Sekilas kritik untuk Negeri “Cuitan”


Saya teringat salah satu tuitan Sudjiwo Tedjo (I should tell I really like his point of view)

13398994_1186105991433852_1525162985_n

“Lama-lama orang malas romantis, karena takut disebut galau. Malas peduli, takut disebut kepo. Malas mendetail, takut dibilang rempong.
Malas berpendapat, takut dibilang curhat. Malas mengubah point-of-view saat debat, takut dibilang labil”

Mungkin jika tuitan itu ditulis di masa-masa ini mungkin akan ada tambahan “Lama-lama malas mengkaji agama, karena takut dianggap menistakan agama. Lama-lama malas berpolitik karena takut masuk penjara” terus begitu hingga ladang gandum dipenuhi coklat.

Guys! Wake up… kok kita mulai memperumit segala aspek dalam kehidupan kita sih, segala aspek yang yaaaa kita-kita sendiri ini yang bikin. Bikin masalah sendiri, mengkritik sendiri, marah sendiri, loh… maunya apa?

Ratusan kilometer dari tanah air, saya merasa mengapa Indonesia kok “mumet”. Saya ingat sahabat saya sampai bilang “Ini sih, Mon…mungkin manusianya yang harus diganti.”
Maaf saja tapi menurut saya seluruh kasus yang sedang hangat di tanah air itu sebenarnya “Meh!”

Oke start from kasus penistaan agama dari pak Ahok. Sebagai muslim, well… saya harus bilang Ahok salah. Sungguh kasus keselimpet lidah Beliau sangat fatal. Apalagi di Indonesia. Loh Indonesia loh, beda “mahzab” atau “partai” antar dua keluaga saja dua sejoli bisa batal nikah kok. lha, ini bawa Al-Quran. yooo blas! Beliau salah, namun saya pribadi merasa yang terjadi kepada Beliau selanjutnya juga jadi tidak fair. Sudah diproses secara hukum kok, masih di demo, masih di caci, lah… kalau kita sibuk menyudutkan dan mengulang-ulang kesalahan Beliau, apakah itu membuat kita menjadi lebih baik dibandingkan Beliau?

Dan, mbok ya kalau tahu lawan itu cerdas maka berperanglah dengan taktik yang cerdas. Lhaaa… ini kesaksiannya cuman nonton youtube, buat laporan pun kompakan, piye? Salah pun kompakan. Lha… perang itu bukan hanya modal bismillah dan Allahuakbar, harus ada taktik, harus ada pemikiran, harus pengkajian… semua harus dilihat secara kaffah dan menyeluruh. Masih pakai demo segala. Ini logikanya dimana? Ya percayalah kepada para penegak hukum. Coba-coba-coba latihan….latihan HUSNUDZAN alias berbaik sangka.

Okay… mari kita biarkan penegak hukum bekerja secara optimal.
Eh tunggu! Memangnya bisa?

Ada yang bicara sedikit menyinggung agama, langsung dilaporkan ke polisi.. pasalnya tidak tanggung-tanggung “penistaan agama”
Ada yang update status kritik sedikit, itu juga dilaporkan ke polisi
Ada mantan pejabat iseng sedikit ngetwit, juga heboh dikomentari
Bahkan uang rupiah yang sudah didesain seindah mungkin oleh tim, dilaporkan ke polisi juga. Itu cetaknya aja udah susah. Masih baik hati BI mau mengomentari hal ini, kalau saya jadi gubernur BI sih “Yo wis lah… biarin aja mereka misuh-misuh ndak jelas.” mending ngurus harga cabe yang jelas-jelas lebih krusial dan terang inti masalahnya.

Besok-besok nasi basi pun jangan-jangan sampai ke polisi “Ini kasus penindasan rakyat oleh perusahaan rice cooker”
Besok-besok, saya yang sering salah melafakan ش, ص, ز,ذ juga akan dilaporkan ke Polres Bogor karena kasus penistaan agama “Ini loh, mbak Marissa, baca Quran-nya salah… bahasa Arab itu salah makhraj salah arti, penistaan agamaaaaaaaaa, digoreng di nerakaaaaaaa” Arggghhhhhhhh~~~
Lha, ini polisinya pun jadi capek fisik dan psikologis.
Orang-orang yang cerdas, pintar, tapi malas ribet juga akhirnya jadi mulai searching “How to change your nationality”, mulai searching biaya visa, join global online dating, dan tentunya tiket pesawat.

Mungkin saya terlalu “cuek”, terlalu liberal, terlalu cetek, apapun lah yang ingin kalian bilang. Tapi di tengah konstelasi global, ketika orang-orang bersaing untuk bekerja lintas batas. Kita? Kita masih sibuk di masalah spekulasi cuitan dan saling salah menyalahkan dibandingkan fokus menyelesaikan masalah itu sendiri. Kalian tahu gak itu seperti apa? Seperti dalam perlombaan lari, peluit sudah ditiup, yang lain sudah lari… kita? Kita masih sibuk menyalahkan sepatu “Ini gara-gara sepatunya nih, terlalu murah! Terus stripnya terlalu terang jadi bikin silau, yang jahit sepatunya pasti ingin saya celaka. Siapa? Siapa? Siapa penjahit sepatunya?
Ya Allah…

Saya selalu bilang orang Indonesia itu luar biasa baik hatinya. Dimana lagi di sudut dunia orang bisa selalu melempar senyum dan tawa even to the stranger. Cuma di Indonesia! Tapi ya kita sering kali mudah tersulut…mudah percaya… mudah terprovokasi…
Sering banget sih.

Fenomena ini kan sudah terjadi sejak lama sebenarnya. Beberapa dari kita seringkali malas membaca detil berita, tidak mencari tahu lebih dalam dari informasi yang kita dapat dari grup Whatsapp, LINE, dsb… lalu Voila! Share ke seluruh social media yang ada. Awalnya sih range kecil-kecilan, lalu lama-lama ketagihan, dan jadi ketagihan nasional… dan Bom! Sekarang masalahnya jadi besar kan? Munculah Pak Buniyani yang diikuti kasus-kasus lainnya yang sebenarnya ya gitu-gitu aja.

Saya pun heran mengapa media juga terkadang mengambi “cuitan” di sosial media sebagai literature review. Jurnal aja, jurnal akademik… kalau tidak terakreditasi masih harus diuji lagi kebenarannya, lha iki kutipan dari social media, yo ngawur ndak karuan wis. Itu sangat tidak ilmiah.

Aduh jadi capek marah-marahnya. Tapi serius, kenapa sih… kenapa kita begitu usil mengkritisi tanpa memberi solusi, mencaci dan menyalahkan tanpa saling mengingatkan. Kerajaan di Nusantara itu mayoritas bubar karena perang saudara, lha mbok ya sesekali belajar dari sejarah. Kalau tidak setuju dengan orang lain kan bisa “Witsss…. sebentar cuy! Kita agak berbeda perspektif nih bla bla bla”paparkan, jelaskan, diskusikan… ra usah misuh-misuh dikit-dikit twit, dikit-dikit curhat di socmed, dikit-dikit lapor polisi. Kan lebih sejuk.

