Surat Terbuka untuk Dek Asa Firda Inayah (Afi)


—————————–

Prolog

Pada akhirnya saya terpaksa menulis surat terbuka juga. 

Tidak! Sejak awal saya katakan saya tidak akan membully anak yang baru lulus SMA seperti Afi. Namun kakak yang baik pun kadang harus memarahi adiknya, dengan menegur, dengan sedikit nada tinggi. Saya prihatin dengan Afi karena saya punya adik yang seusia dia. 

Saya menulis ini karena saya sudah ada di titik dimana saya menempuh jenjang pendidikan tertinggi, dimana menulis menjadi hal yang begitu rumit, dimana plagiarisme menjadi tidak ada celah sedikit pun. Untuk Afi, adik saya, dan adik-adik lainnya, semoga kalian akan menyadari apa makna berjuang dan menempa diri yang sesungguhnya… dan betapa pentingnya menerima kritik. 

——————————————-

Dear, Afi

Andai kamu membaca postingan saya beberapa minggu yang lalu mengenai betapa saya berharap kamu bisa menjadi lebih baik dan menyadari kesalahan kamu begitu besar. Saya prihatin dengan aneka bully yang saya anggap terlalu keras untuk kamu. Saya tahu kamu salah! Namun remaja seringkali melakukan kesalahan dan jika kamu ingin menjadi remaja yang baik, ingin menjadi orang dewasa yang baik, maka kamu akan belajar memperbaiki kesalahan yang kamu perbuat. 

Mbak Rosiana Silalahi pun mungkin demikian hingga kamu diundang di acara TV. 

Mas Addie MS pun demikian hingga kamu di sebut dalam cuitannya

Bahkan Pak Jokowi pun hingga mengundang kamu ke Istana… padahal di saat yang sama adik kita di Aceh menemukan cara bagaimana menghasilkan listrik dari kedondong. Penelitian yang bagi  beberapa “kakak-kakaknya” dinilai cemen dan tidak applicable, tapi that’s a genius step for a young scientist. Tapi Pak Jokowi mengundang kamu, Fi! Maka logikanya kamu bisa mewakili anak-anak dan remaja berprestasi di Indonesia saat itu. 

Kamu harusnya bahagia bahwa di balik orang-orang yang mencaci kamu, beberapa warga Indonesia menyimpan harapan kepada kamu. Kami… bangga dengan keberanian kamu… bangga dengan anak daerah yang mulai mau buka suara… kami memaklumi dan memaafkan kesalahan kamu pada saat itu. Pikirkan betapa sayangnya kami pada kamu, Fi? Jika kamu di dunia Barat, cemoohan yang kamu dapat mungkin lebih tajam lagi dan tak ada maaf untuk plagiarisme dalam bentuk apapun. 

Sayangnya, rupanya kamu yang tidak sayang pada kami semua. 

Kamu yang kemudian kian menjadi dan mengubur harapan kami-kami yang tadinya berusaha memahami usaha kamu. 

Kamu terus melakukan plagiarisme… 

terus mencatut karya-karya orang lain dan menggunakan nama kamu seakan-akan itu murni hasil tulisan kamu. 

Bahkan terakhir, video kamu yang rupanya tiru habis perkataan Catherine Olek. Catherine lalu berusaha membantu kamu, tapi argh kamu kemudian mengecewakannya lagi. Padahal mbak Catherine ini foto model panas, Fi… pemikiran dia berkarakter sih, tapi ya beberapa pilihan katanya kan jadi kurang sreg dengan budaya ketimuran kita. Dan ya ampun! Itu pun kamu tiru habis. 

Kamu lalu pacaran, dan sedikit demi sedikit memperlihatkan public display affection dengan pacar kamu. Aduh makin gemas rasanya! 

Apakah itu contoh yang baik untuk remaja seusia kamu, Fi? No! A big no! 

Baiklah jika kamu tidak peduli dengan kami bangsa Indonesia, jika kamu tidak sayang dengan orang orang yang diam-diam mulai mendoakan kamu. Jika kamu tidak peduli dengan perkembangan mental remaja Indonesia yang sudah kenal mbak awka**n eh terus kenal kamu yang sayangnya belum membuktikan apa prestasi terbesar kamu untuk negeri ini. Ok! Jikapun demikian kamu harusnya sayang dengan orang tua kamu, bukan? 

