CHANGE! Are you ready for it?


キミは今何してる? Kimi wa ima nani shiteru?
月がボクたちを見ている Tsuki ga bokutachi wo mite iru
[What are you doing now?
The moon is watching us
]

“Do you know what? Wherever we are… no matter how far we separated… we see the same moon”
Kira-kira begitulah yang pernah disampaikan seseorang pada saya. Kira-kira begitulah yang selalu saya baca di buku-buku dengan genre roman. Tapi hei! Ini bukan masalah perbintangan, astronomi, atau apapun lah itu. Ini masalah: PERUBAHAN. perubahan ruang, waktu, sikap, pemikiran. Saya akan mulai dari perubahan yang paling ketara dulu: USIA. Siapa sangka perubahan usia rupanya bisa “lebih” daripada sekadar pertambahan tanggal di kalender. “Lebih” dari sekadar cerita avatar ketika negara api menyerang.

===============================
Untuk intermezzo, saya selipkan dulu cerita ini.

“Kak, kakak lebih senang di mana? Di Bogor atau di Tokyo?” Tanya wanita paling baik hati sedunia, Mama saya.
“Mmmm… kalau gak ada Mama dan kiki, saya lebih senang di Tokyo, Ma”
“Kok gitu”
“Soalnya teman saya di sini yaaaa cuman Mama, kiki, kucing-kucing di rumah. Teman saya di Jepang lebih banyak ma. Di sini semua sudah sibuk dengan urusan masing-masing. Terus, saya kayaknya udah gak nyambung gitu,Ma kalau ngomong sama beberapa orang. Mama tau kan,saya ini musuh-able banget sama beberapa orang. Yaaaah kalo Mama bisa dibawa ke Tokyo, ya jelas Tokyo lah,Ma. Pokoknya semua kerasa deh, Ma… semua berubah”
“Mmm… Mama ngerti sih.”
“Makanya mama yang bener-bener sehat gitu loh, biar bisa lari, saya bawa naik pesawat, kita jalan-jalan bareng. You no need to speak japanese,Mom.trust me”
“Mama belum tau sih negara lain seperti apa, tapi di sini banyak yang masih membutuhkan Mama. Iya gak?”
“Iya sih… Ma. Terus saya bagaimana?”
“Kalau sekarang yang membutuhkan kakak lebih banyak di Tokyo, kalau kakak di sana bisa merasa lebih bahagia, lebih berkembang, yaaaa udah di Tokyo dulu aja. Doa Mama selalu untuk kakak”

Dan sungguh, tiada kata paling bijak selain kata-kata Mama.
Tapi kan dunia ini dipenuhi oleh berbagai karakter manusia. Gak semuanya gitu kan. Gak semuanya memahami kita seperti orang tua kita sendiri, seperti diri kita sendiri.

===============================

Ehmmm….

Di usia saya yang sudah semakin menua ini, saya masih punya beberapa ambisi. Yang paling utama “KELILING DUNIA SEBAGAI AKADEMISI”
Apa sih salah saya? Apa salah saya ketika saya punya ambisi kalau:
Wanita itu harus cerdassss banget, jadi it’s awesome kalau wanita bisa berjuang untuk meraih jenjang pendidikan tertinggi.
Saya ingat seseorang bilang “Wanita itu harus pintar, Marissa. Karena mereka yang akan mendidik generasi-generasi selanjutnya. Anak-anak mereka.” celakanya saya jadi naksir kan sama yang mengeluarkan gagasan ini.

Apa sih salah saya, ketika saya begitu mencintai buku dan ilmu pengetahuan. Mungkin secinta saya pada kucing-kucing saya, buku-buku saya, pada sahabat-sahabat saya.
Jika matematika, ekonometrika, atau fisika itu seorang pria, maka saya akan langsung lepas masa lajang buat mereka. Mereka itu misterius, gak mudah ditebak, butuh analisis mendalam. Ihhh ngegemesin gak sih.
Saya begitu belajar, mempelajari hal baru itu eksotis. Seperti memberi vitamin pada otak.

Apa salah saya jika saya suka sekolah, suka belajar, umur sudah seperempat abad, lalu kemudian saya jomblo, dan tentu beberapa orang baik dalam beberapa hal dan buruk dalam beberapa hal yang lain, saya? Saya sangat buruk dalam menjalin komunikasi dengan “orang baru” dan I am not easily impressed with someone. Can you guys understand what I mean? Can you get it?

No? Oh okay… let’s make it clear and clearer.

Ketika saya pulang ke Bogor sebelum conference di Bali, saya sengaja menonaktifkan telepon selular saya, alasannya satu: Saya tidak mau dikontak terlalu banyak orang! Hanya keluarga dan beberapa orang yang bisa menghubungi saya.

Kenapa?

Why? Simple…. Saya ingin benar-benar fokus dekat Mama dan adik saya, dan saya merasa I am not getting along lagi dengan beberapa orang.
“Ih sombong banget lo, Mon”

Iya kali ya…
tapi daripada kalian bilang saya sombong, kalian lebih berpikir betapa sedihnya saya.
Saya merasa, saya sudah tidak bisa berbaur dengan teman-teman seangkatan saya yang concernnya sekarang ke keluarga mereka, anak mereka, pacar mereka, mungkin juga karir. Lha saya?
bayangkan saya berada di forum dimana semua orang sudah secara homogen sudah punya visi misi mengenai karir dan pasangan hidup mereka. Saya? Saya sedang gemes-gemesnya lagi dengan Computer General Equilibrium dan pembuktian berbagai Lemma pada mikroekonomi.
“Eh… ada yang mau ikut pelatihan GAMS for environmental economics gak? Ada loh gratis di kampus gw?”
Hahahahahaha… mungkin yang terdengar suara jangkrik yang bernyanyi nyanyi. Krik…krik…krik…

Ketika yang lain upload foto bayinya, foto usg, foto kencannya, saya? Bagaimana kalau saya upload “Call for Paper”? Kan meh gitu ya. Anti mainstream sih, tapi… apa? Apa? Apa?

Dan lagi-lagi seseorang bilang pada saya “If it is disturbing you, unactivied all of your social media! It is no use!” ya gak seekstrim itu juga, social media kan connecting me to the world. Udah saya gak gaul, non aktifin semua network itu malah membuat saya makin “terkucil” walau kadang saya mikir “Ih, brilian! Bener banget loh, socmed it useless” but forget it, mungkin itu karena saya terbawa naksir sama yang ngomong (hadeuh).