Lalu harus bagaimana?
Mungkin sesekali kita harus matikan handphone dan TV gak usah lama-lama, setiap weekend aja, take your backpack and umbrella… dan lakukan semua hobi kalian selain liat handphone.
Coba cafe baru bareng sahabat kalian,
cuci baju,
tanam cabe di pekarangan rumah atau kacang ijo di kapas dan seperti layaknya bocah lugu yang antusias menunggu mereka tumbuh, atas ketawa konyol sendiri karena mereka secara misterius gagal tumbuh.
Baca buku yang benar-benar kalian mau baca
Bantu mama nyapu rumah
Shopping… atau berburu barang vintage
Journaling
Gangguin keponakan atau anak orang yang masih cilik dan lucu-lucunya tanpa perlu sibuk ambil foto dan upload ke social media
Ke ATM, transfer some money ke yayasan
Surprise visit ke rumah kalau kalian jauh dari rumah, plus bawa oleh-oleh yang mereka suka.
There will be lots of things you can do dalam waktu 24 jam tanpa melihat TV dan handphone sementara. Bukan berarti TV dan handphone itu jelek ya, tapi terkadang kita hanya butuh sedikit detox sih dalam hidup. Go outside and see everything from another perspective.

Jalan dan ngobrol bareng lah sama orang yang wawasannya luas dan menyenangkan, berdebat secara sehat… lalu ketawa bareng. Belajar untuk saling menghargai pendapat bahwa beda pendapat itu oke loh, menambah alternatif sudut pandang, dan itu membijaksanakan kita karena kita jadi “ngeh” oh iya yaaa pandangan gw belum tentu sama dengan orang lain.

Dan yang lebih penting lagi… sebelum klak klik submit atau share berita/komen/opini/foto/dsb. Baca dan liat lagi, kenceng-kenceng kalau perlu… pikir dan renungkan dengan otak dan nurani yang udah Tuhan kasih kepada kita apakah hal tersebut baik untuk disampaikan atau tidak. Kalau rupanya jelek, yaaaaa udah… delete lagi. Seberapa penting sih memang “eksis” di dunia maya? Menurut saya sih itu sesuatu yang semu dan gak penting.
Lagipula ada hadist yang berbunyi

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

[رواه البخاري ومسلم]

Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya (Riwayat Bukhori dan Muslim)

Mengutip kata Alm. Gus Dur “Gitu aja kok repot” 🙂 iya sih pilihannya kan cuman dua diam atau say something good.

 

Kajian Eksklusif: Sedikit Berbincang Tentang Rokok


“Jadi, Mon, lo kan sekarang udah master di environmental economics… jadi harga rokok itu perlu naik gak?”

Waduh, sekalinya ada yang nanya ke saya kok ya berat-berat banget hahaha. Saya tidak bisa menyimpulkan secara akurat ya, ini sih perlu kajian lebih mendalam terutama masalah elastisitas permintaan and penawaran rokok itu sendiri. Kalau misalnya permintaan rokok itu relatively inelastis, yaaa sampai ladang gandum dipenuhi cokelat sih menurut saya masyarakat tetap cuek dan akan terus mengkonsumsi rokok walau harganya naik. Yaaah nanti lah ya saya terangkan kurvanya.

Tapi supaya tidak penasaran, ya udah mari kita bandingkan fenomena rokok di Indonesia dan di negara lain terutama di Jepang. Biar gak penasaran kan ;D.

Let’s check this out!

Rokok di Indonesia
Image and video hosting by TinyPic

Bangsa Indonesia itu smokers by culture. Sama halnya seperti mengapa makanan di jawa tengah kok relatively manis-manis? Karena dulu ketika kita masih dijajah daerah Jawa Tengah adalah sentra perkebunan tebu. Naaaah! Sama seperti tembakau, ketika kita dijajah, petani harus menanam tenaman perkebunan bernilai tinggi mulai dari rempah-rempah sampai tembakau. Yaaaa kita kan gak dijajah sebentar, tanaman perkebunan itu menjadi bagian dari kultur masyarakat kita. Kalau ada hajatan, pasti ada rokok…. kalau ada kenduri di kampung-kampung, biasanya sih ada suguhan rokok… mau bangun rumah dan mempekerjakan orang, harus ada uang rokok… yang lebih kasihan lagi sih rokok juga menjadi bagian dari sesajen :’D agak kasian sih sama roh halus yang pasti zonk cuman kebagian rokok siapa tahu kan mereka sebenarnya rindu nasi liwet atau rawon hangat.

Dari sudut pandang sosial sih jujur aja menurut saya ini pekerjaan maha dahsyat menurunkan konsumsi rokok di Indonesia. Gak cukup, yo wis ekonomi lah sedikit.  Sewaktu saya turun lapang ke daerah Jember, Jawa Timur, petani-petani banyak yang beralih dari menanam tanaman pangan menjadi menanam tembakau karena harganya lebih stabil (dan tentu lebih tinggi) dibandingkan harga tanaman pangan. Kalau sudah begini kan pemerintah juga tidak bisa larang, kecuali pemerintah melakukan regulasi pasar dan menstabilkan harga hasil tanaman pangan. Kalau gak bisa? Ya susah juga sih 🙁

Belum lagi ada yang pernah bilang ke saya “Kebohongan seseorang yang paling dusta itu ‘gw akan berhenti merokok‘”, karena rokok itu membuat ketergantungan dan addiction. Perokok mulutnya asem dan bisa-bisa keliatan sakaw kalau tidak merokok. Perokok sejati itu kalau sudah addict kayaknya hanya maut atau cinta sejati yang bisa menghentikan mereka merokok deh. Yang lebih LUAR BIASA lagi, masyarakat miskin Indonesia juga ada yang merokok, dan mereka lebih memilih merokok daripada makan. Kita sih yang bukan perokok mah bisa aja bilang “Kalau uangnya dipake buat beli batako daripada beli rokok, udah jadi tuh satu rumah” tapi kalau sudah kadung kecanduan rokok mah, gak mikir lagi :’D

Apa-apaan ini, Mon! Lo mendukung produksi rokok… lo…lo…lo bener-bener keterlaluan

Sabar-sabar… saya sih anti rokok, saya punya masalah di saluran pernafasan jadi jangankan rokok, debu pun saya anti. Tapisaya pikir kita harus melihat masalah ini dengan mata yang dibuka lebar-lebar. Sebenarnya apa sih yang paling annoying dari rokok? Pertama menurut saya adalah ASAP-nya dan konsumsi rokok bagi anak dan remaja di bawah umur.
Jika kita belum mampu lawan si industri rokok yang guedeeee ini, lawan hal-hal yang masuk akal bisa kita lawan dulu deh.