Maaf saya membawa-bawa tentang keluarga kamu, namun kamu tahu persis kondisi ekonomi keluarga kamu tidak begitu baik. Ibu kamu pun tidak terlalu sehat bukan? Tapi mereka membesarkan kamu dengan luar biasa, menyekolahkan kamu, dan semunya inshaallah berkah. Kamu tahu apa harapan mereka? Agar kamu lebih baik dari mereka. 

Saya yakin mereka tidak berharap kamu sampai terkenal luar biasa, mereka berharap kamu sukses dengan karya dan usaha kamu, mereka berharap kamu terus belajar lalu menjadi orang yang baik, benar, dan semoga lebih berhasil dari mereka. 

Dan jika kamu meraih “prestasi” dengan memakai hasil karya orang lain… dengan jerih payah orang lain yang kamu aku sebagai jerih payah kamu sendiri, maka kamu tahu siapa yang paling kamu khianati dan sakiti? Yes! Your parent. Congratulation if that’s what you want in your life. Tapi ah masa’ kamu gak punya nurani sampai ke situ? 

Kamu depresi? Kamu kena bully? Saya pun pernah! Saya yang dulu mungkin berada di posisi yang lebih menyedihkan dari kamu, Fi. Ayah saya sudah meninggal dunia sejak saya SMP, mama saya sakit stroke dan diabetes. Apalagi? Bully? Saya sudah pernah merasa verbal bullying dari dibilang gendut, jelek, hingga bodoh. Tapi apa kemudian saya mencatut karya orang lain agar saya diakui? Apa saya bertindak playing victim agar orang iba kepada saya? Tidak, Fi….Saya ingin membuat orang tua saya bangga maka saya belajar giat, saya terima semua kritik dari guru dan teman saya. I cried a lot! Tapi kemudian bangun lagi, dan berjuang lebih keras lagi. Saya ingin menjadi contoh untuk adik saya. Saya ingin meraih impian saya… dan saya paham itu semua butuh proses yang sangat lama. Butuh jatuh berkali-kali, butuh gagal berkali kali, butuh sakit hati berkali-kali. Tapi itu semua menempa saya menjadi saya hari ini, dan saya merasa damai dengan diri saya sendiri karena saya merasa “Wow, I did it! Pasti bisa melanjutkan segala hal dengan lebih baik lagi.” Itu semua yang melatih saya untuk bangkit setiap kali jatuh, menjadi pribadi yang tidak lembek ketika menghadapi sesuatu. Dan menjadi peneliti yang bukan hanya kritis, namun juga bermoral dan berkarakter. 

Dan itu membuat saya merasa nyaman dengan kehidupan saya saat ini. Saya tidak perlu memuaskan persepsi orang lain, saya hanya butuh melakukan sesuatu yang benar… dan baik. 

Maka Afi, mari kita sudahi permainan ini. 

Belum terlambat untuk memperbaiki diri, lalu menekan tombol “reset”. Minta maaflah dengan tulus, setulus-tulusnya, kepada seluruh warga Indonesia, akui seluruh kesalahan yang kamu perbuat. Beberapa akan mencaci kamu, tapi setidaknya kamu sudah bertindak ksatria dengan meminta maaf. Dunia sesaat akan membenci kamu, tapi bukankah kamu punya orang tua dan keluarga yang kamu banggakan? Mereka akan tetap bangga pada kamu, Fi. Keluarga akan selalu bersama kamu. 

Minta maaflah kepada orang-orang yang sudah kamu catut karyanya, akui bahwa kamu salah (and I am sure they will forgive you), tapi mereka pun menanti kesadaran kamu untuk secara fair mengakui kesalahan. 

Lalu jika kamu depresi dengan caci maki yang ada, tutup saja media sosial kamu. Jangan buka hingga kondisi mereda, fokus pada perbaikan diri kamu, perbaikan kualitas berpikir, perbaikan kualitas menulis. 