Itulah mengapa saya bilang saya lebih punya banyak teman baik di Jepang, sahabat saya lebih banyak di Jepang dibandingkan di Indonesia. Trust me! Mungkin karena masih ada yang “nyambung” ya ketika diajak beradu argumen dan bertukar pikiran.
Jujur saya tuh udah gak peduli gitu
Tentang piala kawinan bergilir, aduh udah lah mau dapet mau gak… that’s not my business, dan kalau bisa nikahan saya juga gak usah repot-repot banget lah. Mama saya kan gak terlalu fit, saya mau acara yang compact, khidmat, dan gak lama.
Tentang siapa mau nikah sama siapa, mau pacaran sama siapa, mau tugas dimana, mau sekolah dimana, oh come on! Itu kan pilihan hidup masing-masing orang, biar…. biar semua orang meraih apa yang membuat mereka sepenuhnya bahagia.
Tentang si A tajir, si B tempat kerjanya enak, si C resign, si D udah beli rumah, ya udah lah ya… jodoh, rezeki, maut itu tuh udah Allah tulis dari jaman kapan tau, then so what? Rezeki kita gak akan ketuker
Saya jadi super cuek ya sepertinya.

“Mon, lalu bagaimana jika kemudian orang berpikir hal serupa ‘Emon? Ah bodo amat dia ada dimana dsb dsb dsb’?”
Then so what? Saya sudah sering merasakan hal yang serupa. Saya pikir saya hanya perlu membagi kehidupan saya dengan orang-orang yang manis-manis aja ke saya, yang gak neko-neko, yang punya pemikiran terbuka. Sahabat juga gak butuh banyak-banyak banget kalau kata saya, butuh beberapa tapi yang high quality.

Saya berubah!
Saya semakin tua, semakin dingin untuk beberapa hal, semakin mencintai ilmu pengetahuan dan merasa “This is my way! This is my life!”
Seiring dengan itu semua orang disekitar saya juga berubah.
kalian tahu, kapan perubahan itu terasa begitu “kejam”?
ketika kalian berubah ke arah yang tidak sejalan dengan orang-orang di sekitar kalian.

Flashback ke belakang, beberapa orang bilang kalau saya tidak akan menikah, tidak akan ada cowok yang suka, dan tragisnya gak akan jadi orang kaya karena bidang yang mau saya tekuni adalah bidang penelitian.
Saya sih gak apa, beneran deh.
Ya udah… jadi tua, kesepian, dan gak kaya-kaya banget juga gak semenderita itu. Mungkin behind the scene banyak melakukan kegiatan sosial, banyak belajar, banyak melakukan hal-hal baik lain yang orang gak perlu tau dan gak perlu juga dipublish kemana-mana. What? Bukan saya mau jadi kayak begitu ya, ya gak lah. Tapi please, jangan mengotak-ngotakan “kebahagian” dengan kebahagian ideal versi kita masing-masing. Semua orang punya standar bahagia masing-masing.

Dan mohon diingat, saya itu punya Mama yang sensitif banget. Jadi kalau denger kata-kata yang kayak gitu buat tuan putrinya ini, Mama suka nangis gitu kan. Oh come on! Kalau dunia ini mau tega ke saya, mungkin saya kuat-kuat aja, tapi please jangan buat seorang sebaik mama saya nangis, can you see her? Mama saya… maling aja dikasih biskuit dan teh manis loh! Kasian kan, Mama saya itu stroke loh, emosinya harus stabil kalau gak ya kambuh. Mbok ya kalau mau ngomong macem-macem ke saya aja gitu loh. Masa ada yang bilang saya gendut, kayak ibu-ibu, gak ada manis-manisnya, di depan mama saya hanya untuk PROMOSI PRODUK (Ini nyebelin banget gak sih?).

Gimana saya gak lebih happy di Tokyo?
Ketika pemikiran dan karya saya lebih dihargai?
Ketika saya bisa belajar dengan nikmat dan tenang?
Ketika saya punya teman-teman yang baik dan sepaham?
dsb
dsb
dsb

Lalu sekarang, banyak yang nyinyir “Tuh kan, orang Indonesia itu tuh, kalau udah jadi mahasiswa asing, atau kerja di luar, jadi berlagak! Gak mau pulang”

That’s insane! Gak mau pulang? Siapa yang gak mau pulang? Tidak ada makanan seenak makanan Indonesia! Keluarga juga gak bisa dinilai dengan apapun. Alam Indonesia juga widiiih sedap banget.
Tapi bayangkan… bayangkan… jika rupanya ada loh ada orang-orang yang jadi “kesepian di tengah keramaian” ketika mereka kembali ke negara mereka. Ada loh orang-orang yang rupanya, RUPANYA, begitu mencintai negeri Indonesia Raya ini… tapi merasa sendirian. Ada orang yang secara moril dan psikologis begitu mencintai negerinya, lebih dari apapun, tapi secara sosial dan intelektualitas dia merasa terasing di negerinya dan merasa “Ah… mending di negara tempat gw sekolah deh” dsb dsb dsb.

Jadi manusia itu tidak siap dengan perubahan?
Siap! Di pelajaran Biologi kita belajar kan manusia itu makhluk yang paling baik dalam beradaptasi.
Tapi perubahan macam apa?
Itulah mengapa kemudian muncul TEORI KEBUTUHAN MASLOW yang bisa kita temui dalam ilmu psikologi atau sosiologi atau ilmu sosial apapun. Apa itu TEORI KEBUTUHAN MASLOW (dikasih huruf gede terus biar pada inget)? teori yang menjelaskan apa siiiiihhh yang sesungguhnya dibutuhkan manusia?
TADAAAAAA!!!!!

Nih ini teori Kebutuhan Maslow

Manusia manapun kemudian akan mikir untuk memenuhi kebutuhan mereka step by step.
bayangkan seseorang yang pindah ke tempat lain sebutlah neverland untuk beberapa lama, kemudian dia balik lagi ke tempat semula dan dia merasa asing karena dia tidak dikenal siapapun dan orang merasa dia orang aneh karena ide dan pemikiran dia berbeda, buangeeeet. Walau gak salah cuman gak lazim aja. Naaaaaahh….. Dia kan jadi gak dapet tuh love, self esteem, dan self actualization. Lalu bagaimana? Ya jelas lah dia balik lagi ke Neverland dimana dia merasa piramida kebutuhannya bisa lebih lengkap.

It is scientifically proven! Bukan seorang emon ya yang ngomong, tapi science!

Jangan-jangan…
Ini jangan-jangan,
ketika kita ngerasa “Ih dunia kok berubah jadi makin gak karuan begini ya”
Rupanya… kita yang sebenarnya “GAK KARUAN”

Loh siapa tau kan?
*Sambil baca berita tentang suara sangkakala misterius. Hayooo…. gimana kalau rupanya malaikat mulai gregetan pengen tiup terompetnya”

The rasional reason why we should do irrational things called “Fall in love”


Image and video hosting by TinyPic

Boneka ini gw kasih nama persis dengan the real Brian. I always give him a big love :p

Hari ini gw bakal curhat banget…banget…banget… jadi jangan timpuk gw pake botol aqua kalau tulisan gw kali ini errrrrrr gak banget. Tapi gw harus bilang ini, menjelaskan beberapa hal, dan semoga jika ada dari kalian yang masih jomblo sampai halal kalian bisa tetap tersenyum di muka bumi.