Beberapa dari kita masih terlalu baik hati pada perokok, bahkan jika asap rokok itu memapar ke diri kita bahkan anak-anak di sekitar kita.
Beberapa dari masyarakat kita juga bahkan ada yang membiarkan anak mereka merokok hanya agar mereka “gak rewel”
Kita masih masa bodoh ketika ada anak-anak yang membeli rokok di warung-warung.
Masih ada orang tua yang merokok di depan anak-anaknya.

Saya berpikir mungkin kita perlu lebih “galak” untuk masalah ini. Bakal keliatan bawel dan nyebelin bagi beberapa orang sih, tapi yaaa harus.

Rokok di Jepang

Dengan penghasilan minimum masyarakat Jepang yang 200rb yen/ bulan (sekitar 25 juta IDR) harga rokok yang sekitar 400 yen sih sepertinya receh banget.
Image and video hosting by TinyPic

Sepengetahuan saya sih perokok di Jepang juga banyak, bedanya di Indonesia: 1. Tidak ada yang merokok sembarangan, dan 2. Tidak ada perokok di bawah umur. Salah satu cara meminimalisir perokok di bawah umur (di bawah 20 tahun) adalah dengan adanya IC card bernama TASPO (Tobacco Passport). Tanpa keberadaan Taspo ini kalian gak bisa beli rokok di vending machine.
Image and video hosting by TinyPic
Cara yang paling gampang untuk membeli rokok ya di convenient store. Kalau kalian mukanya boros dan keliatan lebih dari 20 tahun sih kalian akan lolos beli rokok hehehehe, tapi tentu petugas convenient store tidak akan memberikan si rokok kepada anak-anak.

Selain itu, orang Jepang itu entah kenapa ya kok taat-taat aja gitu sama peraturan. Mereka tidak akan merokok di tempat selain tempat-tempat yang disediakan untuk merokok (smoking area).
Image and video hosting by TinyPic
Mungkin gak segitu tulus-tulusnya sih mentaati peraturan :p karena kalau mereka kepergok melanggar peraturan dan merokok sembarangan, hal terapes yang mungkin terjadi adalah terkena denda double: denda karena merokok sembarangan dan denda buang sampah sembarangan karena hitungannya lempar abu rokok dan putung rokok sembarangan :’D dendanya tentu lebih mahal dari rokoknya.

Perokok di Jepang juga sebenarnya relatively “lebih sehat” dibandingkan perokok lainnya di dunia karena mereka punya “detox culture”, makannya ikan… minumnya teh hijau… yaaa kedetox deh itu si para racun dari rokok dan rokok mereka semuanya berfilter pula. Belum lagi banyak aturan dimana-mana. Selain itu sebagai negara maju yang makin sadar betapa mahalnya sehat… kesadaran untuk mengurangi konsumsi rokok muncul sendirinya. Yang lebih lucunya lagi, konon (ini konon)…. pernah ada survey yang dilakukan oleh sebuah universitas di Jepang dan mereka bikin survey “Apakah kalian mau menikahi pria perokok?” dan lebih dari 50% menjawab NO! Ahahahahhaa kalau itu benar….  maka menjadi JOMBLO rupanya lebih mengerikan daripada bahaya rokok :’D ini bisa ditiru loh.

Sudut Pandang Ekonomi

Jadi gimana si rokok ini dari sudut pandang ekonomi?
Sekali lagi, saya tidak tahu elastisitas permintaan dari rokok… namun jika saya benar saya asumsikan bahwa elastisistas permintaan rokok di Indonesia ini relatif INELASTIS, hal ini didasarkan pada laporan BPS bahwa bagi beberapa masyarakat Indonesia rokok adalah “kebutuhan pokok”.

Barang-barang dengan permintaan yang inelastis itu “Perubahan permintaan lebih sedikit dibandingkan perubahan harga.” Artinya, jika harganya berubah sekalipun, orang cenderung akan  tetap membeli barang tersebut. Jika itu benar, maka kalau harga rokok mau naik misalnya sampai 50 rb sekalipun… orang tetap akan membeli rokok. Industri rokok akan semakin happy. Penerimaan cukai rokok pun aman.
Saya pribadi merasa kita semua “dibegoin” saja dengan isu kenaikan harga rokok yang hits akhir-akhir ini. Dengan diisukan harga rokok akan naik, para perokok akan langsung berbondong-bondong menimbun rokok :’D eh rupanya gak… ahahahah kecele deh.

Beda cerita jika rokok itu rupanya elastis. Ketika harga berubah, demand juga langsung berubah drastis. Ketika harga rokok naik menjadi 50rb misalnya, orang-orang jadi enggan membeli rokok. Karena saya pembenci rokok sih, ya alhamdulillah ya hhhahaha. Lalu bagaimana dengan cukai dan para petani tembakau, dan para buruh rokok? Nah di sini peran pemerintah diperlukan. Harus ada sektor lain yang bisa mengalihkan daya tarik industri rokok. Apa itu? Lagi-lagi saya pikir harus ada penelitian yang mendalam untuk ini. Tapi karena saya pernah ke lapang, petani itu mau loh menanam tanaman pangan dan tanaman perkebunan lain kalau harganya stabil. Ini kan petani ada yang convert ke tembakau karena ketika mereka menanam tanaman pangan harganya jatuh setengah mati ketika panen raya.

Begitu pula para pekerja di industri rokok. Industri rokok kita itu menyerap tenaga kerja lumayan tinggi loh, apalagi untuk yang rokok linting. Jika ada industri yang bisa menawarkan lapangan kerja dan upah yang gak kalah dari industri rokok, saya rasa mereka pun rela untuk pindah.

Ini kan masalah perut. Dan ingat juga! Supply itu ada ketika ada demand. Industri rokok tidak akan berkibar jika permintaan rokok di negeri kita tidak tinggi.

Dan masalah nyali pemerintah juga, benar-benar ikhlas tidak kehilangan industri rokok? Benar-benar serius tidak memerangi rokok? PD tidak dengan sektor lain yang bisa memberikan penghasilan lebih daripada rokok dan tembakau? Butuh keikhlasan loh membuat perusahaan besar macam Phill*p M*rris dkk untuk hengkang dan mencari tempat kekuasaan lain. Mereka itu pindaaaaah dari Amerika ke Indonesia karena indutri rokok di negeri mereka sudah tidak menguntungkan dan penuh regulasi… dan mereka liat di Indonesia regulasinya sedikit, ya happy lah mereka usaha di sini.
Terserah pemerintah deh sekarang.

Kalau kemudian itu masih susah dan kita juga hanya punya dua tangan dan uang pas-pasan untuk melawan industri rokok. Maka kita hanya bisa menasehati perokok untuk merokok di tempatnya. Dan sayangi anak-anak deh, jangan sampai mereka terpapar asap rokok. Asap rokok itu bukan hanya buruk untuk kesehatan bisa menurunkan tingkat kecerdasan juga loh. Didik juga anak-anak hal-hal yang lebih useful misal nyapu, ngepel, dan nyetrika biar bisa bantu-bantu misal science dan hal-hal keren lainnya dibandingkan disuruh membeli dan mengkonsumsi rokok.