Kami akan memaafkan kamu, Fi… jika dan hanya jika kamu mau secara lapang dada mengakui kesalahan kamu. Dan percayalah kebencian kepada kamu akan meningkat jika kamu tidak kunjung menyadari dan mengakui kesalahan kamu. 

Dan… Saya gak terlalu peduli sih orang mau pacaran atau gak atau whatever. Jika “mamas” kamu orang yang benar2 baik, dia akan menjadi orang yang mensupport kamu bahkan ketika kamu tidak terkenal lagi sekalipun. Jika rupanya Mamasnya putus kontak dan menjauh, well… setidaknya kamu akan tahu mencari teman yang benar-benar baik dan tulus itu susah kan. Dan rasa-rasanya kami, warga Indonesia, tidak butuh kisah cinta kamu dengan Mamas kamu, itu sangat tidak penting… jadi kami pun tidak butuh pamer lemparan panggilan sayang yang kalian sebar di sosial media. Dan titip salam loh ke Mamas kamu, saya mengecek tulisan dia tentang anti pacaran dsb, lalu kemudian dia melanggarnya sendiri, kami tidak usil dengan kalian mau pacaran atau tidak… tapi inkonsistensi yang terjadi membuat kami super ilfil. 

Meminta maaf lah, Afi dengan segala kerendahan hati. 

Dan pergilah sejenak dari dunia maya, karena mungkin kamu perlu belajar lebih banyak hal dari dunia nyata. 

Kamu bisa lebih baik dan bijaksana, kamu bisa! Namun apa kamu mau? Kami menanti jawaban itu. 

Jangan-Jangan kita menciptakan phobia baru: Non-Moslem-phobia


CAUTION: Beberapa dari kalian mungkin tidak setuju dengan saya, but this is just my personal opinion. So, you no need to read nor agree for this one.

Sering gak sih kalian gabung komunitas-komunitas akhwat atau ikhwan atau apapun lah. Lalu ujung-ujungnya selalu ada cerita-cerita parno seperti
“Ya ampun, iya negara X tuh non-muslim semua sih. Mereka itu jahat sama Muslim”
“Ih, gak mau ke sana deh, negara kafir.”
“Oh mainly orang di negara itu kan Jewish, ya ampun pasti picik”

Jika kalian belum pernah, percayalah saya sudah berpengalaman perihal ini. Bukan hanya Indonesian loh, forum internasional pun begitu. Waaah, jangan kira semua orang itu “open minded”, kagaaaaak.

Jadi ceritanya, saya punya beberapa sahabat pena… dan ada yang menggagas “Eh bikin komunitas sahabat pena yang Muslimah yuk”, saya pikir well… why not. Saya pikir kami akan membicarakan hal-hal berfaedah semacam kalau puasa di UK tuh gimana sih? di Afrika gimana sih? In fact? Not really….
Saya mulai malas ketika mereka cerita tentang pengeboman yang terjadi di beberapa tempat di Eropa, dan mereka jadi parno dan merasa semua orang yang non-Muslim itu staring at them and pointed their nose. Well… mungkin, tapi saya pikir ya yang baik toh masih banyak. Kok gitu aja pusing. Hidup suudzan itu capek loh, kawan.

Puncaknya saya akhirnya “meledak” juga, karena saya kurang enak badan… banyak deadline, dan baca hal-hal kurang mutu kok jadi emosi ya. Beberapa orang dari grup tersebut berangkat jalan-jalan ke Jepang. Terus mereka mulai mengoceh “Ih kok kayaknya orang-orang ngeliatin karena saya pakai hijab ya?”, “Ih repot banget sih harus kemana-mana bawa botol air buat wudhu”, “Ih iya, waktu kesana anak kecil juga suka tanya-tanya kenapa saya pake hijab”

my question is, “THEN, SO WHAT?”