Beberapa hari yang lalu, gw bilang ke sensei gw kalau gw mau ambil PhD, mungkin saking betahnya sampai Postdoc. I love Tokyo. Dan ada satu hal yang gw hindari di Indonesia, getting a job and finding a husband. Gw suka profesi jadi peneliti dan atmosfer di Jepang mendukung untuk itu. Lalu masalah suami, walau Mama gw mau banget dan udah khawatir dengan pemikiran gw yang kata Beliau “terlalu mandiri” tapi di satu sisi gw trauma masalah cinta-cintaan karena beberapa hal.

Bahkan pas gw nonton The Ellen Show secara streaming, gw hampir mikir “Ini apa gw jangan2 gay yak” naudzubillah hi min dzalik. But trust me I am 100% normal. I fall in love several times dan selalu aja gak ada yang sukses
“Kamu terlalu ambisius, Mon”
“Kamu terlalu mandiri,Mon”
“Saya belum siap kalau kelak kamu A, B, C”
“Saya gak pantas buat kamu,Mon”
dan jutaaaaaaaan alasan lainnya, gw pun berpikir “Gila… syarat dan ketentuan nikah sama cowok Indonesia kok lebih banyak dari syarat ambil kredit KPR” buanyaaaaaaa banget. Pada akhirnya semua berakhir tragis, ada yang ninggalin gw nikah, ada yang gantung gak jelas, ada yang wallahu’alam hilang kemana. Pokoknya gaje lah.

Padahal kalian tau syarat gw apa? Simple! “Let me do whatever I love. Cintai gagasan gw karena kelak gw menua.” itu aja. Lainnya standar. Seperti layaknya gw akan menghargai keluarga dia maka hargai keluarga gw. Bagi gw seorang cowok itu leader… dia harus tampil gagah sebagai pria,anak, kakak, dan kelak seorang suami dan ayah. Ya ampuuun kurang simple apa coba. Gw gak suka kerja kantoran jadi mohon izinnya untuk gw sekolah dan setelah itu gw cuman mau jadi researcher dan penulis.

Berjuta-juta tahun cahaya gw menunggu ada yang bisa ngomong kayak gitu, alhamdulillah ZONK. Tapi semua berubah ketika gw bertemu seseorang di kampus gw tercinta ini. Yes in Tokyo… sebut aja dia Brian, tokoh di cerpen gw sebelumnya.

Nothing special with him. Awalnya seperti cewek2 lainnya di sekolah teknik sungguh suatu kesempatan berharga liat cowok-cowok ganteng. Ya ampuuuun itu bentuk refreshing kali. Mwahahahahaha. Tapi suatu rencana Allah yang luar biasa karena tiba-tiba gw punya dua kelas yang sama persis dengan Brian. Hebatnya lagi di salah satu kelas kami sekelompok. Kecenya lagi, kelompok kami tiga orang tapi satu orang lenyap! Alhasil tinggalah kami berdua. Setiap minggu duduk satu bangku dan ngerjain tugas bareng.

Dua minggu terakhir gw bener-bener kecapean banget, tugas kayak gunung Everest. Sampai tidak terukur. Dan dua minggu terakhir ini juga komunikasi gw dengan Brian kemudian semakin intense. Bayangkan! ketika gw begadang di selalu ngirim e-mail, Line, atau bahkan nelpon. Kalimat pertamanya selalu “Are you okay?” terus dia akan nemenin gw terus dan terus hingga gw bilang “I’m finish for today, I’ll go to sleep” terus…terus…. paginya dia akan nge-Line “good morning, are you awake. I hope you are okay. You always work so hard.” begitu terus setiap hari sampai gw rindu ngebaca Line dia tiap malam dan pagi yang cuman nanya apa gw baik-baik aja atau gak.

Kalian pasti ketawa, gilaaaaa….cerita lu kayak anak SMP bgt.
gw juga ngerasa gitu. Tapi bayangkan… seseorang yang nemenin gw setiap hari, setiap malam. Peduli sama gw ketika orang lain gak. Cuman orang aneh yang gak jatuh cinta!

Tanpa sepengetahuan siapapun, pernah beberapa kali kami ketemu di lift. Lab dia di lantai 4, gw di lantai 5. Kadang kita sengaja mencet lift sampai lantai 8 tempat gw shalat terus dia bilang “Ah… I push the wrong button” dan gw sama aja ganjennya, kadang dengan gaje gw sengaja teken ke Lt.4 atau 2 ngikut aja dia mau kemana “Where do you want to go?” dan tentu gw gelagapan mau jawab apa :’D tapi lucu-lucuan aja sih.

Singkat cerita kemarin kelas terakhir kami, nilai kami memuaskan and I’m happy to see him happy.
gw sih diem aja. Gw udah cukup sedih menghadapi fakta “yaaaaa…. gak akan di message lagi sama Brian.” tapi kemarin kami bicara cukup panjang lebar.

“I’ll go back to my country. No…. but I need sunbathing so I’ll go to Philiphine first”
“So fast”
“Yes.. I’m sad and wondering why time fly so fast”
dan berjalan normatif seperti biasa, “Brian, thank you for being so kind”
“Marissa, you’re so wonderful. Like I said… you’re very kind, nice, everything”
Dan sore itu kami berpisah.

Gw memandang hp gw, udah senyum miris…. gak akan ada lagi pesan “Are you okay?”
Tapi tepat jam 12 malam TING hp gw bunyi dan brian. He contacts me, dan seperti biasa kalimat pertamanya “Marissa, are you okay” howaaaaaaa….. dengan norak gw langsung mau nari ala balerina.

Terus akhirnya gw singkirkan PR-PR gw itu. Dan nongkrong di deket hp dan colokan cuman buat ngobrol sama dia. Bikin bego banget kan. Betapa terharunya gw ketika dia akhirnya bilang “You know what? You’re awesome. I like you, when you asking a questions, when you speak your mind, when you reply my messages, when you laugh and smile for every little things, when you do your work, everything.”

Kalimat yang gw tunggu dan gw harapkan keluar dari mulut calon suami gw, keluar dari dari cowok beda negara, beda agama, dan beda usia!

“Thank you. You know what you’re so kind. I’m very sad because you will leave and maybe we can’t meet each other again” gw udah terisak-isak.

“Please don’t say we will never meet each other again. This world is round, so many ways we can meet each other again. And don’t you remember I’m flying Dutchman, I can go anywhere”

Sinetron abis…
Tapi pahamilah gw sangat mengharu biru malam itu.

Kejam banget gak sih. Kenapa…kenapa…. setelah lu bilang itu semua, lu pergi. Jlebh banget keles. Ya walaupun pasti nothing will be happen between us tapi ini pertama kalinya gw bener2 sedih ditinggal seorang cowok. Come on…. finally ada yang bisa menghargai eksistensi gw sebagai cewek dengan paket lengkap keanehan dan kebaikan gw. Semuanya! Dan realitanya we just can become a friend, itupun dalam waktu singkat. Coba-coba… kalau dia seiman aja, kayaknya udah deh gw sabet juga mwahahahahahaha. Hampir, gw punya anak blasteran. Tau kan ras kucing blasteran itu lucu banget, anak manusia juga pasti combo double imutnya.