Yo wis lah jika kalian merokok, tapi bertanggungjawablah atas perilaku tersebut. Merokok di tempat merokok, dan jangan ganggu orang lain yang tidak merokok dengan asap rokok tersebut.

Gitu lah ya 🙂

 

Weddingnomics ala Indonesia: Mengapa Menikah di Indonesia itu “relatively” mahal?


Saya tergeletak di rumah hari ini karena sakit perut, yo wis mari menulis blog.
Yak Sodara-Sodara… izinkan saya yang belum menikah ini dan hingga Ramadhan 2016 hilal mengenai jodoh saya belum terlihat (yang terlihat adalah deadline proposal penelitian yang semakin mendekat) berbicara mengenai apakah nikah itu harus mahal? Pernikahan seperti apa sih yang ideal? dsb..dsb…dsb….

Entah ada angin apa, saya tergerak untuk men-search biaya paket pernikahan kemarin malam. Sungguh jomblo optimis, belum ada bayangan pun sudah melihat paket2an ahahahaha. Jadi nih ya buat kamu yang sama-sama Jomblo dan bloon masalah beginian, rupanya layaknya level di MLM paket nikahan juga ada yang bronze, silver, gold, sampai platinum! Namanya juga mahasiswa modal ngepas dong, saya lirik lah paket pernikahan bronze di sebuah cafe di Bogor, yang KATANYA sedang promosi. Sungguh mencengangkan…. total 30 juta!!! Uhuk…. bisa bayar satu semester kuliah di kampus saya loh ini. Dan itu untuk makan 300 pax (berarti sekitar 150 undangan). %^%**%^%$%$#$#^&%*(^&%^$%$
Rasanya pengen langsung mencurahkan isi hati pada Allah SWT, “lapangkan rizki hamba Ya Allah….”

Semakin gatal untuk menulis lebih detail mengenai hal ini ketika di socmed viral sebuah foto yang ini nih:

Mungkin bagi kalian ini biasa aja, namun sebagai pakar sosial media dan penulis blog semi-senior (ahahahaha ngaku-ngaku), hal ini jadi super seru!
Para jomblo yang masih kere tentu berkoar-koar dengan semangat 45 #SETOOODJOOOEEE
Para pasangan yang sudah menikah dan ehmmm… budgetnya cukup tinggi plus nikahnya di gedung apalagi yang kebetulan tinggal di kontrakan, kemudian angkat bicara “Heh… nikah sederhana sih oke, tapi GAK USAH NYINYIR WOY!”
Pasangan yang baru menikah dengan budget seadanya belum terlihat melakukan argumentasi berarti di social media, mungkin mereka sedang asik menikmati waktu dengan pasangan masing-masing #JanganIriYa

Dan Indonesia pun tetap ramai seperti biasa 🙂

Okay… mari kita selesaikan masalah ini dengan kepala dingin.

Berdasarkan teori, pernikahan itu sebenarnya gak perlu mahal, bahkan dianjurkan sederhana.Dalam Islam misalnya, pentingnya ada walimahan adalah untuk woro-woro ini looooh si A udah nikah dengan si B. Sebagai bentuk syukur yaaa ngundang orang masa sih gak disuguhin makanan? Namun makanan itu sendiri yaaa semampunya pengantin, kalau hanya bisa menyediakan jagung bakar yang jangan maksa nyediain Burger Kong. Gitu loooooh~ simple kan. Namun tentu pada praktiknya tidak semudah itu.

Jadi berdasarkan analisis culun saya, mengapa biaya pernikahan di Indonesia bisa begitu mahal? Ada dua komponen utama yang super mahal: 1. Catering, 2. Sewa gedung
Saya tidak akan melakukan perlawanan pada poin pertama. CATERING! a.k.a makanan. Camkan ini baik-baik, apapun acara yang akan kalian gelar nanti pastikan makanan kalian harus ENAK dan CUKUP. Pernah suatu hari saya datang ke undangan pernikahan mahamewah, namun 5 menit setelah tamu undangan keluar dari gedung, kebanyakan mengeluh “Gila…! Semangka aja gw gak dapet, Bray! Ludes semua!”, “Eh iya loh… gw juga cuman kebagian aquo gelas, mayan lah daripada gigit sendal”

Ya! bukan indahnya tenda apalagi perkara cantiknya atau gantengnya pengantin, yang pertama kali tamu Indonesia kritisi dalam sebuah pesta pernikahan adalah MAKANAN!
Bahkan, Kalian yang scientist mungkin gak tau hal ini, namun dalam ilmu hitam Indonesia… dukun di Indonesia menyediakan service khusus untuk membalas sakit hati Anda kepada pasangan yang meninggalkan Anda kawin dengan orang lain dengan cara membuat seluruh makanan catering BASI!
Yaaaa… makanan, adalah faktor paling krusial :’D

Sebagai ekonom, pemerhati ilmu sosial, dan penggiat makanan… saya setuju mengenai mahalnya biaya catering. Namun, jika saya boleh saran… pangkaslah biaya di penggunaan es ukir yang setinggi puncak Mahameru! Iya sih cantik, tapi useless… kecuali setelah acara resepsi, Mamang tukang es serut kemudian memboyong si es untuk kemudian disulap jadi es serut, “Mang… es serut satu, Mang!”

Sudahlah…. makanan sih makanan aja gitu loh, pastikan makanannya enak dan gak apa lah kalau kelebihan sedikit. Jika ada kelebihan, bungkus jadi beberapa nasi kotak, bagikan ke orang-orang kecil di sekitar. Pak satpam, tukang sapu, dsb…dsb…dsb…
Mari kita case closed masalah makanan. Mari berjuang untuk menyediakan makanan yang murah namun tidak murahan untuk para tamu undangan kita nanti, Allahuakbar!

Lalu masalah gedung…Nah ini yang setelah baca listnya, saya semakin dekat kepada Allah SWT karena senantiasa melafalkan “Astagfirullah”
Namun kita tidak bisa menyalahkan para pengguna gedung untuk resepsi, kenapa? karena beres-beres rumah itu bisa bikin gila! Saya, saya harus jujur bahwa saya pasti akan memilih resepsi di gedung atau out door, bye rumah! Kenapa? 1. Mama saya kan sakit ya, terlalu kejam jika kemudian membuat Beliau terlalu kelelahan secara fisik dan psikis melihat rumah yang super berantakan setelah resepsi. 2. Rumah saya itu di pinggir jalan, yaaaa masa iya saya mau memblokir jalan. That’s super annoying thing.
Saya percaya di luar sana banyak orang yang memiliki alasan serupa dengan saya

Maka… mengatakan nikah di gedung itu sebuah dosa merupakan sebuah kesalahan besar. Kita semua punya argumen kuat untuk membantah itu.
Namun, haruskah gedungnya super mewah? Waaaah…. ini sih lain cerita.

