “YES” dong… maka saya kerjakan proyek yang ditujukan pada saya dengan gegap gempita. Dulu lagi antusias-antusiasnya, karena mikir “Gila gw bakal seneng banget kali ya dapet uang sendiri, bagi-bagi ke Mama, bla…bla…bla…”

Tapi saya kemudian menyadari bahwa saya salah! Salah total! Karya saya diakui sebagai salah satu karya terbaik diantara penulis-penulis cabutan lainnya. Wueeeeeh, bangga dong! Dan saya diberi upah 750.000 IDR saat itu. Sekali lagi, sebagai anak ingusan saya happy-happy aja. Pihak tersebut kemudian bilang bahwa karya saya tersebut untuk buku bacaan anak sekolah dan yang bikin happy lagi nama saya tercatat sebagai penulis dan sebagai kenang-kenangan saya akan dikirimkan bukunya. Rupanya? Rubbish! saya nggak pernah dapet bukunya, dan saya baru mengetahui bahwa nama saya tidak pernah tercatat sebagai penulis. Yang lebih bikin sakit hatinya lagi, rupanya proyek itu adalah proyek besar! Penulisan buku ajar untuk anak sekolah… kalian tahu berapa total kontraknya untuk satu karya? 150.000.000- 250.000.000 IDR. Bukan masalah uang sih… tapi masalah sakit hatinya.

Saya urungkan kesedihan saya itu…
Kemudian, saya kembali mendapat tawaran untuk “membantu” menulis untuk seseorang. Temanya tentang apa yang harus dilakukan seorang pegawai setelah mereka pensiun. STD lah… investasi… wirausaha… dsb… dsb… pokoknya begitu lah. Tema yang menarik, maka gw iyakan untuk menyanggupinya. Tapi dia maunya, dia harus keliatan eksis di buku itu. Jadi harus ada foto dia lagi bisnis dkk. Ya udah sih sepele, saya iyakan saja.

Tapi lagi-lagi saya merasa kecewa. Bayangkan! Saya harus bulak-balik menemani si seseorang ini! Foto dia lagi seminar lah… lagi bisnis lah… lagi ini lah… lagi itu lah. Lebih parahnya lagi… saya bahkan harus foto orang-orang yang desek-desekan di stasiun ! Katanya apa ? Biar dapet gambaran hiruk pikuk orang kerja bla…bla…bla…

Saya lalu muak… Mama saya lalu bilang “Kakak… quit! Kakak bisa melakukan hal yang lebih baik” Saya pun kabur… memutuskan kontak dari dunia luar dengan siapapun. Bahkan ketika saya sempat terpergok dan saya ditawari honor yang lebih tinggi. Sorry, I tired. Lalu setelah itu saya menjadi asisten dosen di kampus saya. Jauh-jauh-jauh lebih baik.

Tapi konon, kita harus menyelesaikan setiap guratan nasib dalam hidup kita, bahkan sesial apapun itu. Jangan kalian pikir jadi ghost writer itu secara sadar saja ya… bisa juga secara tidak sadar seseorang terjebak menjadi “ghost writer”

Beberapa waktu yang lalu, saya kedapatan e-mail dari seseorang. Cukup dekat, karena menurut saya orangnya baik… senyumnya ramah… pokoknya manis banget deh. Dia meminta saran untuk memperbaiki tulisan dia, konon untuk lomba. Setelah saya lihat, wueeeeesh ! Masih acak-acakan. Saya suka orang yang suka menulis dan menbaca, maka saya bantu dia. Saya beri dia masukan.