Dan gw bertanya-tanya “Kenapa gw harus jatuh cinta” jujur aja itu gak rasional buat gw seorang Marissa yang bahkan mikir aja bisa pake game theory.

Gw feeling blue banget malam itu dan akhirnya gw kontak sahabat gw yang sama aja tipenya kayak gw. Dan jawaban terbaik yang gw dapat dari dia “Mungkin Allah sedang melembutkan hati lu, Mon”

Ah iya! Mungkin…
Mungkin Allah mau nunjukin satu hal kalau gw gak boleh terlalu apatis. Kalau rupanya diantara miliaran manusia di planet ini ada orang yang sesuai dengan kriteria, yang kelak pada akhirnya mengatakan hal yang selama ini gw harapkan dari seorang pria. Saat ini belum saatnya gw menemukan pria itu, tapi lewat Brian pemikiran gw jadi kembali terbuka dan gw jadi sadar bahwa harapan itu selalu ada.

Dengan ketemu Brian, dalam waktu yang singkat banget, gw belajar menjadi teman yang menyenangkan. Gw menemukan diri gw yang sebenarnya dan dari dia gw punya alasan mengapa gw harus begitu bangga dengan dengan diri gw. berhenti under estimate kemampuan gw, dan menatap dunia.

In the future, I want to walk together with a people like Brian. Yang gw pikir akan memandang langit bersama ketika kami sama-sama capek kerja dan mikir. Saling memuji satu sama lain. Mungkin sama-sama melihat menara Eiffel *I’m surprise karena Brian juga rupanya suka banget menara Eiffel, sama seperti gw*

Masalahnya gw juga butuh iman, maka semoga Brian gw di masa depan adalah orang yang bisa meningkatkan kualitas keimanan gw.

Sedih… tapi gw bersyukur gw pernah bertemu Brian.
Mengingatkan gw gimana rasanya mata lu berkaca-kaca untuk seseorang, seseorang yang asing yang tiba-tiba membuka mata dan hati lu untuk beberapa hal.

I can’t deny it. But I just want to say that. I also like him.

 

We attract what we’re ready for [?]


Rupanya dari jaman SD sampai sekarang gw masih sama, ketika musim ujian atau sejenisnya otak gw gak mau diem dan gw jadi gak bisa tidur sama sekali. Agak phobia kalau tidur, pas bangun gw lupa semua dengan apa yang gw pelajari *lebaaay* Sedikit stress juga karena gw merasa otak gw tidak terlalu brilian jadi ngerjain sesuatu itu harus pelan-pelan dan luaaaamaaaa.
Tapi gak jelek2 banget sih, kadang kemudian otak gw menemukan hal menarik atau kemudian mereview beberapa hal dalam hidup gw secara lebih mendalam. Kadang gw bisa jadi nulis blog atau bikin cerpen, yaaaa suka-suka gw mau mikirin apa.

Malam ini, ketika gw berusaha sekuat tenaga buat tidur, gw buka-buka pinterest dan menemukan quote yang bikin gw pengen nulis dulu sebelum tidur. Here it is:
Image and video hosting by TinyPic

WE ATTRACT WHAT WE’RE READY FOR

kalimat yang bikin gw rada mikir. Mikir dan mikirrrrrrr terus. Sekaligus membuat gw sampai pada titik “Ah, whatever will be…. will be”
Kalimat yang pernah dibilang sensei gw ke gw saat makan malam bareng *cihuuuy…. kurang sweet apa sensei gw kan*
“So, what are you planning now? Do you want to bring your family here?”
“Ah… no. They still busy with our cats.” Jawab gw asal cablak.
“You miss them?”
“Of course… I am a little bit lonely without them”
“But time will pass, when you go back… you will make them proud, and that will be good”
“Yes… I hope so”
“And will you continue your study to Phd?”
“If you still want to accept me as your student, I am in”
“Aaaa… of course I will. But is it okay, stay longer here… leave your family. leave your friends””Family and cats are so hard for me, but friends… I just have a few friends in Indonesia. And majority of my friends are have already get married… some of them having one or two babies. So, I will also lonely when I go back to Indonesia. While I get several new best friends here in Japan. I am happy”
“But… someday you will also get married, and having a family”
“I hope, but… well…. I am ready even for the worst case. I enjoy study here… and that’s more than enough. You know what? I am kind of a weird woman, so… I don’t know. Not many people can catch up with me”
“Mmmmm…. so desu ne” lalu kami pun terdiam beberapa saat.
“I am also think like you when I was in your age. I am so busy doing research and my jobs and I never imagine I can get married and having my own little family. But as you see… I am a father now. Maybe we should not think about what will happen in the future too hard. I don’t know how it works but in this world, human are always get something what they ready for”

“??????????????????????????????????” dan gw lemot
“For example, you, you maybe never imagine that you will study in Tokyo and stay far from your family. You maybe just have a dream to continue study but no idea about when and where. And this year, God maybe see that you ready for it, and suddenly you got the way to study abroad. It just happen when you are ready”

“??????????????????????????????” tetep lemot

“mmmm…It is like, you can’t present a paper when you haven’t read and study that paper. You can present when you ready to present. That just a simple example I think”

“Thank you, I will remember about it”

Blah… padahal mah kemudian lupa beberapa saat.
I am just a lucky bastard… Walau gw kehilangan ayah gw saat SMP, sekarang pas S2 gw punya sensei yang sebaik ayah gw sendiri, yang nelpon gw ketika gw sakit… yang bawa oleh2 setiap pulang dinas… and the most important thing menasehati gw untuk beberapa hal. That’s awesome.

Beberapa tahun sebeluuuuuuum percapakan di atas, ayah gw pernah bilang “Ketika kamu hidup di suatu masa, maka berarti kamu mampu menghadapi apapun yang terjadi di masa itu, karena Allah tidak pernah membebani hamba-Nya dengan hal di luar batas kemampuannya. Ketika kamu dapat masalah, ketika kamu dapat amanah, ketika kamu dapat tanggung jawab, dengan logika yang sama kamu sudah dipercaya Allah bahwa kamu sudah siap dan mampu mengatasi itu semua”

Okay… sedikit menghibur. ekonometrika, kalkulus, mikroeko, programming, whatever it is…. pasti sebenarnya gw mampu menghadapi itu semua. Mungkin gw aja yang terlalu underestimate kemampuan diri sendiri. Mungkin gw yang masih kurang force my brain to work more and more.