My dream wedding itu yang super sederhana di sebuah taman atau kalau hujan ya terpaksa di gedung, yang dateng gak perlu banyak tapi orang-orang yang saya kenal. Semua orang bisa makan di kursi dan meja, termasuk saya dan suami saya…. yaaa gila aja, masa kalian tega sih saya kan pasti udah diet tuh biar gaun muat kan, terus rela berdiri dan tersenyum pas foto, mungkin suami saya juga kelak kemudian (dan menurut prediksi dia pasti lebih rewel karena males hal-hal seremonial), mana mungkin kami juga harus rela menahan haus dan dahaga….. TIDAAAAAAAAKKKK~~~~~ bring my foods!
Adik saya juga sudah memberikan statement: “Kiki and Mom, we are on the foods stall side. Period”
karena saya berharap biaya resepsi saya sepenuhnya ditanggung saya dan suami saya kelak, tamu undangan yang gak perlu banyak, dan hiburan terbesar adalah makanan enak… tentu saya tidak butuh gedung mahamewah. Bukan tidak mau, tapi tidak sanggup dan mubazir :p gak usah muna deh, siapaaaaa….siapaaaaaa yang nolak kalau nikah di gedung mewah itu gratis? Gak akan ada ahahahaha.

Lha… tapi itu kan Marissa. Siapalah Marissa, remah-remah rawit di bungkus gorengan.
Beda cerita ketika yang jadi manten atau orang tua mereka memegang peranan khusus di masyarakat. Ada yang pejabat, bussinessman, macem-macem lah pokoknya. Nah, resepsi itu kemudian bukan hanya sekadar acara selamatan atau woro-woro terjadi pernikahan,namun juga sebuah media networking, ya masa iya orang-orang dalam lingkup network tersebut gak diundang? Waaah bisa kacau dunia persilatan, keluarga itu bisa dibilang “sombong” dsb… walaupun mungkin maksudnya bukan begitu. Kata teman saya “Nikahan di Indonesia itu, Mon…. bukan hajatan mantennya, tapi hajatan orang tuanya”
Nah! Ini yang harus kalian ketahui. Bukan hal yang aneh ketika nikahan di Indonesia, pasangan pengantin tidak tahu siapa tamu yang datang menyalami mereka… why? Karena itu bukan tamu mereka! Itu tamu orang tua mereka. Salah? Tentu tidak…
Ini harga sebuah budaya dan tradisi.
Masih ingatkah kita ketika Pak Jokowi mengadakan pernikahan anaknya? Pernikahannya cukup sederhana untuk seorang anak presiden. Banyak tanggapan positif dari masyrakat, namun nyinyirers tetaplah nyiyirers… ada juga yang bilang “Yah, masa’ anak presiden ngirit-ngirit banget nikahannya”

Di negeri seheterogen Indonesia, melangkah kemanapun pasti ada pro dan kontra.

Jadi mari kita berikan senyuman tulus kita pada pasangan-pasangan yang menikah baik di gedung yang seadanya dan yang mewah….
hargai bahwa di balik kursi mempelai, banyak pertimbangan-pertimbangan yang kita sendiri mungkin tidak ketahui. Kita diundang untuk mengucap doa, bukan untuk menjadi auditor biaya pernikahan.

Saya memang orang yang bermahzab nikahan yang super simple, gak lama, dan budget yang ada lebih baik buat nabung… kasih ke panti asuhan…. dan keliling dunia.
Saya juga orang yang tidak pro dengan Pre-wedding photography, walau saya suka foto setengah mati. Alasannya… mungkin budget foto bisa dialihkan buat makanan (hiyaaaa makanan lagi). Seriously, pre wedding bagi saya itu ribet… harus pose lah, harus cari tempat, alamat… udahlah ya after wedding photo aja lah, sini gw foto ampe Memory card penuh.
Saya juga bermimpi pernikahan saya kelak, EO-nya sahabat-sahabat saya dan ide adik saya plus geng-gengnya… yang mengatur makanan, rekomen tempat, yang nyanyi, yang angkat panci, beresin taplak meja, dsb… terlihat kejam kan, memang ahahahahha *disinyalir setelah ini sahabat-sahabat saya langsung pergi tanpa jejak*, tapi saya merasa semuanya jadi lebih personal :]

tapi kan semua orang tidak seperti saya, tidak semua berada pada kondisi psikis, emosional, ekonomi, sosial, dan budaya seperti saya.
lebih tepatnya lagi: KITA SEMUA BERBEDA
dan alangkah menyenangkannya menghargai perbedaan yang ada.

Pernikahan yang mewah? Saya gak kontra tuh…. saya senang malah apalagi kalau di undang, terus ada gubuk makanan yang WOW! Ahahahahha…
Pernikahan yang sederhana? Saya juga suka… tidak ada yang lebih menetramkan hati melihat resepsi pernikahan dengan kesan humble dan apa adanya. Rasanya gak mau berhenti senyum dan bilang “Oh guys! You made it, very well”
Masalah mereka mau tinggal dimana setelah menikah… kontrakan, apartemen, hotel, rumah kardus… hahahahahhaa, who’s care? Pertama, itu bukan urusan kita semua. Kedua, kini mereka punya sepasang tangan untuk menutup telinga mereka masing-masing, hanya perlu ketulusan hati dan sebuah kalimat singkat “Hei… mari kita jalani kehidupan kita bersama hingga rambut kita memutih nanti”

Udah ah, jangan baper.

Kajian Eksklusif: Antara Parkir, Berhenti, dan Celah Peraturan Lalu Lintas Indonesia


Sejak ada kasus Pak Supir Taksi yang terkena tilang karena berhenti di area “Dilarang Parkir” saya kemudian menyadari satu hal: Rupanya selama ini masih ada di antara kita yang kurang ngeh perbedaan PARKIR dan BERHENTI. Tidak perlu sok iye deh… saya saja baru tahu satu hari sebelum menulis ini, dan saya yakin yang setipe-setipe dengan saya banyak lah 😛 apalagi kalau kalian wanita mwahhahahhaa….
Tulisan ini saya harap bisa menjadi introspeksi kita bersama, dan juga semoga kita gak nyaci maki Pak Polisi lagi… It was annoying things, but we should learn how to deliver our argument politely 🙂 Deal? Then let`s go for it

Sebenarnya siapa sih yang salah?
Bukannya kalau kita “parkir” juga harus “berhenti”?
Apa ini? permainan psikologis? Atau ada rentetan ilmu fisika di dalam kasus ini? Misalnya Ek= 0 dinyatakan sebagai parkir bukan berhenti. Sungguh, masalah ini sangat pelik MWAHAHAHAHA

Untuk menjernikan air yang keruh, emonikova kali ini membuat kajian mendalam mengenai PARKIR, BERHENTI, dan juga beberapa hal yang saya anggap bisa jadi celah dalam peraturan lalu lintas di Indonesia.
Pada sesi kali ini juga saya menghadirkan “Saksi Ahli” yang sudah mengemudi mengelilingi Eropa dan Mediterania dan punya SIM Internasional. Bahkan untuk memperkuat penjelasan saksi ahli saya juga sudah bertanya kepada Pak Polantas Minamiyukigaya, Tokyo tentang apa sih makna di balik dilarang berhenti dan dilarang parkir? Gileeee…. scientific banget gak bro. Gak usah lah misuh-misuh caci maki Pak Polisi dsb, kita perlu kajian bro! Kajian!