You couldn’t deal with that? Then, never go abroad! As simple as that.
Dan saya menyayangkan keparnoan mereka (dan banyak orang yang serupa), really?… really?… really they staring at you because you use hijab? really? because you are Moslem? So, what do you want… people close their eyes when looking at you?
Saya pikir untuk kasus di Jepang,  Japanese merasa grogi aja ketemu foreigners karena they simply can’t speak english well! Mereka bakal liatin kalian karena mikir “Aduuuh mampir ke sini gak ya? Aduuuuh nanti harus ngomong apa? Mereka ngerti nihongo gak ya?”

Lalu apa yang salah dengan anak kecil yang kepo? Saya selalu senang ketika ada anak kecil yang bertanya pada saya. Kenapa saya memakai hijab? I will tell them kalau di Islam memang diwajibkan. Kalau lanjut lagi kenapa, yaaaa apa susahnya sih ngejelasin ini semacam identitas kalau kita ini muslim. Dan mau tau gak yang gila itu apa? Hal-hal seperti ini sudah dijabarkan di dalam Quran dengan lugas dan baik. Masa’ harus ribet mikir mau jawab apa… dan mikir “Wah ini nanya pasti karena punya bad intention nih.” Then if you can’t explain this kind of thing kepada anak kecil dengan cara yang baik dan sederhana dan mudah dimengerti… wow! welcome to the club, mungkin kita sama-sama cuman baca Quran aja tapi gak ngerti artinya.

Kalau ditanya, “Panas dong kalau pas summer?” saya sih jawab aja “Iya…” apa susahnya jujur. Apa susahnya bilang “Tapi rule of the game-nya begini, jadi mau gimana”

Dan apa lagi? Masih ngeluh harus bawa botol aer kemana-mana buat wudhu, ya ampun… first, shalat itu KEWAJIBAN, second, kita harus menyadari kita ini MINORITAS! and Third, lo bisa tayamum kalau rupanya Jepang adalah daerah gurun tanpa air. Bisa shalat di taman dengan cuek aja udah subhanallah loh. Kalau kalian ke Paris, polisinya tuh bawa senjata semua, lo mau shalat di taman juga jiper. Jadi, bagi saya sih Alhamdulillah banget lah di Jepang, cukup nikmat untuk beribadah.

Sorry, guys! You might be really mad on me, blacklisted me from your “friend-to-be” list, but let me tell you: Bagaimana kita bisa berdakwah dengan teman-teman non-muslim kita jika kita sendiri REMPONG! Jika kita bahkan belum selesai dengan keresahan-keresahan yang kita buat sendiri? Ya! Saya tekankan di sini…. keresahan yang kita buat sendiri!

Selalu Ada Tempat di Bumi Allah untuk kita Muslim dan Non-Muslim
Merujuk kepada perjalanan saya ke Paris awal bulan ini… it was great. Hal paling menyebalkan adalah masalah copet dan karena banyak migran dan turis jadi kotanya agak kotor. Are they hate, Moslem? Ah kayaknya gak segitunya deh.

Beberapa yang tua memang agak “parno” dengan keberadaan Muslim, terutama yang berasal dari kawasan mediteran. Karena beberapa dari mereka migran, yang miskin, dan jadi homeless di Paris… when people get hungry they will get evil, dan beberapa juga ada yang menjadi pencopet dsb. Tapi sedengar saya sih kayaknya itu hanya terjadi pada generasi yang lebih tua dan lebih kolot.

I welcomed alot in Paris. Saya bahkan sering dapat croissant gratis dan beberapa kali dapat bonus di toko hahahahhaa (ini kok agaknya saya aja yang doyan makan dan belanja). But they really nice! Di tempat conference, saya bahkan banyak mendapat bantuan dari banyak peneliti dan berbagai negara. Mereka sangat helpful. No problem at all! At all!!!! Saya melihat ada masa depan yang cerah untuk toleransi antar suku, agama, dan ras kedepannya… at least from what I saw in Paris. Kini masalahnya, apa kita akan mengajarkan anak-cucu kita toleransi hingga ke level itu?

Jangan-jangan itu masih lama…..!