And about my social life… why I am still single…. why I just have a limited friends… why I am easier to talk with cats…
Gw jadi berpikir, mungkin gw yang belum siap.
Kenapa belum siap? Mungkin itu yang harus gw cari tahu, benahi dan koreksi saat ini.
Kalau sudah merasa oke. well… mungkin orang lain yang belum siap dekat dengan gw dan spesies bernama kucing lebih siap secara mental untuk mendekati dan jadi teman baik gw seumur hidup (Ah…. hari ini ada anjing pudel mendekati gw juga, well… good… new friends from new society)

Mengapa harus galau liat orang lain sudah menikah, punya anak, sudah kaya, sudah memiliki pekerjaan yang baik, sudah punya rumah sendiri, sudah ini….sudah itu…
Simple and friendly thoughts…. mungkin mereka mereka itu sudah siap (dan pantas) untuk amanah-amanah itu. Gw? Mungkin belum… dan karena belum maka yang perlu gw lakukan adalah menjalankan apa yang sudah ada di depan mata gw, menyiapkan dan merapikan hal-hal yang sudah gw lakukan setengah jalan, lalu menyelesaikannya. Melakukan dan menyelesaikan apa-apa yang sudah siap gw lakukan dan selesaikan. Setelah urusan itu selesai, moga moga saat itu juga pemikiran gw semakin matang dan dewasa, gw bisa lebih baik dalam mengoreksi diri mengenai hal apa yang sekiranya gw belum siap dan lalu start all over again untuk menyiapkannya.

Ah… jadi ini alasan kenapa Allah kemudian berfirman:

“Maka apabila kamu telah selesai dari satu urusan maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain”. (QS. Al Insyirah: 7).

 

Ah begitu..
Well, Have a great life, world 🙂

 

Membongkar cinta-cinta dalam kardus *)


Dan perlukah kita mengungkapkan cinta?

Waduh… pertanyaan macam apa ini. Kalau gw ditanya, jujur gw jawab: tidak, setidaknya itu jawaban seorang wanita gengsian seperti gw. Tapi perjalanan selalu membuat kita berpikir lebih baik, dengan perspektif yang berbeda. Ketika gw bertemu salah satu sohib gw di kyoto gw jadi berpikir, mungkin in some cases kita perlu mengungkapkan cinta, namun bagaimana cara yang baik dan waktu yang baik itu semua masih diproses dalam otak gw yang masih semrawut dan perlu dibersihin pakai vacuum cleaner ini.

Mulai dari mana ya?

Mulai dari mmm….

Pernah gak sih waktu kalian masih keciiiiil banget, terus mama kalian tanya “Sayang gak sama Mama?”, “Sayang gak sama ayah?”, “Hayooooo anak Mama atau anak Papa”, dan sejenisnya.
Percayalah gw ingat ketika gw masih balita mama gw pernah tanya itu sambil gendong gw. Mungkin mama di seluruh dunia melakukan itu. Jawaban standarnya pasti “Sayang dong” atau jawaban sejenis itu. Lalu semakin gw menua… *haish* gw merasa bahwa pertanyaan seperti itu sudah tidak perlu dipertanyakan lagi, itu kayak nanya “Apakah matahari bersinar” oh come on…. how stupid. Tapi semakin usia gw bertambah juga, semakin banyak orang yang gw sayang meninggalkan gw. Tragisnya, gw belum sempat bilang dengan lafal yang jelas dan tegas “I love you, so much” not a big deal, tapi ada saat ketika lu teringat dan “Auwch… I miss you so much, and do you know how much I love you. I wish you know it”

Tapi pengalama itu toh tidak membuat gw kapok, gw tetap merasa…. “Apa yang sudah gw lakukan ini belum menunjukan kalau gw…. gw, Marissa Malahayati, sayang banget ke kalian”
Gw gak pernah bilang sayang ke adik gw, mama gw, keluarga gw, temen-temen gw, bahkan cowok yang gw suka. Lagi-lagi itu bukan masalah, apaan juga sih… kalau baik yaaaa baik aja, kalau sayang ya sayang aja, kalau cinta ya cinta aja….pamrih banget sih sampai harus diungkapkan segala? COME ON!

Lalu ting….whatsapp dari adik gw. Dia baru baca tulisan gw di salah satu buku. Awalnya cuman saling ledek seperti biasa. Tapi setelah itu “Kiki sayang sama kakak, belajar yang bener ya kak, oleh-oleh jangan lupa” kalian tau rasanya? Mungkin harus ada kata di atas kata bahagia untuk menggambarkan itu. Mungkin super mega combo happy. Dan rupanya hal sesederhana itu bikin gw bener-bener bahagia.

Lalu ting… whatsapp dari mama gw, “Mama juga sayang ke kakak dan kiki” of course….itu sih gw tau, seperti tau kalau matahari terbit dari timur. Without any doubt. Tapi entah kenapa ketika itu semua terucap, it cheers you up…more than anything else in this world.

Ketika ayah masih ada, setiap gw ulang tahun ayah selalu ngasih kado ke gw, I love presents. Tapi yang lebih gw suka lagi adalah membaca notes yang selalu Beliau tinggalkan di dalam bungkus kado itu. When you know someone you love, love you back…. don’t you think it’s awesome?

Tapi lagi-lagi karena gw ini cewek gengsian  ya… kalo kata temen gw yang dodol,  “watashi wa watashi desu” alias gw ya gw…. style gw, sok cool, mencintai segalanya diam-diam. Untuk keluarga sih mungkin gak terlalu masalah ya, mereka selalu jadi orang nomer satu yang tau style dan segala keanehan gw. Tapi ke sahabat, temen, atau orang yang lu taksir, aaaah… it such a big deal. Ketika kalian menyembunyikan cinta-cinta kalian dalam kardus, kalian selotip, lalu ditimpa sama tumpukan koran, maka dia tetap tersimpan di dalam kardus.

Orang yang gak kenal-kenal banget ke gw pasti berpikir gw ini jutek *iya sih… itu gak salah-salah banget*, berdarah dingin *alhamdulillah gw belum jadi amfibi kok*, suka menggigit *errrr….-.-*. Tapi gw gak sejahat itu *ngaku-ngaku*. Gw sebenarnya mau jaim aja sih jadi cewek sok cool gitu :p, namun daya kebablasan. Mungkin cara gw yang berbeda untuk mendekripsikan itu. Gw memang aneh…. aneh banget.

Kalian tahu kenapa gw gak pernah pake ojek payung? Karena gw gak tega saat gw pake payung dia dan dia kehujanan.
Kalian tahu kenapa kalau gw lagi sedih gw gak jarang bilang? Karena gw tidak mau menambah masalah buat orang lain dengan masalah gw.
Kalian tahu kenapa gw ketika ketemu teman gw, gw hanya sekadar menyapa terus langsung pergi? Karena gw berpikir mungkin mereka punya agenda lain yang jauh lebih penting dari sekadar chit-chat basa basi sama gw
Kalian tahu kenapa kalau naik angkot gw selalu memilih paling pojok walau itu tempat paling panas sekalipun? Karena gw terlalu malas buat geser, dan gw gak mau orang lain repot masuk jauh-jauh sampai ke pojok saat naik angkot.
Gw lalu jadi kayak bocah pelit, ansos, introvert, dan gaje. Emang bener sih… tapi errrr… sebenarnya gw tidak bermaksud seperti itu. Itu membuat gw tidak punya terlalu banyak teman, tapi ketika gw punya sahabat, mereka orang-orang terbaik yang pernah ada di planet ini.