The case!
So here is the case:
Ini videonya kan ya? (thanks my brother for share this one)

Jika kita reka ulang TKP maka kira-kira seperti ini lah:
Pak supir Taxi hanya menghentikan sejenak taxinya untuk melihat kompresor di sisi jalan, tanpa mematikan mesin dan tanpa keluar dari taxi. Tak jauh didepan taxinya ada tanda dilarang Parkir (CMIIW)
Image and video hosting by TinyPic
Image and video hosting by TinyPic
Pak polisi kemudian menilang Pak Supir taxi karena dianggap melanggar rambu. I can understand how the police want to do his job well, apalagi ada lensa kamera saat itu! Disorot bok! Disorot! Yang bikin nyesek adalah ketika ngeliat wajah Pak Supir yang keliatan lelah dan sepertinya tidak dapat banyak penumpang hari itu, aduuuh… gak tega deh.
But well… hukum harus ditegakan, mari kita cari keadilan untuk pak Supir dengan cara yang elegan!

Singkat kata, Pak Taxi ditilang
Image and video hosting by TinyPic

Oke! Let`s think about it carefully, and if you don`t understand about traffic regulation and stuff, better ask to someone who understand.
Untuk itu kali ini emonikova melakukan wawancara eksklusif dengan Abaz hahaha… This is a real conversation, really! It is true! Namun seperti kisah dalam film-film detektif maupun di kisah nyata, ada yang namanya “Perlindungan pada Saksi” in the name of privacy and so on, saya belum bisa membeberkan jati diri Beliau secara menyeluruh.
Image and video hosting by TinyPicAbaz, Arabian knight cat yang menetap di (katanya) the happiest city in the world, Copenhagen.
Sebagai penghuni benua Eropa pemilik sim Internasional ini sudah berkendara melewati beberapa tempat di kawasan Eropa dan Mediteran. Hingga saat ini belum ada berita lokal maupun mancanegara yang memberitakan ada korban yang berjatuhan ketika dia mengendari mobil, jadi track record dia bersih lah ya. Sebagai orang yang pernah merasakan satu mobil dengan dia, Alhamdulillah I still alive, safe, and sound until now :`D jadi tidak perlu diragukan lah ya.

Untuk memecahkan kasus ini, melalui wawancara via LINE, dia menjelaskan perbedaan antara tanda parkir dan tanda berhenti.

Image and video hosting by TinyPic

Dan ini jawabannya:
Image and video hosting by TinyPic

Untuk kalian yang bertanya tanya lambang O dicoret itu kayak gimana… Ini loh maksud saksi ahli kita, saya ambilkan fotonya live dari Tokyo:
Image and video hosting by TinyPicSign yang dimasudkan Abaz dengan O coret itu seperti sign paling bawah dengan latar biru (sepertinya lambang internasional seperti ini ya?) artinya dilarang parkir (di Indonesia lambangnya jadi P coret).

Sekadar informasi, lambang yang paling atas tulisannya “Tomare” yang berarti berhenti, yang tengah berarti pedestrian only, sepeda boleh jalan dari jam 3-6 sore (eh kalau saya salah baca kanji benerin ya).

Inti dari penuturan saksi ahli:
1. Parkir itu: kalian tidak boleh Parkir, tapi boleh berhenti beberapa menit sekadar pick up or pick off something or someone.
2. Berhenti itu: Ya berhenti.
saya pikir aturan dilarang berhenti lebih strict dibandingkan dilarang parkir. Ketika aturannya di larang parkir, although you can`t park but you can stop for a while or reduce your velocity. Di larang berhenti berarti tanpa tendeng aling-aling kalian tidak boleh sama sekali berhenti, mau buat liat sesuatu kek… mau nyapa mertua kek… mau ambil foto selfie kek… pokoknya ketika rambunya dilarang berhenti maka tidak ada yang bisa kalian lakukan selain maju terus pantang mundur! Got it?!

3. Pak Supir Taxi, bahkan dengan menggunakan standar Internasional, terbukti TIDAK BERSALAH

Saya pun akhirnya mengecek UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN No. 15 dan 16 mengenai definisi Parkir dan Berhenti:

15. Parkir adalah keadaan Kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya.

16. Berhenti adalah keadaan Kendaraan tidak bergerak untuk sementara dan tidak ditinggalkan pengemudinya.

Masih dengan asas proyustisia (Ihiy! keren bahasa gw) saya berusaha mencari tahu
“Loh daripada repot kenapa gak pasang aja dilarang berhenti di seluruh sisi jalan?”
“Berapa menit sih seseorang boleh `Berhenti` pada rambu dilarang parkir?”
Image and video hosting by TinyPic
Untuk  itu saya mencoba bertanya kepada Pak Polisi Minami yukigaya dengan bahasa Jepang yang terpatah-patah…dan jawabannya “dengan translasi bebas ala kadarnya kira-kira.

“… Kenapa di sisi jalan raya dipasang dilarang Parkir bukan dilarang berhenti adalah karena terkadang kendaraan perlu untuk berhenti sejenak di sisi jalan. Misalnya taksi atau bus yang harus memberhentikan penumpang. Pengendara mobil pribadi juga kadang butuh berhenti di sisi jalan untuk mengecek alamat atau peta misalnya, atau sekadar lewat dan tanya ke Pak Polisi tentang arah. Untuk jalan yang di sampingnya terdapat kios atau toko, kadang ada juga mobil yang lewat dan harus berhenti sebentar untuk drop barang atau ambil barang. Akan sangat merepotkan jika rambunya dilarang Berhenti.

Silakan berhenti sebentar, tapi jangan parkir karena akan mengganggu pengguna jalan lain”

Ahahahhaa…. mantap emang si Bapak, dengan penggunaan bahasa Jepang untuk anak TK… alhamdulillah saya bisa memahaminya.
Lalu berapa lama? Nah ini yang jadi polemik…
Bertanya dengan orang Jepang, mereka menggeleng pelan dan bilang “mmm… , tabun 2-5 fun gurai” (mmm.. yah mungkin sekitar 2-5 menit), yang saya tangkap sih dari si Pak Polisi “Gak pernah ada yang lebih dari 5 menit di sisi jalan. Dan kalian tau dong orang Jepang? Lampu merah di tengah malam buta aja masih diturutin, apalagi persoalan tanda dilarang parkir dan berhenti wuiiiih aturan adalah dewa.