Di Paris, saya sengaja datang ke Notre-Dame Chatedral di hari minggu pagi…. duduk di pojokan dengar gimana sih misa mereka. Dan rupanya cantik banget, dengan gegap gempita saya hubungi teman-teman saya yang Nasrani dan bilang “Lo harus ke sini, gw gak ngerti sih senandung misa-nya apa artinya, but it might be something good… dan baguuuuus bgt!” dan mereka seneng-seneng aja… “Thank you, Mon” dan saya bahkan bilang hal ini ke teman-teman baru saya di Paris dan mereka seneng banget, “Really, you come there? Thank you so much”
Ketika saya iseng lempar ini ke teman saya yang Muslim, dan lupa mereka bukan sahabat dekat saya yang pasti tidak akan membully saya hanya untuk masalah ini (mereka sudah tahu betul I love everything related to art), saya malah diterkam komentar “Ya ampun, Mon… istigfar… semoga dijauhkan dari syirik” kan jadi ngeri. Bagaimana? bagaimana kalian bisa menasehati saya yang rebell ini jika kalian “mengerikan”. How? tell me?

Dan btw, there always a prayer space! Dan itu berarti… sebenarnya siapapun tidak dilarang beribadah, maupun berdoa. Permasalahan sebenarnya adalah, how we dealing with so many different situation, culture, knowledge.

Masalahnya apa kita mau berbagi? Apa kita mau toleran? Apa kita bisa berkompromi dengan perbedaan? Dengan ketidaktahuan orang lain? Dengan diri kita sendiri?

Memahami “Pencilan Minor”
Kalau kita belajar statistik, maka kita akan belajar ada sesuatu bernama “pencilan minor”, yaaaa di terpencil aja gitu beda dari trend yang terdistribusi normal. Dan itulah hidup! Yang sebel dan parno dengan Islam itu ada… mungkin banyak… tapi kawan yang baik itu LEBIH BANYAK!

Saya berbicara dengan teman saya dari Brazil, dan dia bilang “I was horrified with Moslem, really! And that’s because the media always… yeah! You know the news are. But then I started to meet Moslem in Indonesia and everyone are very friendly. Then I meet some Moslem in another countries, they also very nice. Then I realize Moslem are awesome and teach about peace. But, yeah… sometimes there also some Moslem who don’t even want to try to talk with us.”
See the problem? Beberapa hanya masalah lack of communication aja.

Kembali ke masalah pencilan minor lagi. Jika kalian benar dalam “mengaji” statistik, kalian akan paham bahwa yang namanya pencilan minor yaaaa abaikan saja. Gunakan populasi data yang terdistribusi normal. Then yes, no matter what… no matter where… orang yang bueeeeennnnciiiiii sama kalian dan juga Islam itu pasti ada, namun mungkin jumlah manusia yang bisa berpikir NORMAL lebih banyak daripada yang jahat-jahat itu.

Kita harus melawan para manusia-manusia jahat yang melabrak kebebasan kita beragama. Tapi percaya deh, kita tidak bisa sendiri. Dan jangan-jangan kita membutuhkan bantuan teman-teman non-Muslim kita untuk perjuangan besar semacam ini.

Kalau capek negative thinking dengan semua non-muslim di sekitat kita… repot menunjuk hidung orang lain dengan cap kafir dsb….
Maka, selamat deh… kayaknya perdamaian duni baru dicapai….mmmm… bentar itung dulu…. aha! Setelah ladang gandung dipenuhi coklat dan jadi C*co Crun*h, dan itu kayaknya setelah hari kiamat sih.

Ya, dibandingkan kalian mungkin ilmu agama saya mah remah rengginang di kaleng Kh*ng G*an…
I love music
I love art
I do drawing…
I do singing…
I have no problem with people who sing “despacito”, because they even can’t spell the lyric well -.-
I upload my selfie on social media…
I love cats, I scare of dogs… but I feel dogs are cute and I feel jealous with “dog-people”
I also think pig are so cute, especially Japan pig…
I also love to have deep conversation with my non-Moslem friend.

Dan saya tahu beberapa dari kalian sebel banget dengan those facts.
Maka jika saya boleh meminta satu permintaan terakhir, maka hal itu adalah: Please stop rempong, be positive!
Masa buat open minded dikit aja susah sih? dikit loh padahal… gak minta banyak-banyak. heu!