Lalu ketika gw suka sama seseorang, hal yang gak jauh beda terjadi. kalaupun kelepasan gw kan jago nulis dan berkelit gw bisa nulis atau bilang “Hahahaha…. becanda lagi” gw kayak gak pernah nonton film pocong juga pocong aja hahahahahaha. Ini juga salah, karena gw terlalu “minder” untuk banyak hal. Gimana gak minder ya -.- stereotype gw di mata beberapa orang kan udah terlanjur “aneh” jadi gw takut orang yang gw suka juga menganggap hal yang serupa. Mungkin dia lebih baik gw tinggal, menemukan orang yang gak seaneh gw lalu have a happy-normal life. Gw juga agak trauma ketika gw ditinggal ayah dan kakek gw dalam waktu yang berdekatan, man I love…leave me so fast, why should I love the other one except my brother. Itu juga alasan kenapa sebenarnya gw gak excited banget buat nikah, gw cuman mau mama bahagia…liat adik gw punya pekerjaan yang baik dan keluarga yang bahagia and I think my tasks in this world just finish. Tapi mungkin gw salah.

Gw butuh orang lain yang bisa menemani gw…
Ketika mama nanti gak ada, adik gw udah punya keluarga, semua teman-teman gw udah punya kehidupan dan keluarga masing-masing, ketika gw makin tua dan menua. Harus ada orang yang bisa selalu ada di samping gw dan jadi orang yang ngingetin gw banyak hal dan jadi teman gw bertukar pikiran, yang akan ada untuk gw dan gw ada untuk dia. Yang seiring dengan keriput gw nambah, gw bisa bersama dia dan denger cerita dia sampai tiap lembar rambutnya berubah warna. Gw bisa sih piara kucing, tapi kucing gak bisa telpon 911 kalau ada apa-apa sama gw.

Terpisah jarak ratusan kilometer dari Indonesia, gw membawa cinta gw dalam beberapa kardus. Beberapa cinta retak, dan sudah gw perbaiki dengan lakban dan selotip kardus plus sedikit lem besi, it is stronger now. Tapi tetap gw simpan di dalam kardus, membiarkannya berdebu. Mungkin sekarang saatnya, gw unpacking kardus-kardus itu, bersihin semua cinta yang udah berdebu, beberapa harus digosok minyak kayu putih biar semakin mengkilat… lalu membungkusnya lagi dalam kemasan yang lebih cantik, mengirimkan cinta itu kepada orang-orang yang seharusnya menerimanya, membiarkan mereka tahu… dan membiarkan mereka berpikir apa yang seharusnya mereka lakukan setelah menerima itu. Ini sudah bukan masalah lagi jika kemudian mereka reject paket cinta yang gw kirim, atau lupa siapa nama gw yang tertulis di space “pengirim”, tapi sebelum semuanya terlambat. Karena gw gak mau mati sesak  napas tertimpa kardus-kardus.

 

—————————————————————-

*) Judul terinspirasi dari film “Cinta dalam Kardus” Raditya Dika

When I decide to continue my study : Sebuah cerita dari meja wawancara beasiswa


Someday
Our fight will be won then
We’ll stand in the sun then
That bright afternoon
‘Till then
On days when the sun is gone
We’ll hang on
Wish upon the moon

(Someday—- The Hunchback of Notre Dame OST)

Ingatlah bahwa ego kita tidak boleh mengalahkan impian kita.
Biarkan ego dan setiap pemikiran kita berdebat,
bukan untuk mematahkan semangat berjuang
Hanya untuk membuat kita semakin bijaksana dalam mengambil keputusan.

Setidaknya itulah yang saya pelajari bulan ini.

Mulai dari kabar gembira dulu, insya Allah awal tahun depan jika tidak ada aral melintang saya akan kembali bersekolah di Magister Ekonomi Terapan, di sebuah universitas negeri di Bandung. Akhirnya ada juga yang mau nerima saya hahahahaha dan alhamdulillah-nya lagi insya Allah saya akan sekolah dengan very very full scholarship, jadi seharusnya sih tinggal belajar dan dapet nilai yang bagus. Kalau saya inget tagline lembaga pemberi dana beasiswa saya “Ingatlah! Beasiswamu adalah amanah rakyat untukmu” Huwaaaaaaaa ampuuuuun deh, langsung deg-deg-an kalau inget uang beasiswa saya itu juga dapet dari pajak mukyaaaaaaaa, dosa banget kalau saya nggak serius.

Saya sudah berjanji pada adik-adik kelas saya yang juga murid-murid saya di kelas responsi untuk berbagi cerita jika saya sudah memperoleh beasiswa. Hmmmm…. prosesnya masih panjang sih, saya masih harus pengayaan, ngurus berkas, dsb. Tapi biarlah sebelum saya lupa dengan kisah-kisah heroik saya. Berjanjilah… ketika kalian selesai membaca ini, siapapun kalian, dimanapun kalian akan melanjutkan studi atau impian kalian, ingatlah bahwa kalian bukan apa-apa tanpa kerja keras dan bantuan orang lain! Saya tidak mau pembaca blog saya menjadi orang yang angkuh. Setuju? Baik! Lanjuuuut.

Perjuangan saya memperoleh beasiswa itu gak mudah. Saya berkali-kali gagal, berkali-kali kecewa, dsb. Kegagalan terbaru saya adalah ketika saya gagal di step terakhir beasiswa Pemerintah Turki. Kegagalan yang saya buat sendiri, karena saya bisa-bisanya lupa membawa satu bundel semua hasil publikasi saya. How stupid! Tapi kemudian saya menyadari bahwa memang itu bukan pilihan yang tepat dari Allah untuk saya. Pun saya keterima berarti saya harus meninggalkan tanah air 2,8 tahun. Okay… gak kuaaaat hahaaha :p

Banyak yang mungkin bertanya-tanya dan bahkan kecewa karena saya akhirnya malah memilih melanjutkan sekolah di dalam negeri dan bukan di luar negeri. Aiiish… reviewer saya pun gemes setengah mati tentang itu sampai Beliau bilang “Kamu itu… sedikit lagi loh. Kamu sudah pantas melanjutkan studi kamu ke belahan dunia manapun yang kamu mau”

Iya, Mon! Kenapa? Perjuangan lu hanya segitu saja?

hahahahhaa… ya  gak lah! Dari dulu impian saya menjelajahi eropa, suwun ke Universitas Tokyo, dan memenuhi rasa penasaran mengenai benua Eropa. Tapi Allah lebih tahu yang terbaik untuk saya, untuk keluarga saya, untuk semua orang di sekitar saya, dan tentu untuk negara saya. Saya akan ceritakan hal ini nanti. Sebentar ya.

Bagi saya, langkah terberat dalam beasiswa itu sebenarnya wawancara. Kenapa ya? kalau administrative things sih asal kita apik dan teliti, insya Allah semuanya beres. Tapi pas wawancara, wueeetssss… kalau Allah gak ridha atau kita terlalu takabur bisa macem-macem tuh halangannya, mulai dari blank, ketinggalan macem-macem, keringet dingin, sakit perut, atau telinga tiba-tiba tuli dan otak buntu sampai gak ngerti pewawancara ngomong apa. Sedih banget ya hahahahhaha.