Senada dengan yang disampaikan Abaz “Around 2-3 minutes stop is okay”

Tapi Indonesia… Indonesia gak bisa guys dikasih aturan yang saru macam “….beberapa saat”, berhenti 1 jam pun bisa berarti “hanya sesaat” dan “hanya 60 menit”itulah yang kemudian kita kenal dengan sebuah kondisi menyebalkan bernama “Ngetem”
Jika kalian pernah kucel, kumel, emosi, sauna, dan hampir gila selama hampir setengah-satu jam di sebuah angkutan umum yang hanya sekadar “berhenti”… I know your feeling, bro… rasanya pengen ambil alih kursi supir. I know that…I know…
tapi jika tidak ada regulasi yang jelas dan tegas “berhenti” yang bener itu seperti apa yaaaaa…. saya bisa aja ngeyel “Saya gak ngetem Pak, saya hanya berhenti sebentar…” dan ukuran “sebentar” itu kemudian hanya Allah dan Pak Supir yang tahu.

Saya kemudian mengecek untuk memastikan di luar sana, di Jepang… Eropa… Australia…. ada gak sih regulasi yang mengatur “lama berhenti” di area dilarang parkir.
Contoh dari “Roads and Maritime Services, New South Wales  Government agency” adalah contoh yang bagus untuk dicontoh dan ditiru Indonesia.
Pada laman: http://www.rms.nsw.gov.au/roads/safety-rules/road-rules/parking.html
tertulis:

General parking rules

You must not stop your vehicle (that is, bring it to a stop and either stay with the vehicle or leave it parked) in the following circumstances:

  • Double parked (that is in the road alongside a car that is parked)
  • On or across a driveway (unless dropping off or picking up passengers for no longer than 2 minutes)
  • On or across a footpath
  • On a median strip or traffic island
  • On motorways
  • In a clearway
    etc

Lebih jelasnya lagi di website: https://www.racv.com.au/
Image and video hosting by TinyPic

Saya mengecek di website lain, saya menemukan hal yang sama di dataran Eropa Amerika (ahahhaa thanks for someone who meets my mistake last time :p), tepatnya di Canada (http://vancouver.ca/streets-transportation/no-stopping-and-no-parking-zones.aspx)

No Parking
Section 3:
If your vehicle stops, and is not loading or unloading passengers, it is parked, whether it is occupied or not.
Section 17.6A (a): You can stop in a No Parking zone for up to five minutes to load or unload passengers, or materials.
Exception: Section 17.6A (b): Motorists with a valid parking permit for people with disabilities – a SPARC placard – can use No Parking zones for up to 30 minutes for loading and unloading passengers, or materials.

Dengan adanya kasus ini, saya pikir ini saatnya Indonesia mengoreksi diri dan berbenah…
Merenungi setiap selah dalam regulasi.
Sungguh semua orang bisa khilaf, termasuk Pak Polisi yang ketelingsut mengartikan dilarang berhenti dan dilarang parkir, namun hal ini akan semakin parah jika masih buaaaanyaaaaaak regulasi yang bercelah.
Selain itu kita juga jadi sadar kan betapa kita butuh polisi-polisi yang bright, bijak, tenang, dan helpful.

Semoga semakin berkurang para pengemudi dengan SIM “tembak”
Semoga semakin banyak polisi yang jujur di negeri kita, yang paham apa saja tanggung jawabnya. Yang menjadi polisi benar-benar karena passion ingin mengabdi pada negeri dan melewati jalur yang “halal”
Semoga kita pun menjadi orang yang semakin dewasa dari hari ke hari, yang mencoba memahami sesuatu lebih mendalam terlebih dahulu sebelum beropini.

Have a great day, guys!

Tips [kacau] Jika Kalian ingin melanjutkan studi di Jepang… Part 1


Mendadak saya kebanjiran message yang menanyakan tips lanjut sekolah ke Jepang. Ya ampuuuun…. kalian harus tahu ya, saya ini mempertaruhkan 2 tahun untuk bisa lanjut sekolah lagi, so I’m not such a right person to be asked. Ada yang lebih canggih dari saya, dan mereka lebih layak ditanya. But well.. pertanyaan sudah dilontarkan, tidak sopan jika saya tidak menjawab. Sakali lagi, saya ini orangnya ngaco, asal jawab, dsb…dsb…dsb…. jadi jangan menyesal membaca posting ini.

1. Tentukan tujuan kamu sekolah lagi dan tentu tujuan Universitas kamu ya -.-
Ini penting, karena jangan kalian kira sekolah di luar negeri apalagi di negara yang bukan penutur bahasa Inggris macam Jepang ini kalian bakalan selalu bahagia damai sentosa, PfffffTTT! Jika kalian udah punya karir yang baik, apa benar kalian mau jadi mahasiswa lagi? Apa otak kalian sudah siap dijejali aneka filosofi ilmu pengetahuan lagi? dan yang terpenting apa mental kalian sudah siap untuk belajar di negeri lain? Jauh dari keluarga, jauh dari makanan kesukaan, dari kucing piaraan, dari pacar ataupun gebetan (yang mungkin setelah 1-2 bulan ditinggal akhirnya dia berpaling hahahhaa dan ketika dia lagi asik jalan bareng gandengan barunya, kamu lagi jedotin kepala karena stuck mikir penelitian)?

Apa sih yang mau kamu cari dengan sekolah lagi? Apaaaa? Karir yang lebih baik? Iya… kalau pas pulang ke Indonesia kalian langsung secara beruntung berhasil langsung dapat pekerjaan yang lebih baik, mungkin iya, tapi ingat ada juga peluang tidak kan?
Mau cari jodoh yang lebih wah? Hahhahaa.. kalo kalian jomblo apalagi cewek…. nyari cowok made in Indonesia di kampus di luar negeri…sorry to say biasanya udah sold out. Pria lebih sulit menahan kesepian kata buku psikologi, jadi kalau mereka lanjut sekolah ke luar negeri biasanya mereka udah punya pasangan hidup or at least calonnya. Bisa sih cari yang made in Japan, tapi 1st. apa dia mau sama kamu, 2. apa kamu mau sama dia, 3. gimana mentolerir masalah budaya, keyakinan, bahasa, dan tentu jarak. Hal serupa jika kalian nyari jodoh made in negara-negara lain.
Atau biar keren? Saya kasih tau aja… lebih keren kuliah di Indonesia. Ekomet sama statistiknya aja lebih susah di Indonesia. Tapi di sini kalian bener-bener dilatih logika berpikirnya, jawaban boleh apa aja asal logika berpikir kalian make sense, saya gak tau di kampus lain tapi di kampus saya begitu, mungkin karena kampus teknik. Wallahu’alam.