Entah apa yang terjadi, taraaaaa~ dia jadi keasikan dan kemudian bilang “Gimana kalau kita nulis berdua aja” okey…. saya tahu ada lomba dengan tema X, tapi untuk mahasiswa… saya kan sudah tidak jadi mahasiswa lagi jadi saya merasa tidak masalah jika saya jadi penulis kedua, toh nanti yang diminta KTM dia kan. Tapi saya mulai curiga… kok lama-lama jadi saya yang ngerjain semua ya. Kalian bisa bayangkan… setiap hari saya belajar, lalu menyelesaikan tugas dari dosen saya, dan tiba-tiba direpotkan dengan tugas menulis yang super menyebalkan lagi. Jangan heran kalau jam 3 atau jam 4 subuh saya masih gentayangan di twitter. Capek sekali. Tapi karena bagi saya menulis itu adalah sebuah tanggung jawab maka harus saya lakukan gila-gilaan. Saya nggak mau mengecewakan pembaca saya kelak karena tulisan saya tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Lalu selesai lah kerja keras saya, fiuh… tinggal berjuang buat belajar untuk aneka recruitment yang akan datang. Tiba-tiba… jeng…jeng… saya mendapatkan kabar bahwa tulisan itu bukan untuk lomba! Tapi untuk proyek dosen yang dosennya berikan untuk dia! Hoh? Dengan entengnya kemudian dia bilang “Ini dijadiin tulisan untuk proyek dosen aku. Makasih ya tulisannya bagus, dosenku seneng. Tapi nama kamu nggak bisa dimasukin”

Saat itu sempet berdoa, “Ya Allah… boleh nggak jadi psikopat sehari ajaaaa… biar hamba musnahkan orang-orang menyebalkan” untung nggak diijabah. Saya merasa ditipu habis-habisan. Dan sedihnya lagi… saya mau cerita ke siapa? Haaaaah sedih sekali. Manusia itu bisa jahat… jahat sekali ketika mereka mau.  Sorry, friend! It hurts! So hurts! makanya saya ngomel-ngomel sendiri di twitter -.- memang jangan menulis apapun ketika kau sedang marah, Tapi… arrrrgghhhh gilaaaaa, siapa yang nggak sedih parah digituin? Manusia itu memang luar biasa… mereka bisa baik sekali, jahat sekali, atau jadi apapun… apapun yang mereka mau.

Apa buktinya seorang ghostwriter telah menulis begitu banyak karya ? Nggak ada, kawan! nggak ada! Karena nama seorang ghost writer tidak pernah tercatat dimanapun! Bagi seorang penulis, sebuah kehormatan adalah ketika karya mereka di akui. Bahkan ketika dikritik sekalipun, bukan masalah… yang penting ada yang baca bukan?

Saat seorang penulis tidak diakui keberadaan dan kualitas tulisannya… mereka kehilangan beberapa bagian dari kebahagiaan mereka. Ghost writer itu seperti manusia yang kehilangan suaranya… mereka tidak bisa teriak, gak bisa protes juga,  karena tidak ada bukti yang nyata mengenai apa yang telah mereka perbuat. Kebayangkan kan gimana rasanya? Sedihnya itu loh… jlebh jlebh jlebh.

Saya sedih sekali, kok kayaknya ada ajaaaaaaa yang tega mengganggu ketenangan saya ketika saya sedang diem-diem adem dengan tenangnya.  Ketika saya lagi seneng-senengnya ngurus Mama dan adik saya. Saya ini kok over banget bodohnya. Kalau ingat rasanya marah sekali… dan jadi nggak mau percaya kesemua orang di muka bumi ini. Buat info aja ya… semua yang menjadikan saya ghost writer itu semua orang-orang yang secara interface baik banget…. sangat kelihatan baik! Sulit dipercaya deh.

Intinya… Jangan jadi ghost writer,
Biasanya yang jadi ghost writer itu anak-anak muda yang masih awam banget di dunia tulis menulis. Iyalaaaah, mereka masih antusias kan. Tapi suatu hari pasti akan ngerasa deh sedihnya pas tau kalian tidak dikenal seperti layaknya tulisan kalian. Jangan bilang saya sok tahu, saya sudah merasakannya berkali-kali. Ada untungnya sih, saya belajar menulis sejak saya jadi ghost writer itu, tapi yaaaaa… apa ya? melelahkan jiwa dan raga aja sih.

Pokoknya, Jangan jadi ghost writer! Lebih baik naskah kalian ditolak jutaan kali oleh penerbit daripada jadi ghost writer! Pokoknya hati-hatiiiiii banget! banget banget banget!

Oiya… nggak usah ngomong apa-apa… saya tau kok saya bego banget bisa “terjebak”. Jadi errrr… jangan bilang apa-apa selain yang bisa menghibur hati saya :p