Wawancara saya yang terakhir, yang mengantarkan saya untuk dapat Magister ekonomi terapan ini, cukup berasa nano-nano. Antara PD, blank, dan kepikiran karena pada tanggal yang sama adik saya daftar ulang ke SMA. Kasian banget adik saya sampai diusir dari sekolahnya karena gak ada wali yang dateng :'( sorry adikku sayang, untungnya dia selalu ikhlas kalo kakaknya bilang mau sekolah lagi *walau sempet ngambek seharian*

Tanggal 2 Juli 2013 saya dan kandidat lain diharuskan mengikuti briefing calon penerima beasiswa di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan. Gedungnya oke punya hahahhaa, buat kalian yang punya kelebihan harta nanti…boleh tuh nikahan di gedung itu. Insya Allah tempat duduknya cukup hehehehe.

Saya pun telat karena saya kerja dulu, dan biasaaaaa…. fatamorgana jarak. Merasa kantor saya deket banget sama dhanapala saya pikir tinggal menggelinding kesana, eh rupanya mesti nyebrang pake jembatan penyebrangan toh. Ya udahlah saya pun menyebrang sambil lari-lari. Nyampe gedungnya udah keringetan terus kotak snack udah mau abis, waaaah panik jangan-jangan gak kebagian snack *lagi-lagi salah fokus*

Masuk kedalam gedung, saya baru sadar kacamata ketinggalan di kantor, saya duduk di belakang. Huwaaaaa gak keliatan apa-apa. Untung kuping masih normal jadi masih bisa mengikuti dengan baik. Sesi tanya jawab pun seru, semua antusias. Ya iyalaaaaaah…. siapa yang gak antusias, wong kalau kita lulus untuk program Magister atau Doktor Luar Negeri, mau bayar SPP sampai 3 milyar juga dibayarin mwahahahaha. Saya yang daftar magister dalam negeri aja ngeliat rincian beasiswanya langsung deg-deg-an, huwaaaa utang gw sama rakyat Indonesia banyak banget -.- kalau gw bodoh kayaknya pantas dilempar bakiak deh.

Kemudian, secara mengejutkan ada pengumuman bahwa kita harus nunggu sebentar karena kami semua aka dibagi ke dalam kelompok-kelompok dan setiap kelompok harus liat jadwal wawancara. Kalau kebagian hari itu juga maka silakan duduk dengan manis di gedung tersebut. Saya PD dong “Aaaaaah….paling besok, lalalala yeyeyeyeye, pulang ke Bogor aja ah ngurus sekolah adik” eh emang deh Allah itu suka banget ngasih surprise, saya rupanya kelompok satu dan wawancara siang di hari itu juga. Huwaaaaaa…. kelabakan! Sms Mama, sms adik, sampe sms dosen, bukannya sms minta doa, tapi nanya gimana kabar adik saya yang mau daftar ulang itu. Dosen saya bilang “Forget your brother for a while, dia udah keterima di SMANSA, kamu masih belum dapet beasiswa. Focus for your interview” Okeh takluklah sudah. Minta maaf ke adik dan janji akan bayar ganti rugi dengan nonton Despicable Me 2 hehehhehehe.

Saya pun melangkah dengan mantap untuk kembali ke kantor. Ambil kacamata, suwun ke bos, ambil berkas-berkas, dan print semua bukti publikasi yang pernah saya buat *karena trauma dengan kasus gagal beasiswa pemerintah turki*

Siang saya pun kembali ke gedung kece di komplek Kemenkeu itu. Karena sudah mulai tenang dan kenyang karena sudah menghabiskan dua mangkok mie ayam (kalau grogi saya akan makan banyak hahahahaha). Saya mulai ekspansi, melemparkan pandangan ke semua penjuru. Kaget banget karena banyak yang pakai bajunya lebih aksi daripada ngelamar kerja. Saya sendiri hanya pakai jilbab dan baju biru muda, celana hitam, dan sepatu kucel karena keinjek di kereta pas pagi-pagi, yaaah penampilan standar anak kereta lah. Pasrah aja deh. Saya pun kemudian iseng-iseng mencari siapa saja sih orang-orang yang apply beasiswa ini, rupanya semuanya keren-keren… sama mah bukan apa-apa. Ada yang daftar magister ke Amrik, bahasa Inggrisnya udah kayak air terjun niagara… lancar dan deras. Ada anak ITB yang mau ambil beasiswa ke Titech, keliatannya sih cupu-cupu gitu, eh tapi pas liat publikasinya hehehehhe jiper ah, anaknya nyantai banget “Mas kenapa gak ambil monbu aja? U to U mah langsung tinggal guling aja kali dengan CV seoke ini.” terus jawabannya “Heu… saya teh ketinggalan info, pas lagi ada daftar-daftar itu saya teh lagi conference di Jepang” Haaahahahaha… udah deh, no further confirmation, udah canggih tuh si anak ITB, tapi ya ampuuuuun logat sundanya gak nahan hahahahaha. Ada juga anak kedokteran UI yang ambil beasiswa tesis, kemudian dengan gegap gempita menjelaskan mengenai penelitian dia ke saya. Saya takjub, tapi sayang saya gak ngerti hahahahahha terlalu keren soalnya.

Tapi yang paling hebat adalah, ada seorang penyandang cacat yang bertekad mengambil beasiswa magister. Dia berjalan pun harus dibantu dengan tangannya karena paha dan betisnya tidak sempurna. Bukan saya kalau nggak penasaran sama orang, iseng-iseng lagi saya dengarkan ketika dia ngobrol dengan kandidat lain. Kenapa sih Mas mau sekolah lagi? jawabannya Saya ingin menjadi inspirasi bagi orang-orang seperti saya. Keterbatasan bukan alasan untuk kita meraih cita-cita kita, bukan alasan untuk melunturkan semangat kita. Subhanallah… saya aja masih suka luntur semangatnya hahahhahaa. Hebat ya? Huwaaaa saya udah senyum-senyum miris aja, kira-kira bakal keterima gak ya hahahahaha.

Karena keasikan memperhatikan orang lain, tanpa terasa saya dipanggil untuk segera menuju kursi panas dan bertemu dengan para reviewer saya. Rupanya satu orang direview oleh 3 orang: 2 orang doktor dan 1 orang psikolog. Jangan kaget deh, kalau keluar dari ruangan ini ada yang sampai nangis-nangis bombay, reviewernya detil banget dan kadang kata-katanya menyentuh di sanubari yang paling dalam, padahal mah pertanyaannya gitu-gitu aja, tapiiii ya itu…mendalam. Saya akan ringkaskan percakapan saya dengan para reviewer, tentu dengan keterbatasan ingatan saya hehehehhe….