Jadi mulai dari hari ini nih, kalo mau ke jepang, pikirin deh motivasi terbesar kamu apa. Ini yang bakal bikin kamu bertahan dan kuat di Jepang soalnya. Yang bisa bikin kamu gak terlalu cengeng ketika menghadapi permasalahan.

Oiya cari juga info tentang kampus tujuan. Semuaaaaaanyaaaaaa…. apa udah ada kerjasama antara kampus kamu dengan kampus tujuan, gimana sifat Senseinya, gimana tempatnya, bla…bla…bla…. dengan pertimbangan biar kalian semangat dan nanti gak terlalu kaget dengan dunia kampus.

2. Belajar Bahasa Jepang

Ya Allah…. ini penting banget! PENTING BANGET! apalagi kalau di kampus kamu jarang ada orang Indonesia. Apalagi kalau rupanya di lab kamu isinya orang jepang semua. Please…. bahasa resmi negara ini adalah Bahasa Jepang, bukan bahasa Inggris, bahasa Sunda, bahasa Sansekerta, apalagi bahasa kalbu. Tulisannya juga ada hiragana, katakana, dan kanji…bukan pakai huruf latin apalagi huruf pallawa. Dan itu bertebaran di semuaaaaaa tempat.

Ada saat darurat ketika kalian sendirian dan butuh sesuatu, misalnya nyari toilet… atau nyari jalan…. bayangkan ketika kamu gak bisa bahasa Jepang sama sekali. “Yaelah, Mon… pake bahasa Inggris dong” hahhhahaha silakan aja -.- kalian cuman akan dapet senyuman hahahhaha.

3. Uang…. lagi lagi uang….!


Yaph… uang… kalau kalian kaya raya sih gak masalah ya hahhaha. Tapi kalau kalian pas-pas-an, dan yang lebih spesifik lagi udah gak mau ngerepotin orang tua lagi, think again about money. Matrealistis abis emang, tapi jujur aja kalian gak bisa bertahan hidup cuman modal Bismillah ke negeri orang, apalagi Jepang. Di sini harga mahal, terus kalian start your life from zero jadi harus beli keperluan sehari-hari (which is mahal), dan maaf aja di sini gak ada barang KW :p jadi kalau mau nyari barang murah KW-an waduuuh gak buka lapak mereka. Alternatifnya beli baju bekas dan manfaatin toko 100 yen (yang belum termasuk pajak). Kalau gengsi-gengsi ya abislaaaaah sudah :’D

Oiya biaya paling mahal di jepang especially Tokyo, adalah akomodasi (e.g apartemen). Itu bisa ngabisin 40-50 ribu yen! Dorm saya misalnya, karena dekat kampus, dekat stasiun, dan fasilitas cukup lengkap habis sekitar 45 ribu yen. Karena saya pelit dan mendadak suka masak sama beli baju yang bekas-bekas aja di flea market bulan ini saya abis sekitar 50 ribu yen ++ untuk hidup (agak tinggi karena harus beli macem-macem di bulan pertama). Jadi kalian harus sedia 80-100 ribu yen ++ untuk bertahan hidup selama satu bulan di Jepang. Mamam kan…

Ah cuman segitu. Oh cuman segitu, mari kita convert ke rupiah. Dengan asumsi 1 yen=100 perak aja, berarti dalam satu bulan kalian harus punya uang IDR 8-10 juta/ bulan. Kalau gak ada…. ini nasib kalian:
Image and video hosting by TinyPic

Maka alternatif kalian adalah cari beasiswa. Saya sendiri pakai beasiswa LPDP…. ya ampun bageur pisan deh beasiswa yang satu ini, dengan segala kekurangan yang mereka miliki, mereka terus memperbaiki diri, dan saya sebagai awardee jadi merasa makin bangga sama si LPDP. Kadang awardee sama staf LPDP suka saling greget… kadang seneng bareng-bareng…. pokoknya beasiswa ini bikin antara sesama awardee dan para staff LPDP udah ngerasa kayak keluarga, which is unique. Dan hebatnya ini Indonesia punya. Jadi… huhuhuhu please ikutan LPDP hahahaha.

Alternatif lain ada beasiswa MEXT, Panasonic, Hitachi (ini paling gede…. please coba juga hahha), dsb dsb dsb dsb dsb. Pokoknya kalau ke Jepang mah banyak beasiswa lah. Tinggal dicari. Cuman namanya disekolahin gretong ya, pasti ada syarat dan ketentuan berlaku. Nilai gak boleh terjun bebas, ada beberapa yang mewajibkan bikin presentasi atau laporan kemajuan belajar, dsb…dsb…dsb…dan mohon maaf ini harus dilaksanakan without excuse. Ada beberapa yang sampai stress, terpukul, dsb…dsb… waduh jangan lah. Ingat kalau kalian down, jangan lama-lama… kalau kalian jatuh terpuruk dan gak bangkit-bangkit kalian gak memecahkan masalah malah membuat masalah baru. Dan please….please…please…. jangan sakiti kuping gw lagi dengan alasan “Aduh TOEFL gw gak cukup”, “Aduh gw gak bisa bahasa Jepang”, sama kok saya juga dulu begitu. Tapi tekad yang akan jadi batu loncatan untuk berusaha melewati kendala.

Saya kerja serabutan 2 tahun kawan hanya buat ikut tes iBT TOEFL… buat ngirim berkas kesana kemari… buat beli buku, lainnya buat Mama atau buat nraktir orang rumah. Makanya poin pertama pada posting ini saya tulis “Perjelas apa tujuan kamu” tanpa itu kalian udahlah lewat aja.  Ketika saya memutuskan sekolah lagi, saya tahu secara karir mungkin saya akan tertinggal dengan teman-teman saya yang sudah lebih dahulu membangun karir dan membangunnya secara konsisten, saya sadar saya harus meninggalkan keluarga saya terutama Mama dan adik saya, saya bahkan sadar jangan-jangan ke-single-an saya akan menetap lebih lama karena beberapa orang ngeri denger cewek, lanjut sekolah di luar negeri, teknik pula (padahal mah pret… sama aja. Saya tetep super absurd di sini) dan parahnya saya ini rada penyendiri jadi oh well, it’s gonna be hard. Tapi sejak awal saya sudah secara mantap ingin sekolah lagi karena saya pikir I’m stupid… saya ini bodoh banget, jadi saya harus belajar. Saya juga punya misi, kelak orang-orang harus bisa lebih gagah berani dan tegar dalam menjalani hidup dan meraih impian mereka, saya harus perlihatkan pada dunia kalau “Hei look… I’m not such a perfect person, nor come from perfect and rich family…. but I can do it” Tujuan yang gak jelek-jelek banget kan? Dan itu bikin saya bertahan apapun yang terjadi.

Naaaah karena saya capek dan lapar… lanjut lagi di posting selanjutnya, entah kapan :p