Reviewer 1 (R1) : Waaaah…. dengan siapa nih?
Saya (M): Marissa, Pak. Marissa Malahayati
R1: Malahayati itu nama kapal ya?
M: Oh mungkin banyak Pak jadi nama kapal, tapi sebenarnya itu nama Pahlawan wanita di Aceh
R2: Owalaaaah orang Aceh toh
M: Secara patrilineal orang Jawa Timur, Bu
R1: Loh… Ibu kamu orang Aceh toh, kok bisa ketemu orang Jawa Timur. Keren sekali ujung ketemu ujung
M: Biasa lah, Pak… cinta bersemi di kampus

———dan percakapan ringan terjadi di 10 menit pertama hanya karena Malahayati

R1: Marissa, kenapa sih kok kamu apply beasiswa yang dalam negeri. Kamu putus asa apa gimana ini? Ceritanya bagaimana?
R3: Iya nih. Hasil publikasi kamu sudah banyak, bahasa Inggris sudah baik, essay kamu bagus, pernah jadi mapres segala, aduuuh sayang banget. Kenapa?
R1: Ini sih sudah pantas sebenarnya ambil yang luar negeri, harusnya kamu sabar dan berjuang sedikiiiiit lagi saja. Apa alasan kamu? Dosen kamu gak ngasih kamu rekomendasi buat sekolah keluar? Masa perlu saya yang kasih?
M: Saya juga maunya keluar, Pak. Dosen saya welcome sekali, bahkan sudah menawarkan senseinya di Universitas Tokyo untuk membimbing saya. Tapi saya rasa itu belum jalan terbaik untuk saya dari Tuhan.
R1: Ah masa iya? Universitas Tokyo loh! Tokyo Daigaku! Jutaan orang gontok-gontokan untuk masuk Todai.
M: Tapi saya mempertimbangkan masalah keluarga saya, Pak.
R1: Aha! Ini pasti serius. Teruskan
M: Mama saya terserang stroke saat saya di tingkat akhir S1, Pak. Sekarang sudah jauh lebih membaik akan tetapi saya pikir lebih bijaksana jika saya dalam waktu dekat ini tetap memperhatikan Beliau. Adik saya juga baru masuk SMA sekarang sedangkan ayah saya sudah meninggal dunia sejak saya duduk di bangku kelas 2 SMP. Saya rasa saat ini, saya bertanggung jawab pula untuk menjaga adik saya apalagi sekarang dia baru saja peralihan dari SMP ke SMA, saya masih belum bisa sepenuhnya melepas dia.
R1: Ah… saya paham sekarang. Kalau begitu, kamu ada rencana lanjut ke S3 kan?
M: tentu Pak, saya ingin tulisan saya masuk ke publikasi-publikasi internasional jadi saya rasa jenjang S3 akan menjadi channel saya meraih impian saya tersebut.
R1: Baik…. kamu harus bisa menyelesaikan S2 kamu dengan cepat dan baik. Banggakan Ibu dan adik kamu. Kemudian ketika kamu sudah siap, apply jenjang doktor. Tapi saya sungguh tidak mau lihat kamu apply untuk dalam negeri lagi. Kalau kamu mau wujudkan impian kamu tersebut, harus ada waktu dimana kamu menjelajahi dunia dan membuka wawasan kamu. S3 harus dan harus di luar negeri ya. Kontak dengan dosen kamu terus, pikirkan untuk masuk Todai. Tapi mohon maaf, kamu jangan lupa menikah ya jangan belajar terus
M: *melongo* iya, Pak… masa iya saya mau jomblo terus.
R2: Udah ada calon belum?
M: Hehehe… it is complicated, Bu
R2: hahahahahhaha… waaaah, harus ada syarat tambahan berarti nanti kalau mau ambil S3. harus udah ada rencana menikah dan harus udah ada calonnya.
R3: Iya… iya… terus resepsinya di gedung ini, jangan lupa undag kita-kita ya.
M: *melongo* *tak bisa berkata-kata* errrrr -_____-

———————————lalu entah kenapa jadi ngomongin masalah jodoh.

R1: Kenapa sih kamu mau berjuang sekeras ini. Apa motivasi utama kamu?
M: karena saya yang sekarang mungkin tidak akan jadi apa-apa tanpa bantuan orang lain. Saya pikir, saya kelak harus bisa jadi orang yang bisa membantu banyak orang. Jika tidak dengan harta, mungkin dengan ilmu yang saya miliki.
R1: Berat sekali bahasanya, apa contoh konkritnya? Kamu punya background yang mendasari pernyataan kamu itu?
M: Saya dan adik saya sekolah saja, Pak…. itu semua karena ada bantuan dari keluarga saya untuk membiayai semua biaya sekolah kami. Jika tidak ada, mungkin saya tidak akan apply untuk beasiswa magister hari ini. Mungkin tidak pernah ada nama saya di database mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor. Dari itu saja, saya berusaha belajar mati-matian untuk setidaknya menunjukkan rasa terima kasih saya kepada Beliau. Saya ingin pintar, agar kelak saya bisa mengajari banyak orang. karena saya tahu betapa berharga dan mahalnya pendidikan dan ilmu pengetahuan. Bapak Ibu sekalian, hidup saya ini tidak mudah… tapi Allah memberikan saya kemudahan-kemudahan, dan kemudahan itu datang dari orang-orang lain. Saya rasa tidak etis jika saya egois dan hanya ingin mengejar keberhasilan dan prestige diri saya sendiri. Keberhasilan saya adalah ketika saya dibutuhkan, dibutuhkan untuk membawa kebahagiaan dan kemudahan bagi orang lain.

—————————————- dan seterusnya!

Wawancara saya sendiri berlangsung kurang lebih 45 menit bahkan kayaknya lebih! terlalu keasikan mengorek-ngorek jati diri saya sepertinya. But actually, saya belajar tips untuk wawancara beasiswa:

1. JUJUR! karena itu membuat pembicaraan mengalir dengan lebih baik. Berbohong itu menguras memori karena kita harus merecall memori kita tentang kebohongan yang kita buat hahahahha

2. Bawa berkas selengkap-lengkapnya. Masalah mau diliat atau gak, pokoknya BAWA! At least kita udah well prepare. Jangan lupa kita juga udah harus ngelotok tentang apa penelitian kita, apa pencapaian-pencapaian kita, dsb.

3. MAKAN dan ISTIRAHAT YANG CUKUP, kalau saya sih suka capek sendiri kalau grogi. Hiburan saya ya makan enak dan boboks hehehehhe. Ini sih tergantung kalian.

4. SOPAN! Wawancara beasiswa itu yang dinilai bukan masalah otak aja tapi juga masalah kepribadian. Yaaaa… buat apa sih pinter tapi manner nol besar kan?

5. IBADAH dan DOA. jangan lupa juga MINTA DOA ORANG TUA.

Intinya kalian memang harus menjual diri tapi jangan lebay dan jangan sombong.

Semoga post ini menjawab beberapa rasa bertanya-tanya kalian jadi saya gak usah berkali-kali ngejawab hahahahaha.